Definition List

Flexing Zone, Dikit-Dikit Pamer


Oleh : Fika Adriani (Pengajar)


Tidak bisa dipungkiri jika saat ini kita berada dalam era digital, semua kecanggihan teknologi saat ini memberikan berbagai macam kemudahan. Akan tetapi tidak jarang sampai kebablasan, seperti fenomena flexing ini. Menurut Sekretariat Revolusi Mental Kemenko PMK yang mengutip dari laman Youtube Profesor Renald kasali, Flexing merupakan istilah yang biasa digunakan untuk pamer kekayaan. Menurut kamus _Meriem-webster_, flexing adalah memamerkan sesuatu yang dimiliki secara mencolok. Sedangkan menurut _Cambrige Dictionary_,  flexing adalah menunjukan sesuatu yang diraih atau capai tetapi dengan cara yang dianggap orang lain tidak menyenangkan. Selain itu kata “flex” atau flexing adalah melunturkan otot seseorang yaitu untuk menunjukan seberapa kuat otot seseorang dan seberapa siap untuk bertarung.


Rapper _ice cube_ secara khusus menggunakannya dalam lagunya pada tahun 1992. Yang berjudul _It was a Good Day_ dengan liriknya  _Saw the police and they rolled past me no flexin’, didnt even look in a n*gga’s direction ass i ran into intersection_. Menurut laman _Dictionari.com_ asal mula kata flexin merupakan bahasa gaul dari kalangan kulit hitam untuk menunjukan “keberanian” atau “pamer” di era tahun 1990an. Bisa disimpulkan flexing dalam bahasa gaul adalah orang yang suka memamerkan kekayaan meski pada realitasnya tidak kaya atau hanya mengada-ada.


Founder Yayasan Rumah Perubahan Prof. Renald Kassali, mengatakan bahwa belakangan ini di era sosial media banyak orang-orang yang muncul menguasai sosial media. Mereka secara bebas menayangkan sesuatu tanpa pelantara atau editor atau penyaring sehingga semua orang bisa jadi terkenal. 


“Kita menyaksikan banyak youtuber yang menggunakan kekayaan atau seakan-akan kaya. Kalau mereka menyebut barangkali belum kaya.” Kata Prof. Renald dalam laman youtubenya, Jakarta, Sabtu (22/1/22). Lanjutnya lagi sebagai contoh fenomena BTS meal “ada seorang gadis kecil yang bernama Sisca Kohl dan adiknya Aliyyah Kohl yang memamerkan BTS meal sambil memgenakan baju berwarna ungu Penuh di mejanya dan banyak sekali.” 


Ada lagi seorang pengusaha kosmetik yang menghadiahkan pesawat jet pada acara annivesary pernikahannya.  Menurut Prof Renald, kalaupun itu  benar-benar terjadi seharusnya lebih melihat itu sebagai privasi karena akan menghadapi kesulitan. Sebab, tidak berselang lama yang mengucapkan selamat adalah Dirjen Pajak, pasti Private Jet tersebut akan dikenai pajak.


“Itulah sebabnya orang yang kaya beneran tidak mau menunjukan bahwa rumahnya mewah, dari luar biasa saja namun setelah masuk ke dalam ternyata mewah sekali.” Kenang Prof. Renald ketika berkunjung ke suatu daerah saat sedang menjalankan tugas sebagai wartawan. Lanjutnya lagi fenomena review saldo gencar beredar. Menurutnya aktivitas flexing ini mungkin hanya untuk kesenangan belaka, karena angka bisa diedit dan pengakuan bisa dibuat. Namun, hal tersebut dapat ditiru oleh orang lain dan bahkan bisa menjadi gaya hidup suatu generasi. 


Dampak Flexing 

Dikutip dari kontan.com, biasanya semakin kaya seseorang, ia semakin membutuhkan privasi dan tidak mau menjadi pusat perhatian. Hal ini ditegaskan oleh Prof Renald Kasali bahwa orang yang berprilaku flexing adalah bukan orang kaya yang sesungguhnya. Orang kaya yang sebenarnya tidak membutuhkan perhatian. 


Bahaya perilaku flexing menurut Tugu jatim.id adalah:


1.Meningkatkan Hidup Konsumtif

Orang yang terbiasa berprilaku flexing akan selalu dituntut untuk unjuk kekayaan dan kemewahan. Misalnya membeli barang-barang dengan harga yang fantastic padahal barang tersebut tidak terlalu dibutuhkan atau tidak penting. Dengan kata lain mereka membeli barang atas dasar keinginan bukan karena kebutuhan.


