Definition List

Dampak Importasi, Nelangsanya Peternak Sapi dan Masyarakat

Oleh: Aghniarie (Penulis)


Wabah PMK atau dikenal juga sebagai Foot and Mouth Disease (FMD) dan Apthtae Epizooticae adalah penyakit hewan menular bersifat akut yang disebabkan virus, telah menyebar sampai ke 21 provinsi di Indonesia. Wabah PMK ini harus diwaspadai karena bisa menyebar dengan sangat cepat melalui arus transportasi daging dan ternak yang terinfeksi.


Wiku Adisasmito, yang merupakan jubir Satgas PMK mengungkapkan bahwasanya provinsi yang telah terinfeksi total di seluruh kabupaten juga kota meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, hingga Bangka Belitung, jadi kini hanya tinggal NTB, Papua, Maluku, dan Maluku Utara, yang masih terkategori zona hijau. (Detik.com)


Bahkan Suharyanto, selaku kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sudah mengeluarkan terkait Penetapan Status Keadaan Tertentu Darurat Penyakit Mulut dan Kuku yang biasa disebut PMK. Yang tertuang dalam SK Kepala BNPB No. 47/2022 yang telah ditandatangani pada 29/06/2022 yang berlaku sampai 31/12/2022.


Bebaskan Indonesia dari PMK


Agar mendapatkan pengakuan terbebas dari PMK, lembaga internasional, Indonesia membutuhkan kerja keras secara bertahap dengan melakukan banyak langkah. Namun sayangnya pemerintah tanpa abai dalam mempertahankan status ini sehingga wabah PMK kembali marak dan menyerang hewan ternak milik masyarakat.

Sebenarnya wabah PMK ini pernah terjadi di Indonesia tahun 1887 saat dijajah Belanda yang kemudian berakhir di Jawa di tahun 1983 pada saat vaksin massal kepada hewan ternak milik warga menjadi kunci sukses dalam pemberantasan PMK. Demikian menurut @drh_slamet Ahad lewat akun Twitternya (12/06/2022).

Dengan terbitnya SK Mentan No. 260/Kpts/TN/510/5/1986, pada tahun 1986 pemerintah telah mendeklarasikan secara nasional terkait status Indonesia yang terbebas dari PMK. Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) juga mengeluarkan resolusi OIE XI/1990 yang berisi terkait pengakuan Indonesia sudah terbebas dari PMK.


Merupakan Dampak dari Importasi dan UU Omnibus Law 


Di periode kedua pemerintahan rezim sekarang, keran impor dari negara India yang merupakan negara yang belum terbebas dari PMK menjadi sebab salah satu maraknya penyebaran PMK pada hewan ternak ini. Setelah impor sapi yang harganya lebih murah dari India, mendadak wabah PMK menyebar ke seluruh Indonesia. Bahkan di berbagai daerah hingga ribuan hewan ternak yang dimiliki warga secara tiba-tiba mati dengan bersamaan. Kedatangan dari sapi impor asal India ini, memang belum bebas PMK yang dicurigai sebagai sumber dari penyebaran wabah tersebut.


Banyak kalangan yang menuding kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah sangatlah ceroboh. Bahkan forum persatuan dokter hewan menilai ini merupakan kelalaian dari negara.

Tidak hanya kebijakan impor saja yang merugikan rakyat mayoritas pembentukan undang-undang yang penuh kontroversial yakni perubahan undang-undang 11/2020 tentang Cipta Kerja yang telah memberikan kemudahan dalam aktivitas impor. Tentu hal tersebut sangat merugikan para petani dalam negeri, karena saat pemerintah memudahkan impor produk pertanian dalam negeri justru terancam tidak bisa terserap. Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja tidak hanya berdampak terhadap permasalahan buruk saja bahkan sampai kepada urusan impor.


Bahkan penyebaran PMK di Indonesia diduga akibat terpicu dari Omnibus Law, Dengan adanya perubahan pasal 36B UU 41/2014 serta perubahan pada UU 11/2020, juga Pasal 36B ayat (1) UU yang lama berbunyi, “Pemasukan ternak dan produk hewan dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan apabila produksi dan pasokan ternak produk hewan di dalam negeri belum mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat.”


Yang kemudian dalam UU Cipta Kerja diubah menjadi “Pemasukan ternak dan produk hewan dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan untuk memenuhi konsumsi masyarakat.” Meski tampak mirip akan tetapi prinsipnya sangat berbeda ini menjadikan impor produk hewan dapat dilakukan kapan saja tanpa adanya klausul produksi dalam negeri yang tercukupi. Misalnya, gagal panen, kelebihan, kurang, atau swasembada akan tetap bisa memutuskan untuk impor seperti halnya saat ini.


