Oleh : Lina Ummu Najah
Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Aturan yang diundangkan pada 15 Mei 2023 ini memuat sejumlah kebijakan. Salah satunya adalah keran ekspor pasir laut yang kini dibuka kembali setelah dilarang selama 20 tahun.
Dalam Pasal 9 PP Nomor 26 Tahun 2023 disebutkan bahwa pasir laut dan/atau material sedimen lain berupa lumpur merupakan hasil sedimentasi di laut yang dapat dimanfaatkan. Khusus untuk pasir laut, dapat digunakan untuk tujuan reklamasi dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, dan pembangunan prasarana oleh pelaku usaha.
Tak hanya itu, pasir laut juga dapat diekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, bunyi ayat (2). Namun, ekspor pasir laut baru bisa dilakukan setelah mendapatkan izin usaha pertambangan untuk pernjualan.
Larangan ekspor pasir laut sebelumnya tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI No 02/M-Dag/Per/1/2007. Beberapa entitas yang dilarang dalam aturan tersebut adalah ekspor pasir laut, tanah dan top soil, termasuk tanah pucuk dan humus.
Dikutip dari laman ESDM, larangan ekspor pasir saat itu berkaitan dengan kedaulatan negara. Sebab pasir yang banyak diekspor ke Singapura digunakan untuk memperluas wilayahnya. Bahkan dari pasir laut Indonesia, Singapura berhasil memperpanjang bibir pantainya sejauh 12 kilometer. Tak hanya itu, banyak pulau di Kepulauan Riau yang tenggelam karena pasirnya telah diambil. (Kompas.com, Senin (29/5/2023)
Kebijakan ini menuai banyak kritik hingga penolakan karena dinilai banyak menimbulkan dampak negatif. Kerugian lingkungan yang terjadi dikemudian hari tidak akan sebanding dengan nilai ekspor dan pajak yang akan dikantongi pemerintah. ( cnnindonesia.com).
Dampak Buruk Ekspor Pasir
Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah mengungkapkan pembukaan ekspor pasir laut akan membawa imbas negatif terhadap lingkungan pesisir. "Dibukanya tambang pasir laut akan mengancam dan memperparah keberlanjutan ekosistem laut di wilayah tambang," ucapnya. Selain itu, ia menilai penjualan pasir laut akan mengganggu kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang menggantungkan hidup mereka pada laut di wilayah tambang tersebut. Kemudian untuk jangka panjang, kebijakan tersebut juga berpotensi mempercepat dampak bencana iklim.
Bahkan, menurutnya, eksploitasi pasir laut akan menyebabkan kelangkaan pangan. Sebab, laut merupakan salah satu sumber pangan utama masyarakat Indonesia. (Tempo.com)
Berikut adalah bahaya atau kerusakan-kerusakan yang akan terjadi bila ekspor pasir ini terus dibiarkan :
1. kerusakan ekosistem
2. Gangguan terhadap kehidupan laut
3. Kerugian sosial dan ekonomi
4. Perubahan hidrologi/pola aliran air dan mengganggu kualitas air di sekitarnya.
5. Hingga mengancam kedaulatan negara.
Karpet Merah untuk Oligarki
Bila melihat fakta di atas serta dampak yang di timbulkan begitu besar harusnya pemerintah mengkaji ulang sebelum membuat kebijakan jangan hanya tergiur uang recehan dengan dalih memanfaatkan hasil sedementasi, rakyat dan lingkungan yang justru jadi tumbal.
Alih-alih menjadi keran pemasukan negara justru negara dibuat buntung disebabkan dampak yang di timbulkannya begitu besar. Ini baru dilihat dari sisi untung rugi. Apalagi kalau melihat dengan kacamata syariah, jelas pengeskporan ini haram karena selain menimbulkan kerusakan terhadap alam, terganggunya masyarakat setempat juga eksploitasi ini hanya untuk kepentingan dan memperkaya segelintir orang. Ya siapa lagi kalau bukan oligarki.
Hal ini pun diaminkan oleh Manajer Kampanye Pesisir dan Laut di Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Parid Ridwanuddin menilai aturan ini lebih banyak berisi terkait bisnis tambang pasir laut.
"Dalam PP itu ada politik bahasa, seolah-olah orang itu tidak sadar kalau dikasih nama sedimentasi laut, padahal kalau dibaca isinya kan sebenarnya bisnis tambang laut," kata Parid kepada Kompas.com, Senin (29/5/2023).
Jelaslah bahwa dibuatnya PP tentang ekspor pasir ini pemerintah sedang membentangkan karpet merah untuk para pebisnis eksportir/ oligarki dalam mengeruk SDA secara bebas dan legal. Ini sekaligus mengonfirmasi kegagalan dan ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola SDA di negeri ini.
Ini semua memang tidak terlepas dari sistem kapitalisme yang menjeratnya. Kapitalisme membuat peran pemimpin sebagai regulator menjadi mandul sehingga masih terus saja dikendalikan oleh pihak-pihak oligarki.
Perspektif Islam dalam Pengelolaan SDA dan Pemanfaatan Sedimentasi
Menurut pandangan Islam, pasir termasuk kekayaan alam dan bagian dari kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara. Dengan catatan tetap memperhatikan kondisi lingkungan dan ekosistem yang ada termasuk pendapat para ahli harus didengarkan dan dilaksanakan dengan tetap merujuk kepada nash-nash syariah.
Adapun hasilnya akan digunakan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sehingga, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum termasuk pengelolaan atau pendistribusian sumber daya alam kepada individu, swasta apalagi asing.
Dalam pengelolaan kepemilikan umum, merujuk pada sabda Rasulullah SAW:
”Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api.” (HR Ibnu Majah).
Rasulullah SAW juga bersabda:
”Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api.” (HR Ibnu Majah)
Islam dengan kesempurnaan sistemnya juga mampu menyuguhkan solusi terhadap kelestarian dan penjagaan serta keseimbangan lingkungan termasuk hasil dari sedimentasi.
Sedimentasi laut merupakan proses pengendapan yang terjadi di laut, saat material-material laut dipindahkan oleh kekuatan laut. Jika proses sedimentasi tak mengganggu kehidupan manusia, maka negara akan membiarkan hal tersebut. Akan tetapi, jika menimbulkan gangguan pada kehidupan, maka negara akan melakukan tindakan khusus, misalnya pengendalian abrasi melalui metode costal engineering atau yang lainnya. Tanpa menilik biaya atau hitungan untung rugi. Karena prioritas utama yang ditetapkan negara adalah keselamatan nyawa rakyat serta terpenuhinya seluruh kepentingan rakyat juga termasuk di dalamnya perbaikan ekosistem laut.
Sistem Islam, satu-satunya sistem yang adil dalam mengurusi kehidupan. Kepentingan umat terlindungi dengan adil dan bijaksana dalam sistem yang memposisikan umat dan kekayaannya sebagai amanah. Bukan obyek kapitalisasi yang dijarah.
Karena itulah sistem Islam dikenal sebagai sistem mampu melindungi manusia, alam semesta dan kehidupan.
Wallahu a'lam bishowwab.
Post a Comment