2. Terjerat oleh Utang

Demi mendapatkan perhatian dari publik orang yang berperilaku flexing akan menghalalkan segala cara, termasuk dengan  berutang. Menurut Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Grup Indonesia, Andi Nugroho, yang dikutip oleh finance.detik.com bahwa sah-sah saja  berutang untuk keperluan yang mendesak, akan tetapi menjadi tidak wajar jika digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dengan standar mewah dengan tujuan agar terlihat kaya, padahal di sisi lain kemampuan finansial tidak mumpuni. Karena tuntutan gengsi akhirnya tidak berpikir secara rasional, dengan cara berutang agar terlihat kaya.


3. Meningkatkan Risiko Kejahatan

Memposting apapun di laman sosial media tentunya akan memberikan peluang kepada siapa saja untuk dapat menonton dan melihatnya. Tidak menutup kemungkinan postingan tersebut pun akan dilihat oleh kawanan penjahat. Mereka seolah-olah memberikan umpan kepada penjahat dan juga referensi untuk melakukan aksi kejahatan. Sebagai contoh seseorang yang mengunggah sejumlah uang di laman sosial medianya akan mendorong orang yang mempunyai niat jahat untuk berniat mencuri atau mencopetnya. Pernah juga terjadi kasus penculikan seorang anak selebritas papan atas Indonesia dengan pemerasan. Ketika ditelisik motif penculikan, pelaku mengatakan karena orang tua dari anak yang diculiknya kerap pamer kekayaan di televisi dan laman sosoal medianya.


4. Minimnya Rasa Empati

Atas nama kemanusiaan agaknya kurang etis jika pada masa sulit seperti ini masih saja ada orang-orang yang melakukan aktivitas flexing, sementara di luar sana ada banyak orang-orang yang tidak mampu dan kelaparan. Oleh karena itu perilaku flexing di laman sosial media dianggap tidak memiliki rasa empati terhadap sesama.


Fenomena Flexi dalam Pandangan Islam

Sebagai seorang muslim aktivitas flexing atau memamerkan harta termasuk ke dalam perbuatan riya. Riya merupakan ahlak yang tercela dan termasuk ke dalam perbuatan syirik kecil dan dosanya sangat besar. Sebagaimana firman Allah Swt: 


"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguh, Allah Swt tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (Q.S. Al-Luqman ayat 18).


Orang yang sudah terbiasa dengan aktivitas flexing akan cenderung merendahkan orang lain. Rasulullah Saw. bersabda 


“Cukuplah seseorang dikatakan berbuat jahat jika ia menghina saudara sesama muslim. (HR. Muslim)


Sebagai seorang muslim, hendaknya kita harus memahami bahwa harta yang diberikan oleh Allah Swt mempunyai dua makna, yaitu:

1. Harta tersebut bermanfaat untuk dunia dan akhirat, seperti Nabi Sulaiman as. dan Abdurahman bin Auf ra. Harta  yang dimiliki oleh keduanya menjadi jembatan yang menghubungkan dunia dan akhirat.


2. Allah memberikan

harta kepada hamba-Nya bukan karena mencintai hamba-Nya tetapi membencinya. 

Harta yang banyak akan menyebabkan penghisaban yang panjang di akhirat. Firman Allah Swt. 


“Maka seketika mereka telah melupakan peringatan yang diberikan kepada mereka, kami pun memberikan (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka seketika itu mereka terdiam putus asa." (Q.S. Al-An’am ayat 44).


Di dalam sistem kapitalis-sekuler saat ini mendorong masyarakatnya mempunyai pola pikir materialistis dan menghalalkan segala cara untuk memenuhi segala kepuasan hatinya, termasuk aktivitas flexing atau pamer kekayaan ini.


Berbeda dengan sistem khilafah yang akan mendidik setiap anggota masyarakatnya untuk tidak memandang segala sesuatu berdasarkan materi, karena dalam Islam yang membedakan derajat seseorang adalah ketakwaannya pada Allah Swt. Dalam sistem khilafah setiap warga negaranya akan dididik secara islami


Sekolah dan kurikulum pendidikannya pun tidak berorientasikan pada materi dan keduniawian. Dalam sistem khilafah setiap warga negaranya akan berlomba-lomba menjadi kaya dengan maksud untuk membayar zakat demi kemaslahatan umat, bukan sebaliknya berlomba-lomba menjadi kaya hanya untuk sesuatu hal yang sia-sia.  


Rasulullah Saw mengajarkan kepada kaum muslimin agar selalu mengadopsi pola hidup sederhana, karena sejatinya harta kekayaan hanyalah perhiasaan dunia yang bersifat fana, hanya amal salihlah yang akan kita bawa sebagai bekal di kehidupan abadi. 


Wallahu'alam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post