Oleh. Rita Handayani
Aparat penegak hukum terus menerus dirundung masalah. Kasus demi kasus terungkap di tengah publik. Mulai dari kasus Sambo, selanjutnya terungkap CCTV km 50, penggunaan gas air mata di tragedi Kanjuruhan hingga tertangkapnya Irjen Teddy Minahasa Putra akibat terlibat jual narkoba. Semua hal tersebut sangat mengejutkan masyarakat.
Irjen Teddy Minahasa ditangkap oleh Tim Gabungan Propam, Direktorat Narkoba Polda Metro dan Mabes Polri. Karena kasus narkoba. Teddy diduga telah menjual barang bukti sabu-sabu seberat lima kilogram.
Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Pol. Mukti Juharsa menjelaskan bahwa Teddy Minahasa mengendalikan penjualan barang bukti, di antaranya 3,3 kg barang bukti sabu-sabu yang telah diamankan dan 1,7 kg dijual ke salah satu pengedar narkoba di Sumatra Barat. Ia dijerat Pasal 114 Ayat (2) subsider Pasal 112 Ayat (2), juncto Pasal 132 Ayat (1), juncto Pasal 55 UU 35/2009 dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati dan hukuman penjara minimal 20 tahun.
Cerita Penangkapan Teddy
penangkapan Teddy itu bermula dari sebuah penggerebekan narkoba seberat 41,4 kilogram di wilayah Sumatera Barat. Dalam penangkapan tersebut, diduga Teddy Minahasa meminta kepada seorang Kapolres, sebuah barang bukti yakni 10 kilogram sabu-sabu.
Kemudian, Irjen Teddy Minahasa menjual 5 kilogram sabu-sabu tersebut kepada seorang ‘mami’ bernama mami Linda seharga Rp300 Juta.
‘Mami’ ditangkap Polisi dan setelah dilakukan pemeriksaan, hasilnya berujung kepada Irjen Pol Teddy Minahasa.
Tak habis pikir, jenderal berbintang bisa terlibat narkoba tidak hanya sebagai pemakai namun juga penjual bahkan pengedar barang terlarang tersebut.
Lebih miris lagi kondisinya sangat bertentangan dengan apa yang pernah dipidatokan di hadapan para jajarannya.
“Berhati-hatilah Saudara dalam melakukan tugas. Jangan gegabah, jangan pamrih. Kalau ingin kaya, jangan jadi polisi,” ucap Teddy, seperti dikutip dari rekaman video, Minggu 16 Oktober 2022. (Liputan6, 16/10/2022).
Butuh Pembenahan Serius
Berdasarkan catatan Kepolisian, para anggota polisi yang terlibat narkoba dari tahun ke tahunnya terus mengalami peningkatan.
Misalnya saja pada 2018, setidaknya polisi yang terseret kasus narkoba hingga mencapai 297 orang. Jumlah tersebut naik dua kali lipat di tahun 2019 menjadi 515 personel yang terlibat.
Sementara di tahun 2020, Polri harus memecat 113 anggotanya karena terlibat pelanggaran berat. Belum lagi, sepanjang 2021, menurut catatan IPW, ada sekitar 352 anggota Polri dipecat tidak hormat atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Banyaknya keterlibatan para anggota kepolisian dalam kasus judi dan narkoba, menjadikan masyarakat mendesak supaya institusi Polri dibenahi secara totalitas.
Kasus Sambo serta Teddy benar-benar menjadi alarm dan tamparan keras bagi martabat juga kredibilitas Polri sebagai lembaga penegak hukum di negeri ini.
Tentunya jika hanya oknum yang bermain tidak akan sebanyak itu jumlah aparat yang terlibat kriminal. Jelas ini menandakan, kerusakan serta kriminalitas yang terjadi tidak hanya sekedar kesalahan individu, melainkan sistem yang diterapkan perlu dievaluasi.
Bertepatan dengan adanya kabar penangkapan Teddy, pada tanggal 14/10/2022, Presiden Jokowi memanggil seluruh pejabat dan perwira tinggi Polri ke Istana Negara. Pada kesempatan itu, Jokowi membeberkan daftar persoalan yang harus dibenahi institusi Polri, diantaranya adalah: (1) gaya hidup; (2) tindakan sewenang-wenangan; (3) pelayanan masyarakat; (4) soliditas; (5) jangan gamang, apalagi cari selamat; (6) membersihkan judi daring; dan (7) komunikasi publik harus baik.
Akan tetapi, hanya sekedar arahan itu saja sepertinya tidak cukup kuat untuk mampu mereformasi keberadaan lembaga penegak hukum supaya bersih dari perilaku kriminal.
Tentu upaya pemberantasan kriminalitas, tindak pidana judi, serta narkoba serasa makin jauh dari harapan tatkala menyaksikan banyaknya aparat yang terlibat kasus di dalamnya.
Memang patut kita apresiasi atas upaya dari Kapolri dalam melakukan bersih-bersih internal aparat yang telah kedapatan berbuat kriminal.
Namun, upaya itu tentu harus diimbangi juga dengan perubahan mendasar di lembaga penegak hukum. Meskipun telah ada UU dalam penanganan tindak pidana, faktanya tidak cukup ampuh membuat jera para pelaku serta orang-orang yang berpotensi melakukan pidana.
Bagaimana Solusi Islam?
