Oleh : Ummu Utsman
Fenomena bullying kini semakin marak dan menjadi momok yang menghantui dunia pendidikan. Satu demi satu kasus bullying yang dilakukan pelajar, kian mencoreng institusi pendidikan di negeri ini. Korban perundungan ini pun mengalami hal memprihatinkan. Mereka cedera fisik, mental, psikologi, bahkan sampai pada trauma dan depresi. Tingginya angka kasus perundungan (bullying) ini mencapai angka yang memprihatinkan.
Data KPAI pada tahun 2022 ada 226 kasus kekerasan fisik, psikis, termasuk perundungan (bullying). (Kompas.com)
Hal ini tentu harus menjadi perhatian bagi semua pihak karena hingga kini kasus bullying masih terus terjadi.
Seperti yang sedang viral saat ini, dilansir dari CNNindonesia.com, Viral sebuah video yang menunjukkan pelajar menendang seorang perempuan lansia yang diduga orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) hingga terjungkal.
Video yang viral itu memperlihatkan empat sepeda motor yang ditumpangi para pelajar berhenti di pinggir jalan, sementara perekam video ada di motor lainnya dalam rombongan itu.
Salah satu motor yang ditumpangi dua remaja berseragam sekolah berhenti di depan nenek-nenek. Remaja itu tampak berbicara kepada nenek dari atas motor. Lalu tiba-tiba pelajar dari motor yang berhenti di depannya berlari ke arah nenek dan menendang sang nenek.
Nenek itu langsung terjungkal usai ditendang. Remaja penendang lalu berlari ke arah motor dan kemudian meninggalkan nenek tersebut sambil tertawa.
Sekularisme Akar Masalah Perilaku Bullying
Bullying pelajar terhadap seorang nenek tadi, menggambarkan betapa buruk sikap pelajar tersebut. Ini menunjukkan kegagalan sistem pendidikan dalam mencetak anak yang berakhlak mulia, dan juga gagalnya sistem kehidupan, sehingga tak menghormati orang tua. Di kasus lain, bullying antar pelajar tidak diselesaikan dengan tuntas, namun dengan kompromi, yang tidak memberi rasa keadilan kepada korban. Bahkan ada kecenderungan Sekolah merahasiakan kasus bullying, dan tidak menyelesaikan dengan tuntas. Fakta ini jelas kontradiksi dengan program sekolah ramah anak. Ketidaksiapan sekolah dalam program tersebut membuat sekolah justru menyembunyikan kasus yang sebenarnya terjadi.
Pun massifnya kasus bullying di negeri ini, membuktikan bahwa pembangunan sumber daya manusia dengan landasan sekularisme, telah gagal memberikan output pelajar yang berkepribadian baik. Para pelajar diperas otak dalam prestasi akademik, tetapi minim dari nilai moral dan ilmu-ilmu agama. Padahal, prestasi akademik siswa di sekolah tidak dapat menjamin kemampuan mereka dalam mengatasi masalah pribadi dan interaksi dengan lingkungan. Tak hanya itu, kasus-kasus seperti ini juga disebabkan oleh adanya persoalan yang sistemik, dimana orang tua, masyarakat, sekolah dan negara belum serius untuk memberantas perilaku bullying. Padahal, untuk memutus rantai kasus bullying ini, diperlukan adanya solusi yang menyeluruh juga perhatian dan sinergi dari semua pihak.
Peran orang tua sebagai madrasah pertama dan utama bagi anak-anaknya amat penting agar anak tidak terjerumus kepada pergaulan bebas dan kerusakan moral. Penanaman akidah dan ilmu agama sedari dini, amat dibutuhkan untuk membentuk karakter generasi yang baik. Namun pada faktanya, di alam sekularisme ini banyak orang tua yang melupakan peran strategis mereka untuk mendidik sang buah hati.
