Oleh Ummu Aisha
(Muslimah Peduli Perempuan dan Generasi)
Kementerian Agama (Kemenag) bakal memberikan sanksi kepada satuan pendidikan atau sekolah di bawah Kemenag jika tidak melakukan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lembaganya. Hal ini tercantum dalam pasal 19 Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 tahun 2022 tentang PPKS di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. Beleid sudah ditandatangani Menag Yaqut Cholil Qoumas pada 5 Oktober 2022. Dalam aturan, sanksi yang diberikan adalah sanksi administratif berupa teguran lisan, peringatan tertulis, penghentian bantuan, pembekuan izin, hingga pencabutan tanda daftar satuan pendidikan.
Adapun untuk pencegahan oleh satuan pendidikan berupa sosialisasi, pembelajaran, penguatan tata kelola, penguatan budaya, dan kegiatan lainnya sesuai dengan kebutuhan. Dengan terbitnya PMA ini, Kementerian Agama akan menyusun sejumlah aturan teknis, baik dalam bentuk Keputusan Menteri Agama (KMA), pedoman, atau SOP agar dapat diterapkan secara efektif (www.kompas.com).
Ada setidaknya 16 klasifikasi bentuk kekerasan seksual, termasuk menyampaikan ujaran yang mendiskriminasikan atau melecehkan tampilan, baik kondisi tubuh, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban juga termasuk bentuk kekerasan seksual. Termasuk juga menatap korban dengan nuansa seksual. “Harapannya ke depan tidak terjadi lagi kekerasan seksual di satuan pendidikan,” terang Anna Hasbie, Juru Bicara (Jubir) Kemenag di Jakarta, Kamis (13/10/2022). (www.kemenag.go.id)
Terbitnya PMA ini tentunya dilatarbelakangi banyaknya kasus kekerasan seksual di sekolah. Komisioner Komisi Perlindungan Anak dan Indonesia (KPAI), Retni Listyarti menyebutkan sepanjang Januari-Juli 2022, terdapat 12 kasus kekerasan seksual terhadap anak di lembaga pendidikan. Tercatat 3 (25%) terjadi di sekolah dalam wilayah Kemendikbudristek dan 9 (75%) di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama.
Menurut penjelasannya, modus yang digunakan pelaku untuk melakukan aksi bejatnya ini sangat bermacam-macam. Diantaranya, modus dengan mengisi tenaga dalam dengan cara memijit, memberikan ilmu sakti (khodam), mengajarkan bersuci, mengajak nonton film porno, ritual kemben, dalih untuk menyeleksi tenaga kesehatan, dipacari, dijanjikan untuk dinikahi, dan lain-lain. (Sabtu, 23/7/2022). (www.kompastv.com).
Apakah dengan menerapkan PMA tersebut merupakan solusi mengatasi kekerasan seksual di sekolah? Marilah kita sedikit berpikir kembali mengenai penyebab terjadinya kekerasan seksual ini.
Pusat Layanan Informasi dan Pengaduan Anak (PUSPA) di Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Medan, melakukan penelitian tentang Faktor-faktor Penyebab Melakukan Kekerasan Seksual, yang hasil penelitiannya menyebutkan bahwa faktor penyebab melakukan kekerasan seksual antara lain yaitu riwayat kekerasan seksual di masa lalu, kelainan seksual, pengawasan orang tua korban yang kurang sehingga pelaku dengan leluasa melancarkan aksinya dan cara berpakaian korban yang dapat memancing pelaku untuk melakukan tindakan kekerasan seksual tersebut. Selain itu teknologi dan narkoba sebagai pemicu tambahan seseorang untuk melakukan kekerasan seksual. (http://repositori.usu.ac.id).
Perlu kita sadari bahwa saat ini kita hidup di tengah-tengah sistem kapitalisme, yang asas berpikirnya adalah sekulerisme (agama hanya untuk ibadah ritual, tidak untuk pandangan hidup). Hal ini menyebabkan diperbolehkan berkembangnya industri teknologi seks dan pasti akan berpengaruh pada perilaku seksual masyarakat. Apalagi teknologi komunikasi semakin canggih. Jika seseorang yang telah kecanduan pornografi/pornoaksi, dan tidak bisa menyalurkannya dengan jalan yang benar, maka siswa-siswi pun menjadi korban pelampiasannya.
