Oleh. Rita Handayani (Penulis)
Istilah "viral" sekarang menggantikan semua hukum dunia di era digitalisasi. Bagaimana tidak, seseorang yang berkasus hukum bisa selesai perkaranya selain dengan cara menggunakan uang, juga bisa dengan mudah selesai perkaranya jika telah menjadi viral dan mampu mengantongi simpati banyak netizen.
Hal yang sama terjadi dalam banyak perkara salah satunya adalah kisah Farel Prayoga yang melejit setelah viral dan memperoleh kesempatan untuk bernyanyi di Istana Merdeka ,pada 17/08/2022 kemarin. Dengan membawakan lagu Ojo Dibandingke. Kisah Farel yang viral membuatnya dinobatkan menjadi Duta Intelektual.
Label Duta Membawa Kecaman
Spektakuler, membuat banyak kalangan kaget, pada momen pemberian piagam dan
penghargaan. Farel ditunjuk sebagai Duta Kekayaan Pelajar Intelektual oleh Yasonna H. Laoly, Menteri Hukum dan HAM pada Kamis (18/08/2022) malam.
Yasonna dalam keterangan resminya menjelaskan bahwa, piagam penghargaan tersebut diberikan kepada pelajar yang berprestasi dalam Bidang Seni serta Budaya 2022.
Penghargaan tidak hanya diberikan kepada Farel, Agus Purwanto atau Abah Lala.m,
pengarang dari lagu Ojo Dibandingke juga mendapatkan penghargaan.
Setidaknya ada dua hal yang menjadi kritik banyak kalangan atas peristiwa Farel. Penyanyi cilik yang viral dengan membawakan lagu cinta-cintaan di Istana merdeka pada momen kemerdekaan NKRI tersebut.
Pertama, anak seumur Farel Prayoga (12 tahun) tidak pantas jika menyanyikan lagu
cinta-cintaan, terlebih lagi di momen kemerdekaan di hadapan seluruh rakyat Indonesia.
Setidaknya, harusnya lagu yang dipilihkan adalah lagu yang mengedukasi dan semangat perjuangan ini malah lagu percintaan. Menunjukkan daruratnya lagu anak yang mendidik.
Harusnya Farel diarahkan untuk mengembangkan kemampuan didaerahnya dan menjadi contoh bagi anak seusianya.
Kedua, penobatan sebagai Duta Kekayaan Intelektual. Banyak yang menyebutkan bahwa peristiwa tersebut tidak sesuai bidangnya. Selain itu, apakah iya tidak ada wujud kreativitas lain dari para pelajar Indonesia yang lebih layak menjadi duta? Dibandingkan dengan viralnya seorang anak yang pandai menyanyikan lagu percintaan orang dewasa?
Kejadian tersebut membuat Farel Prayoga yang dulu dipuja karena viral kini menjadi dikecam dan dihujat masyarakat satu Indonesia. Pasca dinobatkan menjadi duta kekayaan intelektual.
Bandingke Mana yang Lebih Layak?
Jika dibandingke (jika dibandingkan) antara Farel yang memiliki kemampuan bernyanyi lagu percintaan dewasa dengan Imran Zt. Musa, seorang hafiz dari Bangka, yang pada Agustus 2014 lalu telah memperoleh piagam penghargaan tingkat nasional dari MURI sebagai Hafiz Al-Quran 30 Juz termuda di Indonesia. Musa juga dikirim untuk mengikuti lomba hafalan Al-Qur’an tingkat Internasional di Sharm El-Sheikh, Mesir, pada April 2016. Atau Putra dari Opu Linta, seorang santri dari Kabupaten Luwu yang telah meraih juara I di dua ajang MTQ Internasional? Begitu juga dengan kakak beradik jenius matematika yang mampu meraih 85 medali olimpiade internasional di New York, Juli lalu.
