Pilarmabda.com |
Oleh : Aghniarie (Penulis)
Tunjangan Hari Raya (THR) yang biasa didapatkan oleh para pekerja dari majikan atau perusahaan tempat bekerja. Tahun ini dituntut oleh pemerintah agar dibayar penuh tidak boleh dicicil seperti tahun sebelumnya karena alasan pandemi. Sebagaimana diberitakan bahwa, Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mewajibkan perusahaan untuk membayar secara penuh THR kepada para pekerjanya. (tirto.id, 3/4/2022)
Bahkan dengan bangga pemerintah akan menindak tegas bagi perusahaan yang tidak memberikan penuh THR yang menjadi hak para pekerjanya. Tak hanya itu kebanggaan lain dari pemerintah adalah mampu memberikan BLT untuk tunjangan minyak goreng. Hal tersebut dilakukan demi harapan agar daya beli masyarakat dapat kembali pulih. Sehingga ekonomi nasional kembali normal. Memang itulah bagian dari kewajiban negara sebagai pengurus kebutuhan rakyatnya. Hal manusiawi jika pemerintah merasa bangga karena telah memberikan hak rakyatnya.
Namun sebenarnya, pemerintah bisa memberikan lebih dari sekedar menuntut perusahaan untuk menunaikan kewajiban memberi THR pada pekerjanya juga memberikan BLT akibat mahalnya minyak goreng. Karena, THR dan BLT yang hanya diberikan dalam momen tertentu, tidak akan mencukupi kebutuhan dalam tempo yang lama. Sehingga wajar diistilahkannya ini merupakan solusi tambal sulam ala sistem kapitalisme, dalam menyelesaikan krisis. Tentu jika negara mau mengambil metode Islam dalam mengurus rakyat, negara akan mampu memberikan lebih dari sekedar BLT dan THR.
Sanksi bagi Perusahaan Menjadi Sangsi Menurut Masyarakat
Meski pemerintah memberikan ancaman sanksi bagi perusahaan yang tidak menjalankan Peraturan Pemerintah 36/2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri (Permenaker) 6/2016 terkait THR Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan tersebut. THR itu paling lambat harus diberikan 7 hari sebelum hari raya. Sanksi tersebut antara lain, sanksi mulai dari sanksi administratif yakni teguran secara tertulis, selanjutnya pembatasan atas kegiatan usaha, lalu penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, sampai pada pembekuan kegiatan usaha. (Tirto, 3/4/2022).
Akan tetapi, melihat sepak terjang pemerintah saat berkasus hukum antara rakyat dan pengusaha seringnya lebih condong ke para pengusaha. Seperti dalam pengesahan UU Omnibus Law, yang isinya lebih pro pada pengusaha dan zalim kepada rakyat. Belum lagi saat kasus kelangkaan minyak goreng hingga harganya yang melangit, menandakan kalahnya negara dari mafia. Ditambah dengan memang sejak dari dulu permasalahan tidak terpenuhinya hak pekerja, salah satunya pembayaran THR menjadi PR negara yang tidak mampu diselesaikan. Berbagai hal tersebut menjadikan rakyat menyangsikan, akankah pemerintah bisa tegas pada para pengusaha tersebut?
Kamuflase Kesejahteraan
Sekilas, kebijakan THR dan BLT menjadi udara segar bagi masyarakat. Lain halnya untuk pengusaha kecil yang baru bangkit dari keterpurukannya tentu menjadi beban yang sangat berat. Itulah yang menjadi salah satu sebab data yang terlihat adalah banyaknya peningkatan simpanan masyarakat diperbankan, kelas menengah ke bawah dengan nominal Rp100 jutaan. (alenia.id, 5/3/2021) Demikianlah kelompok masyarakat kelas menengah hingga bawah dengan kekhawatiran akan perekonomian yang tidak stabil membuatan mereka berjaga-jaga dengan menyimpan di perbankan.
Selain perekonomian yang tidak stabil serta kebijakan yang tidak memihak pada rakyat. Menjadikan rakyat selalu was-was dengan masa depannya. Demikianlah kebijakan THR yang hanya ada setahun sekali di momen Idulfitri tidak akan mampu memberikan kecukupan hidup rakyat di luar lebaran. Apalagi dengan kondisi segala jenis bahan pokok mengalami kenaikan harga yang signifikan. Juga ternyata dari kebijakan ini di sisi lain ada yang terzalimi yakni pengusaha kecil pribumi.
Bantuan Berpolemik
Dalam rangka meringankan beban masyarakat, pemerintah pada bulan April 2022 ini akan menyalurkan berbagai bantuan sosial (bansos). Diantaranya BLT (Bantuan Langsung Tunai) migor untuk solusi mahalnya minyak goreng di bawah kendali mafia. Serta BSU (Bantuan Subsidi Upah). BLT migor akan diberikan selama 3 bulan dengan nilai Rp100.000 per bulan yakni sebesar Rp300.000. yang akan dibayarkan dengan sekaligus yang syarat penerima adalah yang telah terdaftar sebagai penerima Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), Penerima Program Keluarga Harapan (PKH), dan pedagang kaki lima (PKL). Dengan cara mengunduh aplikasi Cek Bansos melalui PlayStore. (Kompas, 6/4/2022).