Selain itu, sistem kapitalisme juga melahirkan sikap liberalisme (kebebasan berpendapat, berperilaku, berkepemilikan), menyebabkan para remaja bebas berperilaku termasuk bebas berpakaian ketat, menonjolkan aurat sehingga berpotensi menjadi penyebab kekerasan seksual pada dirinya. Para orang tua pun berlomba-lomba mencari materi demi meraih kebahagiaan, sehingga keduanya bekerja meninggalkan anak-anak tanpa pengawasan yang memadai, sehingga bergaul bebas dan melakukan aksi kekerasan seksual pada temannya, ditambah lagi narkoba pun tak luput dari kehidupan remaja.
Tak salah jika kita menyimpulkan bahwa akar masalah dari penyebab kekerasan seksual di lingkungan sekolah adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme sekulerisme liberal. Jika begitu, menerbitkan PMA tentang PPKS tidak akan memberikan solusi kekerasan seksual secara tuntas. Justru dengan adanya PMA PPKS ini akan merugikan sekolah dan akhirnya merugikan hak belajar siswa pada umumnya. Dalam aturan tersebut, sanksi yang diberikan adalah sanksi administratif berupa teguran lisan, peringatan tertulis, penghentian bantuan, pembekuan izin, hingga pencabutan tanda daftar satuan pendidikan. Bagaimana nasib siswa dan tenaga pendidiknya jika bantuan dihentikan? Dari manakah biaya operasional sekolah ? Bagaimana hak belajar siswa jika terjadi pembekuan izin bahkan pencabutan tanda daftar satuan pendidikan? Jelas ini akan merugikan sekolah, siswa dan tenaga pendidiknya. Maksud hati memberikan solusi tapi justru menimbulkan masalah baru dan kekerasan seksual pun tidak akan terselesaikan dengan tuntas. Tetap akan ada kekerasan seksual lainnya karena akar masalahnya adalah penerapan sistem kapitalisme sekulerisme. Ibarat ingin mengatasi banjir yang disebabkan karena jebolnya tanggul, tapi tanggulnya tidak diperbaiki. Lalu bagaimana solusi tuntas akan masalah ini ?
Dengan demikian, solusi kekerasan seksual di satuan pendidikan memerlukan langkah yang komprehensif yang menyasar pada akar masalahnya, tidak cukup hanya di lingkungan Kemenag saja. Islam yang sempurna ajarannya telah mengatur kehidupan ini dengan hukum syariatnya yang kafah. Ajaran Islam melarang perzinahan, maka jelas Daulah Islam akan melarang pornografi sampai ke akar-akarnya. Tidak ada lagi tontonan yang mengumbar aurat dan syahwat. Tidak akan ada lagi pemicu yang akan membangkitkan nafsu seksual secara liar. Daulah Islam juga akan menerapkan aturan berpakaian yang menutup aurat secara sempurna, sehingga tak akan ada lagi pelaku kekerasan seksual yang disebabkan karena umbar aurat perempuan. Daulah Islam menjamin terpenuhinya pangan, sandang dan papan bagi setiap keluarga, sehingga cukup hanya dengan kepala keluarga yang bekerja, mereka akan dapat hidup layak tanpa harus mengorbankan istrinya ikut bekerja. Anak-anak akan mendapatkan kasih sayang yang sempurna dan pengawasan yang baik sehingga tak bergaul bebas seperti dalam sistem kapitalisme ini. Selain itu, sejak anak-anak akan dididik oleh Daulah Islam untuk menjadi warga yang berakhlak mulia. Sungguh, akan damai hidup dalam naungan Daulah Islam. Oleh karenanya, sudah saatnya kita beralih pada Islam untuk mensolusi permasalahan yang rumit ini.
Wallahua’lam bishshowab..
Post a Comment