Oleh : Siti Rusmiati, S.Pd.
Praktisi Pendidikan
Gelombang pandemi Covid-19 memang sudah hampir tiga tahun berlalu, namun dampaknya masih sangat terasa. PHK hampir terjadi terus menerus di semua perusahaan, tentu saja hal ini mengakibatkan jumlah pegangguran terus naik, sehingga membuat banyak karyawan panik kehilangan pekerjaan. Ditengah kondisi yang makin kritis,kartu Prakerja dianggap sebagai jalan keluar. Benarkah Kartu Prakerja bisa menjadi solusi?
Dilansir dari kabar berita online kumparan.com (10/02/ 2023), bahwa Bagai game changer di masa kritis, Airlangga membeberkan bagaimana program Kartu Prakerja dapat membantu masyarakat. Salah satu contohnya, seorang satpam korban PHK di Manado mampu meningkatkan skill-nya sampai akhirnya mendapatkan pekerjaan formal. Dia mengikuti pelatihan Kartu Prakerja mengambil course terkait digital communication, kemudian setelah dia mendapatkan pelatihan dan sertifikat Kartu Prakerja, bekerja di salah satu perusahaan telekomunikasi. Sekarang dia sudah bekerja secara formal," terang Airlangga. Selain itu, banyak penerima manfaat Kartu Prakerja yang menjadi pengusaha. Airlangga mengatakan, banyak di antara mereka mengambil pelatihan barista dan membuka usaha kedai kopi mereka.
Presiden Jokowi menggagas pogram kartu prakerja ini sejak tahun 2019 sebagai program pelatihan dengan tujuan meningkatkan skill para pekerja di masa yang akan datang dan diharapkan akan menjadi solusi di tengah kritisnya keadaan ekonomi.
Adapun program Kartu Prakerja tahun 2023 akan dilakukan dengan skema normal seperti sebelum Pandemi COVID-19, bukan lagi bansos. Pemerintah telah menyiapkan dana Rp4,37 triliun tahun ini. Sasarannya adalah 1 juta penerima manfaat.
Selain itu, pelatihan program Kartu Prakerja tahun ini akan diselenggarakan offline dengan biaya pendidikan yang sangat fantastis yaitu mencapai Rp3-3,5 juta per orang, serta waktu pelatihannya yang lebih lama hingga 15 jam.
Namun, penerima manfaat program Kartu Prakerja tidak sesuai dengan kriteria yang diatur dan pemanfaatan teknologi informasi yang belum merata." Hal tersebut menjadi masalah baru. Oleh karena itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dihimbau untuk memerintahkan Ketua Komite Cipta Kerja agar meninjau kembali ketentuan Permenko Perekonomian Nomor 11 Tahun 2020 mengenai pembayaran pelatihan, agar selaras dengan tujuan program dan efektivitas pengelolaan keuangan negara, sehingga tidak terjadi pemborosan.
Jauh api dari panggang, solusi di atas tidak menyentuh akar persoalan. Masyarakat masih kelimpungan dalam kondisi miskin dan jauh dari kata sejahtera ditambah angka pengangguran yang merajalela. Fakta saat ini, peran negara dalam mensejahterakan rakyatnya begitu minim, karena sistem yang dianut merupakan sistem kapitalis dimana sistem ini berpihak kepada para penguasa yang dapat memberikan manfaat, hal tersebut menjadi salah satu pemicu abainya negara terhadap kesejahteraan rakyatnya.
Di zaman serba materialistik ini rakyat kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya. Sekeras apapun rakyat bekerja, tidak mampu mencukupi kebutuhan dasarnya. Karena kemiskinan yang terjadi hari ini bukan karena kemalasan tapi kemiskinan struktural.
Islam sebagai agama paripurna memiliki aturan yang lengkap. Islam mengatur mulai dari hal yang paling penting hingga yang remeh. Karena aturan Islam berasal dari Tuhan Pencipta manusia. Yang pastinya lebih mengetahui hakikat manusia dan potensi persoalan yang muncul pada kehidupan manusia. Termasuk terkait dengan pemborosan dana APBN untuk kartu prakerja yang tidak tepat sasaran.
Dalam pandangan Islam program kartu prakerja tidak diperlukan. Karena persoalan mendasarnya adalah kemiskinan yang menimpa rakyat dan banyaknya pengangguran. Negara sebagai pelayan umat, bukan hanya sebagai regulator dan fasilitator.
Jika negara sebagai regulator dan fasilitator hanya membantu rakyat sekadarnya. Kebijakan tambal sulam sudah biasa terjadi. Berbeda dengan negara yang melandaskan semua aturan dari Allah Swt., negara akan melihat persoalan rakyat sebagai persoalan manusia. Sehingga solusi yang diberikan tuntas dan tidak menimbulkan persoalan baru. Negara tidak mengambil untung dari kebijakannya.
Negara sebagai pelayan umat sudah semestinya harus memenuhi kebutuhan dasar rakyat. Kebutuhan dasar berupa sandang, pangan dan papan. Negara akan memampukan kepala keluarga mencari nafkah untuk seluruh anggota keluarga yang menjadi tanggungannya, tidak seperti saat ini dimana lebih dari 70% perusahaan asing memberdayakan kaum ibu sebagai karyawan karena sistem kapitalis yang menjadi acuannya.
Jika kepala keluarga itu pengangguran, maka negara akan memberikan pelatihan yang dibutuhkan di lapangan kerja. Namun, jika ingin membuka usaha mandiri, berdagang misalnya maka negara akan memberikan modal yang cukup untuk memutar usahanya. Selain itu negara juga akan menyediakan lapangan kerja. Dengan membangun industri padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
Sedangkan kebutuhan dasar yang lain seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Negara menjamin setiap individu, rakyat memperolehnya dengan mudah, murah bahkan gratis. Sumber daya alam yang melimpah dikelola negara dengan optimal. Harta kepemilikan negara dikelola dengan maksimal. Sehingga pendapatan APBN khilafah banyak sumbernya. Serta semuanya dikembalikan kepada rakyat untuk kemaslahatan umat.
Dengan demikian hanya Islam yang mampu menyelesaikan persoalan secara tuntas. Masihkah berharap pada sistem buatan manusia? Masihkah berharap kesejahteraan pada sistem yang rusak ini?
Wallahu a'lam bishashawab.
Post a Comment