Ditengah ketegangannya dengan Cina, Amerika Serikat (AS) melalui Menteri Luar Negerinya, Mike Pompeo menyambangi Indonesia pada Kamis, 29/10/2020. Lawatan Pompeo ke Indonesia jelas mambawa segudang kepentingan politik, salah satunya terkait isu Laut Cina Selatan (LCS).
Dilansir dari liputan6.com, "Kehadiran Menteri Luar Negeri Pompeo ke Indonesia untuk bertemu dengan mitranya, Menlu Retno Marsudi dan beraudiensi dengan Presiden Joko Widodo, positif untuk memberi pesan kepada China yang belakangan sangat agresif di Laut China Selatan," ujar Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana.
AS menegaskan bahwa negaranya menolak dengan tegas klaim Cina atas LCS. Klaim tersebut dianggap tidak memiliki dasar, bertentangan dengan Hukum Laut PBB. Sedangkan bagi Indonesia, LCS harus dijaga sebagai laut yang stabil dan damai. Sesuai dengan pernyataan Menlu Retno Marsudi;
"Bagi Indonesia, Laut Cina Selatan harus dijaga sebagai laut yang stabil dan damai. Hukum internasional, khususnya UNCLOS 1982 harus dihormati dan dilaksanakan,” ujar Retno.
AS dan Cina diketahui oleh dunia sedang perang dingin lewat perang dagang. Cina begitu agresif, melakukan segala cara untuk menjadi penguasa dunia, berusaha menggeser AS. Setelah meluncurkan Belt and Road Initiative (BRI), strategi investasi dan pembangunan infrastruktur besar-besaran di 152 negara. Cina juga meluncurkan program Maritim Silk Road, sebagai upaya memperkuat kekuatan armada lautnya. Kemudian Cina juga beraksi di wilayah perairan Laut Cina Selatan. Memperluas teritori lautnya dengan klaim sepihak, membuat Nine Dash Line dan mengabaikan Hukum Internasional (UNCLOS).
Sepak terjang Cina tersebut diduga kuat, membuat AS sebagai negara adidaya merasa dilangkahi. Upaya untuk membendung dilakukan, salah satunya mengajak Indonesia agar berdiri di barisan AS. Seperti dilansir dari cccindonesia.com, Pompeo mengatakan; “Saya yakin pertemuan saya juga akan mencakup diskusi tentang bagaimana negara-negara bebas dapat bekerja sama untuk menggagalkan ancaman yang ditimbulkan oleh Partai Komunis China."
Indonesia sebagai salah satu negara yang diperhitungkan, baik oleh AS maupun Cina, mau tidak mau akan tetap terseret dalam masalah LCS. Indonesia memiliki posisi yang strategis di konflik Laut Cina Selatan. Posisi Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN membuat tindakan yang diambil Indonesia menjadi penting bagi kelanjutan konflik. Indonesia menjadi target persuasi, baik oleh AS maupun Cina. Dilansir dari MuslimahNews.Com.
Baik AS maupun Cina, sesungguhnya sama-sama ingin memperdalam cengkeraman hegemoninya, agar tetap mengeruk keuntungan dari Indonesia khususnya dan negara-negara ASIA umumnya. Jika Indonesia hanya mementingkan politik investasi, selamanya akan terombang ambing diseret dari arah timur juga barat.
Agar terlepas dari cengkeraman hegemoni timur dan barat, serta menjadi penyelamat peperangan yang mungkin akan meletus, Indonesia harus membangun kesadaran geopolitik Islam. Sebab hanya dengan membangun geopolitik yang bersumber dari ideologi Islamlah, negeri ini akan mampu berdiri di atas pijakan yang kokoh. Tak lagi terkontaminasi oleh ideologi ideologi kufur penyebab kehancuran. Baik yang datang dari timur maupun barat.
Dengan diembannya ideologi Islam yang mewujud pada penerapan syariat Islam Kaffah. Hajat hidup masyarakat universal akan terwujud, sesuai dengan firman Allah Subhanahu Wata'ala:
“Dan tiadalah Kami utus engkau (ya Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (TQS. AL Anbiya 107).
Wallahu a'lam bishowab...
Post a Comment