Oleh : El Syifa Abdurahman
Beberapa waktu yang lalu, publik dihebohkan dengan ditemukannya jasad seorang wanita yang tergeletak di pemakaman. Jasad tersebut diketahui adalah seorang mahasiswi yang diduga bunuh diri.
Fakta baru terungkap setelah polisi melakukan penangkapan terhadap mantan kekasih korban yang merupakan seorang polisi berinisial R, bertugas di Polres Pasuruan, Jawa Timur.
Dikutip dari Okenews.com, dalam keterangan yang disampaikan Wakapolda Jawa Timur, Brigjend Pol Slamet Hadi Suprotoyo, mereka berkenalan pada 2019 dan menjalin hubungan pacaran. Selama berpacaran keduanya sering melakukan hubungan layaknya suami istri. Sejak 2020 hingga 2021, dari hubungan tersebut korban hamil sebanyak dua kali.
Lebih lanjut Slamet mengatakan bahwa keduanya melakukan aborsi bersama yang dilakukan pada bulan Maret 2020 dan Agustus 2021.
Bripda R kini sudah ditahan pihak kepolisian, jerat pasal kode etik dan pidana umum sudah menantinya. Ia dijerat pasal 7 dan 11 dari Perkab No. 14 tahun 2011 dan pidana umum pasal 348 juncto 55.
Mencuatnya kasus ini menuai beragam tanggapan, diantaranya datang dari Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andi Yetriyani yang menyatakan, kematian tragis mahasiswa Universitas Brawijaya Malang, Novia Widyasari harus menjadi pelajaran bagi upaya penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Seperti dikutip dari portal berita online liputan 6.com, ia menyatakan "kasus ini merupakan alarm keras pada kondisi darurat kekerasan seksual di Indonesia yang membutuhkan tanggapan serius dari aparat penegak hukum, pemerintah, legislatif dan masyarakat".
Hal senada juga di sampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga yang menilai kasus ini adalah kekerasan dalam pacaran sebagai tindakan yang dapat merugikan salah satu pihak. Kementrian PPPA juga mendukung langkah cepat dari Kapolri dan semua jajarannya agar kasus ini dapat diselesaikan sesuai hukum yang berlaku.
Respon masyarakat dunia maya juga cukup reaktif terhadap kasus ini. Hingga tagar save Novia Widyasari pun menjadi trending di twitter.
Tentu kita prihatin dengan kasus ini, dan berempati terhadap korban serta keluarganya. Dan berharap Bripda R di hukum atas perbuatannya.
Munculnya peristiwa ini semakin menambah daftar panjang kasus serupa di tengah-tengah masyarakat. Mulai dari bunuh diri, aborsi, hingga pergaulan bebas. Inilah yang harus kita lihat secara teliti, mengapa hari ini kita melihat persoalan seperti kasus di atas semakin marak terjadi.
Menurut data dari kepolisian di Indonesia, pada tahun 2020 dilaporkan terdapat 671 orang melakukan bunuh diri. Sedangkan BPS mencatat sepanjang 2020 terdapat total 5.787 kasus bunuh diri dan percobaan bunuh diri (Galamedianews.com,11/09/2021).
Angka aborsi di Indonesia juga cukup tinggi, berdasarkan hasil penelitian Guttmacher Institut yang dikutip dari Solopos.com, Senin (17/2/2020) diperkirakan ada dua juta aborsi yang terjadi di Indonesia. Hal yang disebabkan banyaknya kehamilan yang tidak diinginkan. Seperti yang sudah diketahui, masyarakat hari ini diatur oleh sistem sekuler, dimana agama tidak dilibatkan dalam mengatur kehidupan.
Maraknya pergaulan bebas seperti pacaran adalah akibat dari penerapan sistem sekuler ini. Sistem yang mengesampingkan agama dalam mengatur interaksi dengan lawan jenis.
Dalam sistem sekuler manusia bebas berkhalwat, pacaran atau melakukan zina, naudzubillah. Marak terjadi kehamilan tidak diinginkan berujung aborsi, akibat dari pergaulan bebas.
Negara juga abai terhadap pelaku zina, tidak ada sanksi terhadap zina jika dilakukan atas dasar suka sama suka.
Akhiri Dengan Penerapan Islam kafah
Rusaknya tatanan sosial akibat penerapan sekulerisme harus diakhiri dengan menjadikan agama (Islam) sebagai tolok ukur suatu perbuatan. Sebagai agama yang sempurna Islam memiliki aturan yang lengkap mengenai sistem pergaulan yang sahih. Yang hanya bisa terwujud sempurna dalam bingkai sistem khilafah.
Ada tiga pilar dalam sistem Islam yang akan menopang terwujudnya pergaulan yang sahih di tengah masyarakat.
Pertama, ketakwaan individu warga negara, yang mana kondisi ini akan diupayakan oleh negara dengan menciptakan lingkungan yang steril dari tayangan yang mengumbar aurat dan syahwat.
Negara juga akan membina masyarakat dengan pemahaman Islam tentang menundukkan pandangan, larangan khalwat dan ikhtilat. Sehingga masyarakat paham dan mematuhinya atas dasar ketakwaan bukan keterpaksaan.
Kedua, kontrol masyarakat terhadap pergaulan bebas. Masyarakat yang telah terbina dengan pemahaman Islam akan menjadi masyarakat yang peka terhadap pelanggaran hukum Islam sehingga jika terjadi pelanggaran seperti perzinaan, aborsi, atau semisalnya masyarakat akan aktif mengingatkan dan mencegah penyebarannya.
Ketiga, peran aktif negara. Sanksi akan diterapkan bagi para pelaku zina. Sanksi untuk pezina yang belum menikah adalah dengan dicambuk 100 kali dan diasingkan. Ini adalah bentuk penjagaan negara terhadap warganya, agar perzinaan tidak merebak di tengah masyarakat.
Wallahu'alam bisshowab
Post a Comment