Definition List

Pentingnya Kesatuan Politik Hingga pada Urusan Ibadah Haji

Oleh: Aghniarie (Penulis)


Panjangnya antrean untuk calon jamaah haji saat ini hampir satu abad, subhanallah. Seperti di Sulawesi Selatan, jika mendaftar haji tahun ini maka calon jamaah haji baru bisa berangkat di tahun 97 kemudian. Astagfirullah.

Bukan para jamaah haji reguler saja yang memiliki polemik. Jamaah haji furoda atau haji khusus juga mengalami kemalangan. Seperti halnya tahun ini, lebih dari 4000 jamaah haji furoda tidak bisa berangkat karena permasalahan visa. Padahal haji furoda harus mengeluarkan biaya yang mahal namun sayangnya masih tetap rumit dalam regulasinya. Memang masalah sisa menjadi persoalan yang cukup pelik bukan hanya di Indonesia dan bukan hanya kasus haji saja.

Wajar akhirnya, apabila para calon jamaah haji kecewa ketika pemerintah memutuskan untuk tidak mengambil tambahan kuota haji yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi sebanyak 10.000 kuota. Padahal kasus kegagalan berangkatnya jamaah haji tahun 2020 dan kasus kegagalan berangkatnya jamaah haji tahun 2020 dan 2021 sebanyak 221.000 jamaah haji hanya 100.051 jamaah yang bisa berangkat tahun ini untuk ibadah haji.

Masyarakat semakin kecewa karena permasalahan haji tampak semakin semrawut. Masalahnya bukan hanya terkait persoalan penolakan kuota tambahan. Banyak persoalan lain yang masih mengikuti seperti antrean haji yang makin panjang,  birokrasi yang semakin rumit, sampai transparansi pengelolaan dana haji yang masih juga menjadi permasalahan. Lalu apa sebenarnya akar dari permasalahan ini? Bagaimana agar umat Islam bisa berhaji dengan mudah?

 

Tambahan Kuota Haji Jadi Polemik 

Kementerian Agama menjelaskan terkait penentuan kuota haji tahun ini yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini Pemerintah Saudi Arabia telah menetapkan besaran kuota reguler serta khusus melalui e-Haj Saudi. Bukan lagi dengan melalui penandatanganan MOU antara dua negara. Alhasil kuota langsung diberikan oleh pemerintah Saudi tanpa harus bernegosiasi untuk menentukan kuota.

Untuk itu banyak kalangan yang sangat menyayangkan dengan keputusan dari pemerintah Indonesia yang tidak mengambil tambahan kuota tersebut. Padahal tambahan itu setidaknya dapat mengurangi antrean panjang haji. Seperti Hidayatul Nur Wahid yang merupakan wakil ketua MPR, yang menyayangkan penolakan tambahan kekuatan oleh Kemenag. Apalagi keputusan itu tidak dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan DPR. Padahal selama ini komisi VIII DPR RI telah mengusulkan supaya dapat kuota tambahan, pemerintah RI melobi tingkat tinggi pihak Saudi Arabia.

Menurut Nur Wahid, harusnya sejak hari pertama setelah persetujuan di tanggal 22/06/2022, hal terkait teknis visa serta akomodasi di Saudi, langsung dimusyawarahkan dengan DPR, serta disampaikan kepada pihak Arab Saudi agar tidak ada alasan mepetnya waktu. Tapi Kemenag malah sepihak memutuskan penolakan tersebut.

Wajar akhirnya, publik pun bertanya-tanya. Apakah benar penolakan kuota haji dari Arab Saudi hanya karena permasalahan teknis? Atau jangan-jangan terdapat permasalahan lainnya seperti dananya yang tidak ada? Karena pembatalan Haji dua kali berturut-turut ini masih menjadi pertanyaan publik. Mengapa memutuskan pembatalan pemberangkatan saat pihak Saudi Arabia belum memutuskannya?

Apalagi saat melihat pengelolaan dana haji yang Rp150 Triliun Rupiah per Mei 221 itu, sangat rawan sekali mengalami kebocoran. Ditambah fakta bahwa terdapat beberapa kali KPK menangkap pihak Kemenag atas kasus penyelewengan dana haji menjadikan rakyat semakin tidak percaya. Ditambah lagi, adanya kenyataan KPK yang dilemahkan yang sudah menjadi rahasia umum. 

Meskipun Anggito Abimayu, dari BPKH atau Kepala Badan Pengelola Keuangan, telah berulang kali menyampaikan uang haji aman tapi tetap saja rakyat resah. Terlebih dana haji yang diinvestasikan ke beberapa deposito perbankan syariah serta pada suku negara, lantas apakah semua jamaah rida soal itu?

Terkait ada atau tidak penyelewengan dana haji tentu alasan menolak kuota tambahan yang disebabkan mepetnya waktu terkait teknis,  seharusnya tidak terjadi. Karena pelaksanaan haji merupakan agenda rutin tahunan, bukan hal yang baru dialami negeri Ini. Seharusnya pemerintah sudah memiliki kemampuan dalam mengatasi berbagai kesulitan yang ada demi memudahkan urusan haji rakyatnya.