Kran Impor Mengalir Deras


Meskipun terdapat gap yang cukup besar yaitu kebutuhan sapi di dalam negeri melebihi produksi yang ada bahkan sampai dua kali lipatnya untuk itu datanya sapi dari Australia bisa menutupi kekurangan kebutuhan yang ada di dalam negeri pada waktu yang cepat.


Akan tetapi hal tersebut tetap menimbulkan suatu kekhawatiran di kalangan para peternak juga pengusaha sapi lokal. Kekhawatiran produksi sapi dalam negeri yang akan merosot dan tidak mampu bersaing dengan harga sapi Australia negara yang memang lebih unggul di sisi penguasaan sains dan teknologi.


Permasalahan akibat kebijakan impor ini tidak bisa dihindari. Sayangnya pemerintah malah berupaya keras agar aktivitas impor bisa terlaksana dengan maksimal hal tersebut terlihat melalui berbagai macam jenis kerjasama ekonomi yang komprehensif salah satunya IA-CEPA.


Keberadaan kebijakan itu membuat Australia yang dulunya sulit dalam mengekspor sapi ke Indonesia karena harus menanggung tarif 5%, sekarang tidak lagi harus mengalami hambatan itu. Sehingga pada 2026 mendatang sekitar 750.000 sapi dari Australia akan berdatangan ke Indonesia.


Tanggung Jawab Negara 


Tentu pemerintah harus berupaya lebih serius lagi untuk melepaskan Indonesia dari kasus PMK. Sekedar penetapan darurat PMK oleh pemerintah dalam merespon fakta PMK di tengah masyarakat ini, belumlah cukup. Peternak serta masyarakat sangat mengharapkan pemerintah bisa hadir dalam membuat langkah yang konkret serta maksimal untuk mencegah penularan kasus PMK.


Sudah saatnya pemerintah harus mampu menanggulangi permasalahan ini secara komprehensif. Kepengurusan yang harus dipenuhi bukan hanya permasalahan sapi saja. Masyarakat juga menunggu keseriusan pemerintah dalam kepengurusan terkait kesehatan, keamanan, pendidikan, juga berbagai produk yang masuk ke dalam negeri.


Tentu dengan adanya penetapan standar tertentu terhadap setiap produk. Masyarakat dalam dunia usaha juga akan turut mengantisipasi serta menyokong para peternak yang terdampak PMK. Selain itu, bisa juga melindungi kesehatan serta keamanan masyarakat secara menyeluruh.


Upaya Menjadi Negara Berdaulat 


Negara akan mampu mewujudkan tanggung jawab dengan penuh jika negara menerapkan sistem Islam, yang akan mampu melahirkan kebijakan dan kepemerintahan yang berperan menjadi pengurus rakyat (raa'in). Jika impor harus terpaksa dilakukan negara akan memberikan kebijakan transfer analisis serta teknologi yang akan membuat produk dalam negeri juga tetap bisa berkembang hal tersebut karena sistem dalam Islam tidak akan menggantungkan kebutuhan publik pada importasi.

Pemerintahan di dalam Islam akan mempunyai program yang sangat jelas, agar peternakan di dalam negeri tidak mengalami kehancuran namun tetap terus eksis. Bahkan hingga bisa berkembang ke mancanegara. Selain itu, juga akan didapat keoptimalan dalam pendidikan terkait peternakan serta sarana kemajuan teknologi. Hal yang paling inti adalah mengubah mindset bahwa negara harus mempunyai kemandirian serta berdaulat. Khususnya dari sisi ketahanan pangan, sehingga potensi peternakan di dalam negeri akan mengalami kemajuan.

Jadi selain upaya untuk memenuhi kebutuhan produk dalam negeri. Negara Islam juga akan memberi ketetapan terkait standar tegas guna melindungi warga negaranya. Negara di dalam Islam akan memaksimalkan potensi sumber daya baik SDA maupun SDM. Untuk senantiasa selalu ditingkatkan juga disalurkan dengan optimal. Sehingga kemandirian dalam memproduksi dan memenuhi kebutuhan masyarakat bisa terpenuhi.

Semua kebijakan yang terdapat dalam Islam sangat berbeda dengan kebijakan dalam sistem kapitalis yang opportunis, hanya didasarkan pada untung rugi atau motif ekonomi dan politik saja. Kualitasnya dalam kapitalisme sangat jauh dari pemikiran terkait kemajuan produk, peternakan lokal, pertanian demi kemandirian, atau produksi yang senantiasa berlanjut, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan rakyatnya. Apalagi saat terjadinya ketergantungan kepada produk impor dan negara lain Indonesia sangat mudah sekali diembargo dan tidak memiliki kedaulatan secara untuk mengatur negerinya sendiri.

Tidakkah ingin ada perubahan yang signifikan? perubahan yang hanya bisa diwujudkan dengan perubahan sistem. Yakni kembali kepada sistem buatan Allah SWT, dengan menerapkan syariat Islam dalam Daulah Khilafah.


Wallahu'alam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post