"Mereka melakukan makar (tipu daya), dan Allah membalas makar (tipu daya) mereka itu. Dan Allah sebaik-baiknya Pembalas makar (tipu daya)." Demikanlah janji Allah Swt. dalam Al-Qur'an surat Ali Imran: 54 atas musuh-musuh Islam, si pembuat makar.
Makar rezim tercium oleh para pengamat yang peka terhadap tipu muslihatnya dalam mengalihkan isu. Tagar yang ramai di sosial media (sosmed) tentang tuntutan "bubarkan MUI" merupakan kasus kedua yang sebenernya pengalihan isu dari kasus pertama terkait ditangkapnya 3 orang ustaz yakni Ahmad Zain an-Najah (anggota Komisi Fatwa MUI), Ahmad Farid Okbah (Ketua Umum Partai Dakwah Indonesia), dan Anung al-Hamat, secara brutal oleh Densus 88. Bahkan Hak terdakwa yang dilindungi oleh UU pun diabaikan. Yakni pasal 69 KUHP yang tertulis bahwa setelah seseorang tertangkap ia berhak menghubungi/didampangi pengacara/kuasa hukumnya.
Seperti yang disampaikan Syahrul Aidi, anggota DPR fraksi PKS "Penangkapan beberapa ulama akhir-akhir ini merisaukan kita. Kemudian ditambah lagi ada narasi yang berkembang agar MUI juga dibubarkan. Kita tidak tahu narasi seperti apa dan ending bagaimana yang diharapkan oleh oknum yang menghembuskannya. Menurut kita ini berlebihan," pesan singkatnya, Senin (22/11). (republika.com, 23/11/2021)
Demikian juga, Hidayat Nur Wahid. Ia menilai, isu pembubaran MUI bukan berasal dari pihak yang tulus melawan terorisme. Melainkan ada pihak yang memanfaatkan isu terorisme agar MUI dibubarkan serta melemahkan dan memecah belah umat. (pikiran-rakyat.com, 18/11/2021)
Ini menunjukkan bahwa desakan agar MUI dibubarkan merupakan setingan. Dibaliknya ada pihak tertentu yakni kelompok islamofobia yang mendapatkan dukungan dari rezim penguasa. Untuk mengadudomba dan memecah belah umat.
Blunder Bagi Umat Islam
Blunder atau kesalahan fatal dalam menyikapi suatu perkara terjadi dalam penyikapan viralnya tagar bubarkan MUI. Umat Islam terkecoh dan masuk jebakan batman. Ketidakkompakan kaum muslimin dan ketidakjelian dalam menangkap isu yang dipermainkan rezim. Menghasilkan sikap, bukan pembelaan terhadap ulama yang dikriminalisasi dengan cap teroris. Serta tidak melahirkan kemarahan terhadap tindakan brutal Densus 88 dalam proses penangkapan para ustaz.
Memang benar isu bubarkan MUI ini harus ditolak dan dilawan oleh seluruh kaum muslimin. Namun kita juga tetap harus cermat, tidak teralihkan dari menyuarakan sikap barbar Densus 88, keganjilan penangkapan ketiga ustaz tersebut, serta lemahnya penanganan pemerintah.
Sayang faktanya yang terjadi, umat terseret dalam argumen pembubaran MUI dan masuk ke perangkap selanjutnya. Pembelaan terhadap narasi pembubaran MUI sangat banyak. Tetapi ketika masuk ke dalih "penyusupan teroris terjadi di mana-mana" Umat berkilah "jika ada tikus dilumbung padi, cukup tikusnya yang harus dibakar bukan lumbung padinya. Jika negara tersusupi terorisme, tidak harus negaranya yang dibubarkan cukup ciduk para terorisnya." Akhirnya umat terpaksa mengiyakan adanya teroris yang menyusup ke badan MUI.
Karena menjadi pihak yang tertuduh akhirnya umat membenarkan opini yang berkembang. Dan yang tak kalah mirisnya adalah hilangnya asas praduga tak bersalah dalam kasus terorisme yang menjerat tiga ustaz tersebut.
Perangkap selanjutnya terjadi tuntutan agar MUI lebih selektif. MUI pun seolah menyetujui tuntutan tersebut, bahkan MUI berniat melakukan bersih-bersih internal. Kenapa MUI jadi kelabakan harus melakukan bersih-bersih? Tidak merasa bahwa itu adalah fitnah yang sangat keji terhadap para ulama yang hanif.
Wajah Baru MUI
Bersih-bersih seperti apa yang akan dilakukan oleh MUI terhadap para anggotanya? Sedangkan sudah rahasia umum bahwa stigmatisasi terorisme selalu menyasar kalangan yang berpegang teguh pada syariat Allah. Serta keberadaan rezim yang semakin oligarki dan nyata nampak ketidaksukaannya terhadap Islam, dengan melabeli ajaran Islam (seperti jihad dan khilafah) yang berpotensi menggeser syahwat jabatan duniawinya dengan label Radikal, teroris dan sebagainya.
