Di mana letak urgensi penyelenggaraan pilkada di daerah berstatus zona merah? Ini pertanyaan serius, sebab kondisi negeri kita sedang tidak baik-baik saja. Dilansir dari kompas.com, Tiga dari empat daerah yang akan menggelar Pilkada 2020 di Provinsi Banten, berstatus zona merah penyebaran Covid-19. Ketiga daerah itu yakni Kabupaten Serang, Kota Cilegon dan Kota Tangerang Selatan. Sedangkan Kabupaten Pandeglang masih zona oranye. Adapun, zona merah menandakan daerah tersebut berisiko tinggi penyebaran virus Corona. Selain itu, jumlah kasus Covid-19 di daerah tersebut tergolong tinggi (02/12/20).
Penanganan Covid-19 yang masih semrawut tidak membuat pemerintah berfikir ulang untuk menghelat hajatan Pilkada. Banyak kasus pengawas pemilu terpapar Covid-19 juga tidak dijadikan lampu merah untuk melayani Pilkada. Awal September lalu, Ketua Bawaslu RI Abhan mengumumkan, terdapat 96 pengawas pemilu di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, yang dinyatakan positif Covid pemilu-19.
Dari 96 pengawas yang dinyatakan positif, sebanyak 20 orang merupakan pengawas tingkat kecamatan. Sedangkan 76 lainnya adalah pengawas tingkat kelurahan / desa. Ke-96 pengawas pemilu ini dinyatakan positif Covid-19 setelah melaksanakan pengawasan terhadap proses penyelidikan dan penelitian (coklit) atau pemutakhiran data pemilih Pilkada 2020 (Kompas.com, 03/10/2020).
Pesta lima tahunan ini juga kerap diwarnai dengan praktik politik uang / politik uang. FaktaBanten.co.id melansir berita, Pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Cilegon dari nomor urut 2, 3, dan 4, terindikasi kasus dugaan praktik politik uang atau politik uang, baik yang dikirim langsung oleh Paslon atau melalui tim pemenangan (07/12 / 2020).
Saat kondisi wabah seperti ini, yang paling dibutuhkan masyarakat adalah penanganan serius sehingga wabah segera berakhir, serta teladan para pemimpin yang mengajak pada ketaatan kepada Allah Subhanahu Wata'ala. Bukan teladan mempertontonkan kecurangan demi memperoleh kekuasaan, terlebih dahulu di saat pandemi. Bukan juga ajakan “berpesta” dengan risiko terpapar yang tinggi, termasuk nyawa rakyat.
Butuh kerja keras dari berbagai pihak, terutama pemerintah, untuk bisa menghentikan pandemi. Tidak ada yang mustahil, apa lagi bagi kaum Muslim yang meyakini setelah kesulitan pasti akan ada. Hanya saja kerja keras tersebut diperberat dengan dipegangnya demokrasi kapitalisme sebagai pijakan mencari solusi. Sangat sulit mencari jalan keluar di dalam ruang yang gelap.
Kapitalisme mengajarkan segala sesuatu yang mendapat keuntungan, termasuk masalah masalah wabah. Sebagai contoh, dana bansos Corona dikorupsi oleh Mensos. Mengapa? Salah satunya karena ada keuntungan di sana. Pemimpin mental korup akan subur di jalan ini. Sebab menihilkan peran agama dari kehidupan bernegara (sekularisme). Dari Pilkada ke Pilkada akan selalu ada orang-orang bermental korup dan pecundang seperti ini.
Lalu apa yang seharusnya dilakukan? Dalam al-Maidah Allah Subhanahu Wata'ala menjelaskan:
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (hukum) siapakah yang lebih baik dari pada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini? ” (TQS. Al-Maidah [5]: 50).
Satu-satunya jalan yang layak ditempuh sebagai pijakan untuk mencari solusi adalah kembali pada hukum Allah, dengan menerapkan ajaran Alquran dan Sunnah secara menyeluruh dalam bingkai Khilafah. Allah SWT adalah Zat yang Maha Tahu atas segala permasalahan serta solusinya.
Sudah kondisi pandemi ini membuat mata kita terbuka, bahwa solusi yang telah diberikan manusia tidak ada satupun yang mampu menuntaskan hingga akar masalah. Alih-alih masalah menyelesaikan masalah, justru masalah menambah baru.
Hanya sistem Islam yang bisa menjadi harapan baru, yang sudah terbukti baik empiris maupun historis yang mampu menyelesaikan berbagai problematika. Agar Kota Cilegon berkah, Indonesia berkah, dan dunia berkah kembali pada Islam Kaffah.
Wallahu a'lam bishowab…
Post a Comment