Peran masyarakat untuk menjaga perilaku remaja pun amat penting. Karena perilaku remaja ditentukan pula oleh faktor lingkungan. Harus ada tindakan pengawasan dan pencegahan perilaku buruk di tengah-tengah masyarakat. Harus terbentuk sikap saling menasihati dalam kebaikan di dalamnya. Tetapi, lagi-lagi di alam sekularisme ini, masyarakat semakin individualis. Tidak peduli terhadap sesama. Maka dengan tidak adanya pencegahan dan pengawasan dari masyarakat, turut andil dalam pembentukan karakter generasi yang rusak.
Menyoal peran negara, tentu ini yang paling penting. Karena negara memiliki tanggung jawab yang besar bagi masa depan generasi bangsa. Negara harus mampu menjaga dan melindungi remaja dari kerusakan moral. Negara adalah pemegang kebijakan dan pemilik wewenang untuk menerapkan dan mengawasi jalannya aturan di semua aspek kehidupan termasuk di bidang media. Sadar maupun tidak, media turut mengambil peran dalam membentuk karakter generasi muda itu sendiri, bahkan dampak yang di timbulkan secara tidak langsung memberikan kontribusi yang besar terhadap tingkah laku orang yang menggunakannya. Ironisnya, di sistem kapitalis sekuler saat ini, turut menyuburkan tontonan yang bersifat merusak moral remaja. Konten-konten pornografi, game online dan film film yang mengandung kekerasan dengan mudah dapat diakses siapa saja. Di sisi lain, tontonan dan konten-konten seperti ini tentu berpotensi menghasilkan keuntungan yang besar. Sudah watak sistem kapitalis, segala sesuatu yang menghasilkan keuntungan, akan dikomersialisasi, meskipun bersifat merusak. Disini negara terbukti abai dan tak serius untuk menjaga generasi dari segala hal yang merusak moralitas. Konten-konten merusak ini tentu amat berpotensi untuk melahirkan generasi pelaku bullying.
Islam Solusi Tuntas Perilaku Bullying
Islam jelas melarang perilaku perundungan (Bullying). Islam adalah agama yang damai, merendahkan atau menghina orang lain adalah larangan di dalam Islam. Hal ini dibuktikan dengan ayat Al-Qur’an :
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah salah satu kaum dari kalian menghina kaum yang lain, bisa jadi kaum yang dihina lebih baik dari pada yang menghina…”
(QS. Al-Hujurat [49]: 11)
Menurut tafsir Ath-Thabari dalam Jami’ul Bayan fi Tafsiril Quran, ayat ini mengandung larangan bagi orang-orang beriman untuk menghina sesamanya dengan segala bentuk hinaan, tidak halal bagi mereka untuk menghina yang lainnya karena kefakirannya, dosa yang diperbuatnya atau hal-hal lainnya.
Sedangkan menurut Ibnu Katsir dalam Tafsirul Quranil ‘Adzim, menurutnya sukhriyyah (hinaan), dalam ayat tersebut bukan hanya berarti istihza’ (mengolok-ngolok) tetapi juga ihtiqar (memandang rendah). Ia mengutip sebuah hadis sahih yang maknanya sebagai berikut, “sombong adalah menolak kebenaran, meremehkan dan menganggap rendah manusia.” Tindakan semacam ini diharamkan dalam agama Islam, karena boleh jadi yang direndahkan lebih mulia di sisi Tuhan dibandingkan orang yang menghina.
Di dalam Islam, pembentukan karakter generasi adalah hal yang utama. Islam memiliki seperangkat aturan yang sempurna untuk menjaga generasi dan seluruh umat manusia. Penanaman akidah dan ilmu agama sedari usia dini telah terbukti selama berabad-abad mampu mencetak generasi rabbani yang bersyaksiyah Islamiyah (berkepribadian Islam). Maka tidak akan terjadi bullying jika semua pelajar berkepribadian Islam. Kemampuan akademik yang bersinergi dengan ilmu agama pun telah terbukti mampu melahirkan ilmuwan ilmuwan hebat sepanjang sejarah peradaban emas Khilafah. Dengan demikian, sudah saatnya kita campakkan sistem sekular liberal dan kembali kepada aturan yg haq yaitu syari'at Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah.
Wallahu'alam bisshowwab
Post a Comment