Oleh : Lara Gistyvani (Aktivis Dakwah & Pendidik)
JAKARTA - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan surat edaran (SE) terbaru terkait pelaksanaan kegiatan peribadatan di rumah ibadah. Menag meminta rumah ibadah memperketat prokes di tengah kembali melonjaknya kasus Covid-19 akibat adanya varian omicron. (Republika.id, 7/2/22)
Jakarta, CNN Indonesia - Kementerian Agama (Kemenag) menginstruksikan agar pengurus dan pengelola tempat ibadah memberlakukan jarak maksimal satu meter antarjemaah dalam peribadatan salat, seiring dengan mulai melonjaknya kasus virus corona (Covid-19) akibat varian SARS-CoV-2 B.1.1.529 atau varian Omicron di Indonesia.
Ketentuan itu diatur dalam Surat Edaran Nomor SE. 04 Tahun 2022 yang ditandatangani oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di DKI Jakarta pada 4 Februari 2022.
"Mengatur jarak antarjemaah paling dekat 1 (satu) meter dengan memberikan tanda khusus pada lantai, halaman, atau kursi," demikian bunyi poin keenam yang diatur dalam SE tersebut.
Dunia saat ini, khususnya Indonesia memang sedang dihebohkan dengan datangnya virus varian baru dari covid-19. Varian baru ini dinamakan Omicron, kemunculannya yang terjadi begitu cepat membuat banyak masyarakat dilanda rasa cemas kembali.
Baru saja masyarakat mulai menghirup angin segar dengan menurunnya lonjakan kasus covid-19 ini. Lalu, baru dalam waktu dekat muncul lagi varian virus baru yang resiko penularannya lebih cepat jika dibandingkan dengan covid-19.
Kondisi ini tentu mengejutkan dan membuat aktivitas yang sudah mulai normal, terancam akan terganggu kembali.
Terutama aktivitas sekolah yang sudah mulai beralih dari online menjadi offline atau tatap muka. Baru saja anak- anak bahagia karena mereka sudah bisa masuk sekolah, bertemu teman, bertemu guru dan berinteraksi dengan lingkungan mereka, melepas kejenuhan akibat sekolah berbasis daring di rumah. Tentu, dengan adanya hal ini membuat kebahagiaan mereka harus terancam sirna kembali. Sekolah on line besar kemungkinan akan diterapkan saat ini. Bahkan, di beberapa daerah sudah menerapkannya.
Aktivitas sosial di masyarakat pun terganggu kembali. Saat ini semua serba dibatasi, bahkan dipersulit. Disaat kondisi ekonomi sedang berusaha dibenahi, keadaan seperti ini membuatnya jatuh lagi. Hal yang tidak mudah untuk dijalani oleh para kepala keluarga saat ini.
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh dalam penanganan covid-19 ini memang sudah keliru dari awal. Langkah yang diambil pemerintah dinilai belum tepat untuk mengatasi kondisi ini. Sehingga banyak hal yang harus dikorbankan, pada akhirnya masyarakat menjadi korban lagi.
Salah dalam penanganan covid-19 inilah yang menyebabkan permasalahan ini seakan tak pernah berhenti.
Pada masa Umar bin Khattab pernah terjadi pula wabah yang bahkan lebih ganas dari covid-19. Wabah tha'un namanya. Wabah yang tingkat kematian nya lebih tinggi, bahkan manusia bisa jatuh bergelimpangan di jalanan.
Sesuai sabda Rasulullah, "Tha’un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari dari padanya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).
Maka, kebijakan yang diambil oleh Umar bin Khattab pada saat itu adalah mengunci negeri yang terjangkit wabah, atau dikenal dengan istilah lockdown. Selama lockdown, negara mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Sehingga, masyarakat tercukupi kebutuhannya tanpa harus keluar rumah dan bertemu dengan banyak orang.
Berbeda dengan kondisi saat ini. Pemerintah tidak berani mengambil langkah lockdown. Dengan alasan, perekonomian sedang turun sehingga khawatir tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Post a Comment