Pengamat politik, Ichsanudin Noorsi pernah menyampaikan bahwa betapa banyak pengkhianat di Indonesia. Berdasarkan kajian Ichsanudin tahun 97-98 kekuatan Indonesia hanya dua, ada pada TNI dan Umat Islam. Namu sekarang kekuatan TNI sudah t bbukumbang sejak adanya Reformasi TNI. Sekarang tinggal umat Islam. Ia menegaskan bahwa umat Islam akan masuk ke ajang adu domba. Nyatalah saat ini terjadi, melecutnya wacana dari mulai tuntutan pembubaran MUI hingga tuntutan bersih-bersih internal MUI adalah bagian dari strategi adu domba tersebut. Malah tidak hanya adu domba target lainnya adalah mengubah wajah baru MUI.
Apalagi beberapa waktu lalu MUI merekomendasikan agar tidak ada stigma negatif terkait "khilafah dan jihad." Bahkan salah satu dari tiga ustaz yang ditangkap itu, pernah menyambangi presiden Jokowi dan memberikan nasehat. Sehingga jelas target dari agenda bersih-bersih yang akan dilakukan adalah MUI tidak mungkin untuk bisa dibubarkan. Namun, MUI akan membersihkan para ulama yang hanif, yang konsisten, yang memperjuangkan kebenaran Islam, yang mendukung syariat dan khilafah. MUI akan kembali didesain ulang, menjadi organisasi yang berisi orang-orang yang sejalan dengan rezim yang tidak akan berkutik atas kebijakan rezim yang semakin liberal dan jauh dari tuntunan Islam. Inilah sebenarnya target besar yang ingin diwujudkan, yakni menjauhkan Islam dari kehidupan.
Cahaya dan Kegelapan Tidak Akan Bisa Bersatu
MUI yang merupakan manifestasi perjuangan kaum muslim sejak masa jajahan kafir barat hingga kemerdekaan yang berselimut kecurangan. MUI adalah organisasi resmi pemerintah yang didirikan pada masa pemerintahan soeharto, 26 Juli 1975 di Jakarta. Organisasi ini, wadah musyawarah para ulama muslim di Indonesia. Harapan dari keberadaan MUI sesungguhnya adalah untuk menjadi payung besar bagi lembaga atau ormas, cendekiawan juga ulama Islam. Sedangkan peran besar MUI yang paling nampak adalah sebagai penetapan idul adha, idul fitri, dan satu-satunya lembaga yang berwenang mengeluarkan sertifikasi halal bagi produk yang dikonsumsi masyarakat. Namun, dengan perkembangan politik yang ada dan makin menguatnya kekuasaan oligarki yang otoriter dan kapitalistik di dalam tubuh pemerintahan, peran MUI mulai terpinggirkan. Sertifikasi halal tidak hanya menjadi kewenangan MUI. Karena,Pemerintah membuka lembaga-lembaga yang lain dalam pemberian sertifikasi halal.
Sedangkan saat ini, rezim juga sedang memiliki proyek besar yakni "Moderasi Beragama" dan bukan hal yang mustahil MUI akan dijadikan alat untuk memuluskan perjalanan moderasi beragama. Jadi MUI tidak akan dibubarkan tapi akan diganti oknumnya dengan wajah-wajah yang selaras dengan rezim penguasa. Inilah bahaya yang mengintai sesungguhnya.
Mereka berupaya untuk mencampuradukkan yang hak dan yang bathil demi tetap berlangsungnya kekuasaan yang mereka genggam. Akhirnya banyak dari kaum muslim yang terkontaminasi dengan semangat liberalisme dalam menjalankan syariat Islam yang sudah dibelokkan (tidak lagi sesuai Qur'an dan sunnah) seperti Islam Nusantara, Moderasi beragama dan lain sebagainya. Padahal liberalisme tidak bisa hidup dalam tubuh Islam. Islam dan liberalisme bagai air dan minyak yang tidak akan pernah bersatu, meski dipaksakan dan diaduk dengan kekuatan yang sangat besar sekalipun. Islam tidak mengenal kebebasan yang tiada batas. Karena nafas Islam adalah sami'na wa atho'na (mendengar dan ta'at) kepada Allah SWT. Kaum muslimin wajib terikat pada hukum-hukum syara', itu merupakan konsekuensi atas keimanannya.
Umat Islam harus menyadari perannya sebagai umat terbaik, bahkan dunia mudah baginya untuk digenggam. Demikianlah hegemoni Islam mampu memimipin peradaban dunia selama belasan abad tanpa tandingan. Selama Islam menjadi pedoman dalam hidup yang dijalankan secara kafah, baik secara individu, masyarakat hingga negara. Dan diterapkan di semua lini kehidupan baik sosial, budaya, pendidikan, ekonomi, politik, militer, hubungan luar dan dalam negeri dan lain sebagainya. Islam adalah sistem kehidupan yang sempurna yang selalu relevan sepanjang zaman. Selain memiliki sistem yang unggul yakni syariat Islam, kaum muslimin pun diberkahi dengan negeri yang berlimpah Sumber Daya Alam (SDA) dan pasokan energi yang melimpah serta wilayah yang strategis di dunia.
Untuk itu, agar umat Islam kembali menjadi umat mulia di dunia hingga akhirat. Umat Islam harus kembali memahami agamanya dengan cara aktif thalabul ilmi (mengkaji Islam secara kafah) dan bergabung dalam jemaah dakwah yang konsisten dalam menyuarakan Islam. Agar kaum muslimin kembali memiliki semangat berislam kafah bukan semangat liberalisme. Serta menyadari berbagai makar jahat yang dibangun musuh-musuh kaum muslimin dan tidak terperosok ke dalamnya.
Wallahu'alam bishshawab.
Post a Comment