Definition List

Timnas Israel U-20 ke Indonesia: Antara Olahraga, Kepentingan Ekonomi dan Bela Palestina

Oleh : Lia Nurjanah

Aktivis Muslimah 


Kedatangan timnas Israel U-20 membuat polemik baru dalam dunia persepakbolaan yang akan diselenggarakan di Indonesia. Seperti yang dikutip oleh voaindonesia.com, kamis (9/3), Dua bulan menjelang pelaksanaan Piala Dunia U-20, proses pengundian peserta grup akan digelar akhir bulan ini. Kehadiran tim sepak bola Israel mulai menarik perhatian. Sejumlah kalangan secara terang-terangan menyampaikan penolakan kehadiran tim itu. 


Aksi penolakan kehadiran tim Israel di Piala Dunia U-20 mulai bermunculan. Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI KH. Muhyiddin Junaidi, Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqig, Partai Keadilan Sejahtera PKS hingga ormas yang selama ini mendorong kemerdekaan Palestina telah mendesak pemerintah agar berani mengambil sikap, dengan menolak kehadiran delegasi Israel di Piala Dunia U-20.


Faktanya mengapa polemik ini bisa terjadi, Israel adalah negara penjajah yang melakukan penyerangan ke Palestina, tidak hanya sekali atau dua kali melainkan setiap hari mereka menjajah negara palestina. Kita sebagai umat muslim tidak rela kaum muslim lainnya diperlakukan seperti itu. Bukti kita membela dengan cara menolak kedatangan timnas Israel.


Selain itu, karena sistem sekuler kapitalis yang diterapkan di negara kita saat ini, semakin menjauhkan agama dari kehidupan. Mengarahkan ide kebebasan tanpa batas, dengan alasan bebas berekspresi hingga berujung kekerasan dan kerusakan yang tiada henti.


Dalam hal lainnya dilihat dari potensi ekonomi  dari perhelatan Piala Dunia sangat besar, seperti hotel, penonton (wisatawan), dsb. Namun, potensi keuntungan ekonomi tersebut tidaklah sebanding dengan kejahatan yang dilakukan kepada saudara muslim kita di Palestina.


Maka sudah semestinya pemerintah tegas terhadap bentuk apapun yang akan menyakiti hati kaum muslimin, karena secara mayoritas penduduk negeri ini muslim, yang tidak rida terhadap bentuk kezaliman apapun.


Meski terlihat hanya sebuah pertandingan sepak bola tetapi  menjadi hal yang penting adalah ketika menerima dan membiarkan adanya negara "Israel" yang jelas-jelas tidak berdaulat secara negara mereka menduduki tanah Palestina sebagai penjajah.


Maka sudah sepantas nya kita menolak dengan keras, sebagaimana tertuang dalam pasal UUD Negara Indonesia "Bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan."


Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah, “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah suatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (Al-Baqarah : 216). 


Pada ayat 216 Surat Al-Baqarah, ditegaskan bahwa Allah telah mewajibkan kaum muslimin memerangi orang-orang kafir, padahal perang adalah pekerjaan yang sangat berat, sebab perang itu akan menghabiskan harta, dan menghilangkan jiwa begitu banyak. Tetapi kadang-kadang sesuatu yang dibenci di dalamnya terdapat kebaikan dan manfaat yang besar, dan sesuatu yang disenangi di dalamnya terdapat hal-hal yang tidak baik dan tidak bermanfaat atau membahayakan. Maka janganlah merasa tidak senang terhadap kewajiban berperang melawan musuh, sebab di dalamnya terdapat kebaikan, cepat atau lambat. Sudah menjadi sunnah Allah atau tabiat, bahwa solusi suatu masalah harus melalui jalan yang berat, sebagaimana penyembuhan penyakit, harus minum obat yang pahit.


Ayat ini adalah ayat yang pertama diturunkan mewajibkan berperang, diturunkan pada tahun 2 H. Pada priode sebelumnya, yaitu pada priode Makkah, Allah belum mengizinkan berperang, sebab pada priode tersebut kekuatan kaum muslimin belum memadai. Setelah Nabi saw. berhijrah, barulah diizinkan memerangi kaum musyrikin yang memerangi Nabi saw., dengan diturunkan ayat 39 surat Al Hajj, “Telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya…” Setelah itu barulah Allah mewajibkan berperang. (Al Maraghi, 1969, I: 132).


Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post