Oleh Aghniarie (Penulis)
Taliban, kemenangannya mulai diakui banyak pihak. Namun, arus opini terus digelontorkan agar waspada terhadap pengaruh kelompok radikal dalam memanfaatkan situasi untuk mengangkat narasi negara Islam dan radikalisme. Inilah fakta nyata dari perang global terorisme. Tidak lain adalah perang global melawan pergerakan Islam secara formal.
Seperti ungkapan dari, Kabag Ban Ops Densus 88 Mabes Polri Kombes Aswin Siregar, yang menyatakan. "Taliban, setelah penguasaan sebagian wilayah Afghanistan, bisa menjadi daya tarik kelompok radikal di Indonesia. Sejak tahun 1980 Afghanistan sudah menjadi tempat para teroris termasuk dari kelompok radikal Indonesia." (detiknews.com, 24/8/2021)
Selaras dengan pandangan dari seorang pakar terorisme dari Universitas Indonesia (UI) Ridlwan Habib, yang mengatakan "Kemenangan Taliban di Afghanistan bisa memicu semangat kelompok radikal di Indonesia untuk mendirikan negara Islam." (detiknews.com, 19/8/2021)
Demikianlah, mereka terus menerus berprasangka buruk terhadap Islam dan kaum muslimin. Padahal, semenjak kemenangan Taliban di tanah Afghanistan hingga saat ini tidak ada deklarasi dari Taliban akan menerapkan syariat Islam di negeri Afghanistan.
Malahan, Taliban saat ini berbeda dengan Taliban pada era 2001 bersama Al-Qaidah. Saat ini kebijakan Taliban terhadap AS. Perlu dicurigai dan harus diwaspadai. Karena saat ini hubungan antara Taliban dan AS bukan lawan atau musuh sejak adanya kesepakatan perjanjian Doha. Dan penarikan militer AS dari Afghanistan dengan cuma-cuma, menunjukkan adanya sesuatu yang telah diraih AS atas negeri yang selama 20 tahun lebih berusaha dikuasainya Ini. Ada apa dibalik semua itu?
Narasi, Kelahiran Taliban
Taliban adalah organisasi yang telah lama dipersiapkan oleh badan intelijen Pakistan atas sepengetahuan badan intelijen AS dengan tujuan untuk menggantikan posisi kelompok hekmatyar. Pada tahun 1997 terjadi perundingan antara Taliban dengan perusahaan Unocal milik AS dan perusahaan Delta milik Saudi Arabia yang menyepakati kerjasama pengaliran gas dari Asia Tengah lewat Afghanistan dengan tujuan Pakistan dan Samudera Hindia namun pada tahun 1998 terjadi pengeboman pada kedutaan besar AS di kenya dan tanzania yang berdampak harus dihentikannya rencana tersebut.
Saat itu, di dalam Taliban ada Al-Qaidah dan Usamah bin Ladin. Setelah AS dan Saudi Arabia mengevaluasi hubungan tersebut. Mereka menuduh bin Ladin adalah otak di balik pelaku pengeboman itu. Sejak saat itu AS melepaskan hubungan dengan Taliban dan berupaya keras untuk menggalang kekuatan di luar Taliban, menghancurkan Al-Qaidah dan memburu Usamah bin Ladin.
AS juga berhasil menghentikan dukungan Pakistan terhadap Taliban. Bahkan Pakistan mengizinkan AS untuk menggunakan pelabuhan dan wilayah utara hingga pangkalan militernya ke Afghanistan. Maka dimulailah serangan AS ke Afghanistan secara membabi buta, di bawah slogan war on terrorism serta pemburuan terhadap Usamah bin Ladin dan Al-Qaidah.Setelah peperangan yang tidak seimbang antara AS dan Afghanistan dari segi kekuatan dan dukungan negara-negara lain. Akhirnya Pakistan jatuh ke tangan AS pada tahun 2001.
Kemudian presiden Afghanistan ditentukan oleh AS yakni dengan memilih seorang agen CIA, Hamid Karzai yang didatangkan dari AS. Pasukan AS di Afghanistan sampai mencapai 100.000 pada tahun 2010 Namun upaya keras AS tidak mampu menumbangkan kekuatan kaum muslimin Afghanistan. Tetapi, pada 2 Mei 2011 Usamah bin Ladin, diklaim telah tewas oleh AS dengan operasi pasukan khususnya. Kemudian, AS melakukan berbagai perundingan dengan para senior Taliban, dan Pakistanlah yang menjadi penghubungnya.
Setelah sembilan kali negosiasi, dengan sebelumnya AS menanamkan para agennya baik di tubuh Taliban seperti Baradur dan di Pemerintahan Afghanistan seperti Khalilzad. Alhasil pada 29 Februari 2020 lahirlah perjanjian Doha antara AS dan Taliban. Di mana, dalam kesepakatan tersebut menyatakan, "AS akan menarik pasukannya dari Afghanistan dalam 14 bulan jika Taliban memenuhi janjinya, bedasarkan dalam perjanjian doha di Qatar hari ini."