Mereka yang nyata layak dicap sebagai seorang intelektual hanyalah secuil dari contoh banyaknya prestasi anak bangsa ini yang tidak tercium oleh media. Bukankah saat dibandingkan dengan prestasi yang diperolehnya, mereka lebih layak menjadi duta intelektual dibandingkan dengan Farel karena viral nyanyi lagu dewasa?
Siapapun tentu sepakat bahwa hakikat dari seorang duta adalah representasi dari suatu hal. Sehingga seorang duta intelektual seharusnya merepresentasikan intelektualitas itu sendiri, bukan hanya semata memiliki modal viral kemudian menjadi duta intelektual.
Hakikat Duta dalam Pendidikan Islam
Islam sebagai agama yang ajarannya merupakan sistem hidup. Yang wajib diterapkan oleh seluruh umat manusia.
Keberhasilan saat menerapkan sistem Islam dalam segala bidang kehidupan mampu menghantarkan umat manusia hidup lebih baik. Baik dalam kesejahteraan maupun perkembangan sains serta pendidikannya.
Berikut ini adalah beberapa contoh sosok seorang duta kekayaan pendidikan intelektual dalam Islam:
Seorang Mush’ab bin Umair, sosok yang sangat representatif sehingga dirinya sangat layak disebut sebagai duta Islam. Mush’ab di Madinah, melaksanakan amanah Rasulullah saw., yaitu membacakan Al-Qur’an, mengajarkan, dan memberi pemahaman kepada penduduk Madinah tentang Islam dan Al-Qur’an.
Alhasil, satu demi satu para pemuka dari penduduk Madinah masuk Islam, demikian juga para pengikutnya. Sehingga Islam mulai tampak dan menyebar di rumah orang-orang Anshar.
Hanya dalam kurun waktu setahun, Mush’ab berhasil membalikkan pemikiran orang-orang Madinah dari penyembah berhala yang hina, menjadi hanya mengkultuskan Allah Swt semata dengan tauhid, keimanan, serta perasaan islami.
Itulah hakikat serta gambaran dari seorang sosok duta sejati. Keberadaan seorang duta adalah representasi dan teladan bagi umat manusia.
Akibatnya, jika teladan itu baik, maka pengaruh yang dihasilkan juga baik.
Sebaliknya, jika teladan itu adalah teladan yang buruk, tentu pengaruh yang dihasilkan juga buruk.
Bisa dibayangkan, apabila duta intelektual adalah seorang anak (pelajar) yang sekadar viral karena menyanyikan lagu, yang ironisnya lagunya adalah lagu percintaan dewasa, akan dibawa ke mana representasi generasi bangsa Indonesia?
Buah Kapitalisme
Semua itu terjadi tidak lain buah dari sistem yang pakai oleh negeri ini. Yah, sekuler-kapitalis memang memiliki standar yang sangat jauh berbeda sekali dengan Islam. Tentu pada titik ini, jelas ojo dibandingke, bahkan ora iso dibandingke (tidak bisa/tidak layak dibandingkan). Antara Islam dengan kapitalisme sekuler dalam hal pemberian anugerah sebagai "duta".
Perbedaan keduanya sangat nyata. Para pelaku dunia pendidikan yang saat ini masih idealis harus tabah dan menahan gereget kala menerima kenyataan bahwa duta intelektual tersemat pada seseorang yang hanya bermodal viral untuk menjadi terkenal.
Di alam sekuler ini, seorang terpelajar hanya akan dihargai ketika mereka juga mampu
menghasilkan uang. Karena harus mengikuti arus deras kapitalisasi, yang segala dinilai dengan pundi harta dunia.
Tentu semua ini adalah konsep yang
sangat jauh dari sistem pendidikan yang hakiki yaitu sistem pendidikan uang menyandingkan ilmu dengan iman serta amal.
Sehingga akan mampu dalam menghasilkan sosok-sosok yang memiliki kepribadian Islam.
Wallahu'alam bissawab.
Post a Comment