Oleh Atik Sukarti
Pegiat dakwah literasi
Fenomena yang cukup fantastis disaat rakyat berjuang untuk mempertahankan hidup karena pandemi, mencuat kabar yang membuat rakyat meringis. Bagaimana tidak? Pengakuan yang dibuat oleh Krisdayanti, seorang diva Indonesia yang kini duduk di jajaran legislatif negeri ini mendadak menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat.
Dalam sebuah video bertajuk "NEKAT! KRISDAYANTI BERANI BICARA POLITIK DI SINI!| AF UNCENSORED" yang ditayangkan akun YouTube Akbar Farzel Uncensored. Secara blak-blakan Krisdayanti mengungkapkan jika setiap tanggal 1 mendapatkan gaji pokok sebesar Rp 16 juta dan tanggal 5 mendapatkan tunjangan sebesar Rp 59 juta.
Krisdayanti juga menyebutkan sejumlah uang sebagai dana aspirasi yang diterima 5 kali dalam setahun yaitu sekitar Rp 450 juta. Sementara untuk kunjungan dapil, ia menerima dana sekitar Rp 140 juta.
Anggota komisi IX DPR itu kemudian meluruskan jika dana reses yang diterimanya tidak masuk ke kantong pribadi tetapi untuk pembiayaan kegiatan reses guna menyerap aspirasi rakyat di daerah pemilihan masing-masing.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia(Formappi) Lucius Karus berpendapat jika jumlah gaji yang diterima oleh anggota dewan tidak sebanding dengan kinerja yang dihasilkan. Bagaimana bisa dengan pendapatan sebesar itu kinerja DPR selalu buruk bahkan ambruk. Terbukti dari sedikitnya rancangan perundang-undangan yang disahkan oleh DPR. Bahkan RUU yang telah disahkan tidak sesuai dengan suara hati nurani rakyat(kompas.com 15/9/2021).
Sungguh mencengangkan. Pendapatan yang diterima anggota dewan begitu besar nominalnya. Bahkan dinilai tidak layak mengingat kondisi perekonomian bangsa yang sangat memprihatikan. Para wakil rakyat yang seyogyanya memperjuangkan aspirasi dan hak-hak rakyat justru bersenang-senang dengan uang rakyat. Bukankah gaji yang dibayarkan kepada para legislatif diambil dari APBN? Seperti yang telah kita ketahui bersama jika sumber APBN sebagian besar adalah dari pajak rakyat.
Slogan demokrasi yang katanya berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat hanya sebuah ilusi semata. Dana APBN yang begitu besar tidak dipergunakan untuk mengurusi kepentingan rakyat. Alih-alih memikirkan kepentingan rakyat justru sejumlah anggaran dihabiskan untuk pembiayaan aspirasi yang disalurkan dalam bentuk kerja-kerja legislasi dan ujung-ujungnya tidak sampai kepada rakyat. Alhasil rakyat hanya akan menjadi sapi perah untuk mengenyangkan perut penguasa saja.
Begitulah jika negara menganut sistem demokrasi yang cacat. Sistem yang bersumber pada akal manusia yang serba terbatas. Jika ditelaah kembali, tidak mungkin sistem yang berasal dari kepala manusia dapat mengatur semesta alam dan membawa kesejahteraan bagi umat. Seharusnya kedaulatan memang tidak boleh di tangan rakyat. Akan tetapi kedaulatan berdasarkan hukum syara. Satu-satunya sistem yang dapat membawa perubahan cemerlang adalah sistem Islam.
Akan sangat berbeda jika negara menerapkan sistem Islam. Dimana aturan tidak lagi dari otak manusia yang terbatas, melainkan dari Sang Khaliq. Dalam sistem Islam ada majelis umat. Majelis umat adalah orang-orang yang mewakili kaum muslim dalam menyampaikan pendapat sebagai bahan pertimbangan bagi Khalifah.
Keberadaan majelis umat secara syar’i ditetapkan berdasarkan perilaku Rasulullah saw dan para sahabat. Rasulullah saw dalam urusan-urusan tertentu bermusyawarah dengan para sahabat besar. Beliau sering meminta saran dan pendapat mereka dalam urusan-urusan tertentu. Hanya saja, ada beberapa sahabat yang sering diajak bermusyawarah dan dimintai pendapat oleh Nabi saw.
Dalam hal ini Majelis Umat terdiri dari perwakilan-perwakilan majelis wilayah yang terdiri dari orang-orang yang ahli dalam bidang tertentu seperti ahli politik, ahli ekonomi, ahli kimia dan sebagainya. Mereka digaji berdasarkan keahliannya dalam menyelesaikan masalah umat. Sehingga uang negara tidak dihambur-hamburkan untuk sebuah pekerjaan yang tidak jelas. Dalam sistem Islam para pejabat melaksanakan tugasnya berdasarkan ketaatan kepada Allah SWT, sehingga segala aktivitas dapat terkontrol dengan baik.
Wallahua'lam bishshawab.
Post a Comment