Kini semua, pasukan AS di wilayah Afghanistan ditarik mundur. Padahal AS selama 20 tahun sebelum perjanjian Doha ini tidak pernah berhenti melancarkan serangannya kepada Afghanistan demi tujuan besarnya.
Lantas, dengan penarikan pasukan AS yang dijembatani oleh perjanjian Doha. Apakah AS telah atau akan mendapatkan apa yang diinginkannya dari Afghanistan?
Pesona Afghanistan
Dari narasi tentang Taliban di atas dapat ditarik benang merahnya. Bahwa, AS tidak akan melepaskan Afghanistan. Ditarik mundurnya pasukan militer AS dari wilayah Afghanistan adalah untuk mengubah strategi, dari strategi penjajahan fisik menjadi penjajahan politik, hukum dan ekonomi karena telah bercokol kaki tangan AS di Afghanistan dan di sekitar luar Afghanistan. Ini persis seperti kemerdekaan yang di raih Indonesia, lepasnya Indonesia dari penjajahan fisik belanda, Jepang dan portugis. Masuk ke penjajahan gaya baru yang tak kalah merusak negeri dan penduduknya. Eksploitasi SDA semakin masif dan rakyat pribumi semakin miskin.
Hengkangnya AS secara fisik dari Afghanistan, datang Cina yang membawa janji akan membangun Afghanistan melalui jalur investasi. Nyatalah perusahaan tambang milik Cina telah mengantongi izin 30 tahun untuk menambang di provinsi logar, Afghanistan. Cina butuh akan bahan baku mineral, sehingga Cina dan sekutunya, yakni Rusia akan menggalakkan kerjasama di bidang bisnis dengan Taliban, kelompok yang memimpin Afghanistan saat ini.
AS atau Cina sama-sama negara imperialis modern yang menjajah lewat korporasi, mengincar harta kekayaan kaum muslim. Jadi keberadaannya merugikan dan sangat berbahaya. Lantas, pertanyaannya bukankah Afghanistan itu negara gersang yang miskin, apa yang menjadi pesona Afghanistan sehingga negara-negara adidaya, AS dan cina memperebutkan Afghanistan?
Menurut Peesiden PKAD (Pusat Kajian dan Analisiss Data), meski Afghanistan menjadi negeri terkungkung dengan dikelilingi pegunungan. Namun SDA yang terkandung di dalamnya sangat melimpah juga ada kekhawatiran berkembangnya kekuatan khilafah di sana. Menurut ahli geologi AS, Afghanistan diperkirakan memiliki kekayaan mineral hampir satu triliun dolar AS atau setara dengan Rp 14.000 triliun (kurs 14.000). Kekayaan tambang yang dimiliki berupa bijih besi, tembaga, lithium, kobalt, logam langka, dengan kandungan yang banyak. Dan harganyapun meroket.
Seperti halnya Indoneaia melimpahnya kekayaan alam tidak serta merta menjadikan negeri dan rakyatnya sejahtera. Demikian pula Afghanistan 90% rakyatnya hidup dibawah kemiskinan. Bank dunia pun mengatakan ekonomi Afghanistan masih rapuh dan sangat bergantung pada bantuan asing.
Kemenangan Semu, Penuh Tipu Daya
Kemenangan Taliban atas AS, gambarannya sama seperti kemerdekaan Indonesia dari Belanda dan sekutunya. Kemenangan semu yang tidak mampu menuju kemandirian baik secara politik maupun ekonomi dan kedaulatan atas negerinya pun tidak dimiliki. Para pemimpin negeri seolah menjadi kacung di negerinya sendiri. Nurut dan manut terhadap permintaan tuan internasionalnya. Inilah yang akhirnya terjadi. Yakni penjajahan gaya baru yang mana bukan lagi penjajahan secara fisik. Melainkan penjajahan dalam bentuk perjanjian-perjanjian yang mampu mengutak-atik hukum konstitusi sesuai kepentingan para korporat.
Terlebih lagi, Taliban tidak hanya dijadikan objek sebagai jalur untuk mengeksploitasi negeri muslim Afghanistan. Tapi juga dijadikan bahan untuk meredupkan gejolak perjuangan syariat Islam dalam bentuk penegakkan khilafah. Bahkan memonsterisasi khilafah, sehingga umat Islam menjauhkan diri dari ide-ide khilafah. Apalagi saat ini, persatuan kaum muslimin masih tercerai-berai.
Pelajaran penting yang dapat diambil dari peristiwa ini adalah kaum muslimin harus menyadari, bahwa kembalinya umat Islam untuk memahami Islam kafah sangatlah krusial. Agar umat Islam bisa memahami agamanya dengan baik, menyadari persatuan yang terikat harus dengan akidah islamiah dan kepemimpinan yang dimiliki haruslah kepemimpinan Islam. Sehingga tidak mudah diprofokasi oleh musuh-musuh Islam hingga akhirnya mampu mengelola negerinya sesuai aturan Islam, leluasa dalam menyejahterakan rakyatnya dan kuat daulatnya atas negeri yang dipimpinnya.
Wallahu'alam bishshawab.
Kemenangan semu yang diperoleh Thaliban menegaskan pentingnya mendirikan khilafah Islamiyyah sesuai metode Rasulullah..
ReplyDeletePost a Comment