Oleh: Illa As-Suyuthi (Pemerhati Umat)
Di awal bulan September ini, publik sempat dikagetkan dengan adanya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Pemerintah resmi menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) pada Sabtu, 03 September 2022. Kenaikan ini akibat pencabutan subsidi yang semula diberikan pemerintah. Pertalite naik dari Rp. 7.650 menjadi 10.000 per liter. Harga Solar naik dari Rp. 5.150 menjadi Rp. 6.800 per liter. Sedangkan Pertamax yang non-subsidi naik menjadi Rp. 14.500 dari sebelumnya Rp. 12.500 per liter. (detik.com, 06/09/2022).
Beragam respon dari publik, terutama masyarakat menengah ke bawah dalam menyikapi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ini. Hal ini disampaikan oleh salah satu dosen selaku pakar ekonomi dari Universitas Muhammadiyyah (UM) Surabaya, Arin. Ia menyebutkan bahwa dengan adanya kenaikan harga BBM ini, maka akan ada beberapa dampak bagi masyarakat menengah ke bawah, salah satunya adalah angka kemiskinan semakin meningkat. (detik.com, 06/09/2022).
Terlepas dengan adanya pro dan kontra akibat kenaikan harga BBM sepekan yang lalu, sudah pasti rakyat kecil sebagai korban dari dampak kenaikan harga BBM tersebut. Kita sepakat bahwa kebijakan menaikkan harga BBM adalah suatu kezaliman terhadap rakyat. Maka wajar, rakyat dari berbagai kalangan melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM di depan gedung DPR pada pekan lalu. (suara.com, 06/09/2022).
Namun, sungguh sangat disayangkan di tengah keramaian massa dalam berunjuk rasa, anggota dewan yang ada di parlemen selaku wakil rakyat malah sibuk merayakan hari ulang tahun Puan Maharani, selaku Ketua DPR. Seakan hilang empati, massa yang berorasi mengungkapkan protes penolakannya terhadap harga BBM tidak ditanggapi. Tentu saja hal ini sangat melukai hati rakyat. Di tengah kondisi rakyat menghadapi kenaikan berbagai bahan pokok dan merasakan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup, mereka para anggota dewan malah bersendau gurau merayakan ulang tahun ketua DPR.
Nampak jelas, dapat kita lihat gambarannya, seolah hilang rasa empati pada rakyat sendiri. Miris dikatakan, jika rakyat nampak dipedulikan ketika menjelang pemilu saja. Slogan "dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat" seolah ilusi semata. Nyatanya, kondisi memprihatinkan yang dirasakan oleh rakyat seakan bukan urusan mereka. Padahal setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Swt di akhirat kelak. Sebagaimana hadits Rasulullah Saw yang berbunyi, "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Rasulullah Saw juga pernah bersabda, "Lebih utamanya manusia di sisi Allah derajatnya di hari kiamat itu seorang pemimpin yang adil yang lemah lembut (memiliki kasih sayang). Dan seburuk-buruk hamba di sisi Allah derajatnya di hari Kiamat, yaitu pemimpin yang zalim dan kasar." (HR. Tabrani).
Sungguh, selama sistem yang dipakai negara dalam mengurusi urusan umat masih menggunakan sistem demokrasi, maka mustahil terwujud pemimpin adil dan lemah lembut yang sesuai hadits Rasulullah Saw tersebut. Sebab, Demokrasi merupakan sistem buatan manusia yang sejatinya lemah dan terbatas.
Berbeda dengan penerapan Islam dalam institusi Khilafah. Khilafah merupakan sistem pemerintahan Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jika diterapkan dalam negara untuk mengurusi urusan umat, maka kemudahan dan kesejahteraan dapat dirasakan umat. Seperti yang pernah tercatat dalam sejarah kurang lebih 1.400 tahun lamanya.
Wahai kaum muslim, tidakkah kita rindu dipimpin oleh pemimpin yang adil dan belas kasih terhadap rakyatnya? Sudah saatnya kita kembali pada sistem Islam yang berasal dari Sang Pencipta yang akan memberikan kesejahteraan untuk umat manusia yang hidup dalam naungannya. Mari, kita bersegera menyambut seruan perjuangan penegakan syariah dan Khilafah yang sebentar lagi akan tegak di tengah umat. Allahuakbar.
Wallahu a’lam bishshowwab
Post a Comment