Dalam pandangan Islam terhadap judi serta narkoba. Dari aspek hukum jelas hukumnya haram. Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah [5]: 90)
Sedangkan untuk narkoba, terdapat perbedaan di kalangan ulama. Ada yang mutlak mengharamkan karena mengiaskannya dengan keharaman khamar. Sebagian ulama yang lain berpandangan narkoba haram karena dapat melemahkan akal dan jiwa. Pendapat tersebut berdasarkan dari hadis dengan sanad sahih dari Ummu Salamah. Beliau mengatakan, “Rasulullah saw. melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah, malas, rileks, tenang).”
Jika negara berpedoman kepada syariat, saat syariat dengan jelas mengharamkan judi dan narkoba, maka negara tidak akan berkompromi secuilpun dengan segala hal yang telah diharamkan oleh syariat. Apa pun bentuk serta jenisnya karena narkoba bisa mendatangkan bahaya bagi masyarakat.
Berdasarkan kaidah usul fikih, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, dalam bukunya Asy-Syakhshiyah al-Islamiyyah mengatakan
“Al-ashlu fi al-madhaar at-tahrim (hukum asal benda yang berbahaya [mudarat] adalah haram).”
Dari segi aspek, dampak perbuatan judi bisa menyebabkan kemiskinan, menimbulkan pertikaian hingga bisa berujung pada pembunuhan, membuat malas ibadah serta jauh dari Allah Swt, bahkan hingga bisa merusak rumah tangga.
Sedangkan dampak dari narkoba, ialah dapat menghancurkan akal juga jiwa manusia. Orang yang sudah kecanduan narkoba akan mengalami dehidrasi parah, halusinasi akut, dan menurunnya tingkat kesadaran, serta mengganggu aktivitas kehidupan (baik dalam pekerjaan, keuangan bermasalah, dan lain sebagainya), bahkan bisa menyebabkan kematian.
Judi dan narkoba adalah jalan cepat untuk merusak pribadi dan generasi. Jika generasi rusak, maka masa depan bangsa dan negara pun turut terancam.
Dengan adanya segudang bahaya itu, maka negara wajib untuk menindak tegas para pelaku, mulai dari pemakai, penjual, pengedar, hingga pabrik yang memproduksinya.
Untuk jenis sanksi bagi pelaku judi dan narkoba dalam Islam adalah berupa takzir. Yakni sanksi yang hukumannya bisa berbeda-beda sesuai dengan kadar kesalahannya.
Hukuman bagi pelaku yang baru berbuat tentu akan berbeda dengan pelaku kriminal yang lama dan berulang-ulang melakukannya. Bentuk dari sanksi takzir bisa berupa penjara, cambuk, hingga hukuman mati.
Dalam Islam tidak hanya tegas dalam penerapan sanksi namun juga adanya upaya preventif yakni pencegahan. Pencegahan yang paling mendasar adalah dengan menjadikan Islam sebagai jalan hidup bagi setiap muslim. Setiap perilaku muslim harus disesuaikan dengan tuntunan syariat.
Dengan maraknya perjudian dan juga narkoba yang selalu bermunculan, sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari paradigma kapitalisme sekuler.
Sistem hidup kapitalis sekularisme ini telah membuat kehidupan selalu berorientasi pada materi. Maka seperti yang disebut oleh Jokowi sebagai bentuk gaya hidup mewah, gagah-gagahan, dan sejenisnya, itu tidak lain adalah akibat dari penerapan kapitalisme sekuler.
Demi meraih materi, seseorang akan rela menghalalkan segala cara dalam memenuhi tuntutan hidup serta gaya hidupnya. Ditambah adanya sistem sekuler kapitalisme yang tidak mengenal standar halal/haram, bahkan lebih cenderung mengabaikan agama dalam mengatur kehidupan.
Sementara dalam Islam, kehidupan dunia adalah bekal untuk amal di akhirat. Sehingga standar perbuatan muslim akan terikat dengan aturan Allah Taala.
Ketakwaan kepada Allah Swt. dibangun secara komunal, bukan hanya sekadar individual, yaitu dengan cara negara wajib menerapkan aturan Islam kafah, baik dari aspek politik, ekonomi, pendidikan, sosial, dan hankam, serta seluruh aspek kehidupan lainnya. Negara tidak akan membiarkan atau memberi ruang bagi bisnis-bisnis haram atau pelaku industri yang memproduksi barang haram.
Selain itu, dalam perekrutan aparat penegak hukum, negara akan memilih individu yang bertakwa. Dengan demikian upaya preventif serta ketegasan dalam sanksi menjadikan tidak akan ada lagi aparat saling suap, aparat yang menjual barang sitaan, maupun mafia judi serta narkoba seperti saat ini.
Sayangnya pelaksanaan setiap aspek di atas hanya bisa diterapkan negara ketika sistem tata kelolanya melaksanakan syariat Islam secara menyeluruh.
Jika umat menginginkan individu, masyarakat, penegak hukum, pejabat, serta penguasanya saleh, amanah, dan tepercaya. Maka umat harus turut berupaya dalam mewujudkan kehidupan dalam sistem Islam. Sehingga akan terwujud ketakwaan serta ketaatan komunal, bukan sekedar parsial ataupun personal, yakni dengan hidup di bawah pengaturan syariat Islam.
Hal itu akan menjadikan rahmat dan kemuliaan Islam bisa dirasakan oleh semua kalangan, baik muslim maupun nonmuslim. Bahkan tak hanya manusia, seluruh makhluk bernyawa akan turut merasakan rahmat serta kemuliaan Islam.
Wallahu a'lam bish-shawab.
Post a Comment