BLT migor dengan permasalahan mafia minyak goreng menuai banyak kritikan. Karena dengan adanya BLT ini tidak akan membuat para mafia tersebut terberantas. Harusnya negara mempunyai kekuatan untuk mengendalikan pasokan serta memberantas mafia migor. Salah satunya dengan membenahi sistem perdagangan migor. Akan tetapi, kenyataannya cuma melumas dengan kebijakan BLT yang syarat kepentingan publik. Ditambah dengan pendanaan yang berasal dari dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang bersumber dari utang. Tentu masalah utang itu akan memperberat APBN yang kian makin defisit. Akhirnya kembali lagi kepada rakyat yang harus membayar, karena sumber pendapatan APBN berasal dari pajak salah satunya yang terbesar.
Sedangkan BSU diberikan kepada para pekerja dengan pendapatan upah di bawah Rp3,5 juta. Yang akan mendapatkan bantuan sebesar Rp1 juta. Banyak yang menilai ini terkesan nanggung juga hanya sekedar pencitraan saja. Karena dimungkinkan hanya secuil pekerja yang akan mendapatkan BSU meski berupah di bawah Rp3,5 jutaan. Belum lagi adanya berbagai masalah yang sering mengitari penerapan kebijakan bansos. Seperti salah data dan korupsi. Itulah kamuflase bantuan dengan tujuan kesejahteraan dalam dunia kapitalisme
Masalah yang Mengakar
Permasalahan THR, BSU, dan BLT pada dasarnya adalah masalah jauhnya kesejahteraan rakyat. Merosotnya keuangan rakyat yang mengakibatkan krisis bukan semata akibat pandemi dan inflasi. Berpijaknya negara pada sistem ekonomi kapitalistik menjadi landasan dalam membuka jalan bagi para mafia. Mulai dari mafia migor hingga penguasa komprador. Menjadikan pemerintah tak bertaring dan tak bernyali mengahadapi para korporat.
Kemudian asas sekularismenya (yang terpisahnya kehidupan dari aturan agama) menjadikan negara melihat rakyat hanya sebagai hubungan untung rugi. Bukan untuk mengurusi kebutuhan rakyatnya secara keseluruhan. Untuk itu hadirnya THR, BLT, dan BSU hanya solusi tambal sulam dalam sistem kapitalisme dalam menutupi borok penyakit kekuasaannya. Sehingga berbagai bantuan itu tidak akan memberikan kesejahteraan. Sejahteranya hanya dalam impian saja. Sudah saat sistem ini dilempar ke tong sampah dan kembali kepada aturan Allah Swt.
Islam Totalitas dalam Menyejahterakan
Tidak bisa dipungkiri Islam dengan syari'atnya mampu memberikan kesejahteraan selama berabad-abad. Kesuksesan tersebut karena pemerintah mengaplikasikan keseluruhan sistem Islam dalam mengurus negara dan rakyatnya. Negara menjadi sentral dalam kepengurusan tersebut. Memiliki baitulmal yang mampu menjamin kesejahteraan warga negaranya. Salah satu kisah pemimpin Islam yang termasyhur kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, yang mampu menyejahterakan rakyatnya hingga tidak ada satupun rakyatnya yang berstatus berhak menerima zakat. Berarti semua tercukupi pangan, sandang, dan papannya.
Sistem Islam tidak bisa dicomot-comot sesuai nafsunya, karena sistem Islam bukan sajian prasmanan yang bisa dipilah-pilih. Sistem Islam harus diambil dan diterapkan secara satu paket keseluruhan. Seperti sistem politiknya adalah politik Islam bukan demokrasi atau sistem sekuler lainnya. Sistem ekonominya adalah ekonomi Islam bukan sistem ekonomi kapitalis atau sistem liberal lainnnya. Demikian juga dalam kepengurusan pendidikan, keamanan, kesehatan, pergaulan dan lain-lainnya diurus dengan aturan Islam.
Islam akan menyelesaikan sengketa jika ada sengketa antara perusahaan dengan para pekerja. Islam akan menindak tegas para pengusaha yang tidak memenuhi hak para pekerja. Negara tidak akan kalah dengan para mafia dagang dan memastikan pengupahan setara dengan pekerjaan para pekerjanya. Jika para pekerja yang memiliki upah namun tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya itu menjadi tanggungan negara.
Siapa saja yang ingin keberkahan dan kesejahteraan mengitari kehidupannya. Maka terapkan Islam dalam kehidupan, dan apakah negara ini tidak menginginkan sejahtera yang sesungguhnya bagi rakyatnya?
Wallahu'alam bishshawab.
Post a Comment