Tingginya ONH serta Lemahnya Diplomasi Negara 

Mahalnnya alat transportasi, biaya hotel serta lainnya juga telah menyebabkan ONH atau Ongkos Naik Haji terus semakin melambung tinggi. Harusnya disesuaikan dengan biaya kebutuhan yang dibutuhkan para jamaah, bukan berdasarkan atas untung atau rugi. Apalagi mempergunakan dana haji untuk bisnis, investasi, dan lain-lain. 

Juga harusnya tidak boleh ada dana talangan haji, karena selain berbasis riba, dana talangan haji juga menyebabkan daftar antrean haji yang semakin panjang. Padahal mereka belum mempunyai kemampuan, berarti belum memiliki jatah kewajiban berhaji. Oleh karena itu, seharusnya ada departemen khusus yang mengurus urusan haji, yang terintegrasi baik mulai dari daerah sampai ke pusat.

Selain itu permasalahan ketidaksiapan serta lemahnya diplomasi Indonesia dihadapan Saudi Arabia turut menjadi permasalahan, hingga persoalan kuota 10.000. Harusnya jika haji reguler tidak bisa berangkat karena permasalahan birokrasi, seharusnya pemerintah bisa melobi Saudi Arabia untuk melimpahkannya pada haji khusus, yang saat ini sebagian besarnya telah gagal berangkat. Ataupun permasalahan visa, seharusnya pemerintah dapat melobi supaya bisa dipercepat keluarnya visa. Namun, sayangnya diplomasi Indonesia sepertinya sangat lemah menjadikan semua permasalahan itu tidak bisa terselesaikan dengan baik.

Semua dari permasalahan tersebut dalam pemberangkatan haji seharusnya tidak hanya dipandang sebagai permasalahan secara teknis. Karena lebih dari itu, hal itu terjadi diakibatkan dari pelayanan yang tidak prima kepada jemaah haji. Yang harusnya dilakukan pemerintah untuk memfasilitasi warga negaranya, yang akan beribadah. Hal tersebut supaya para jamaah bisa lebih khusyuk dalam menjalankannya, tanpa adanya beban permasalahan teknis lainnya. 

Untuk itu, para penguasa yang amanah adalah penguasa yang menginginkan rakyatnya dapat beribadah dengan sangat khusyuk. Sehingga ia akan serta merta membuat berbagai regulasi yang mampu memudahkan umat Islam dalam menjalankan ibadah haji. Seperti, dengan cara memperbaiki administrasi, baik itu secara prosedur pemberangkatan haji yang diatur sedemikian rupa agar yang diprioritaskan adalah yang sudah memiliki kemampuan untuk beribadah haji.


Butuh Kesatuan Politik 

Kerumitan dalam birokrasi serta tingginya ONH sebenarnya tidak akan terjadi apabila kesatuan politik seluruh negeri mempunyai kesatuan paradigma yang sama. Yaitu, dengan tujuan untuk mempermudah urusan berhaji. Begitu juga dengan kerumitan dalam pengurusan visa, sebenarnya akan mudah terselesaikan dengan penghapusan visa haji dan umrah. Akan tetapi sudah menjadi ketentuan dari Arab Saudi juga berbagai negara di seluruh dunia, bahwasanya visa sangat dibutuhkan seseorang untuk memasuki negara lainnya.

Andai saja seluruh negeri muslim bisa bersatu dalam satu institusi, niscaya permasalahan visa akan terselesaikan. Faktor besar rumitnya permasalahan birokrasi haji sebenarnya adalah nasionalisme. Kaum Muslimin menjadi tersekat-sekat dengan adanya batas imajiner negara, yang sangat merumitkan urusan berhaji umatnya.

ONH yang semakin tinggi pun salah satu akibat dari adanya biaya transportasi yang sangat mahal. Andai saja kaum Muslimin berada pada satu kepemimpinan, niscaya pembangunan infrastruktur transportasi dalam mempermudah para jamaah haji bisa terwujud. Seperti pada masa Kekhalifahan Utsmani, Khalifah Sultan Abdul Hamid II telah membangun sarana transportasi massal mulai dari Istanbul, Damaskus, sampai ke Madinah untuk mampu mengangkut jamaah haji. Sehingga, jamaah haji dari berbagai pelosok pun dapat dengan sangat mudah menjalankan ibadah haji.

Begitu juga Kekhalifahan di masa Abbasiyah. Khalifah Harun ar-Rasyid, telah membangun jalur haji mulai dari Irak sampai Hijaz atau Mekah hingga Madinah. Yang mana masing-masing titiknya dibangun pos pelayanan umum untuk menyediakan berbagai jenis logistik termasuk dana zakat bagi yang kehabisan bekal.

Oleh karena itu, panjangnya antrean haji, serta rumitnya regulasi dalam pelaksanaan haji, juga posisi diplomasi Saudi-Indonesia, sangat menegaskan bahwasanya urusan haji pun membutuhkan kesatuan politik umat Islam. Andai saja khalifah ada tentu sejumlah regulasi terkait haji akan sangat mudah diselesaikan. Muslim di seluruh dunia bisa melaksanakan ibadah haji tanpa harus terkena biaya mahal ataupun urusan diplomasi serta birokrasi yang memusingkan. Tidakkah anda menginginkan hal yang demikian? Untuk itu, saatnya untuk ikut dalam barisan pejuang tegaknya Khilafah.


Wallahu'alam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post