Oleh : Ummu Sumayyah
Ironi, Skandal. Dua kata yang mencuat di media massa dari pakar ekonomi dan pertanian, ketika berbicara polemik kebijakan impor pangan oleh pemerintah.
Ironi. Pertama Indonesia merupakan negeri agraris yang dilalui garis khatulistiwa, tanahnya subur dan potensi kekayaan alam dari darat dan laut melimpah ruah. Tapi termasuk negara penggemar impor. Pangan seperti beras, gula, daging, gandum, buah bahkan sayur menjadi langganan impor. Pangan saja impor apatah lagi selain itu, seperti perangkat lunak hingga alat berat. Produk impor bertebaran di pasar-pasar, minimarket, atau toko.
Dilansir dari detik.com, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) menugaskan kepada BUMN Pangan dalam hal ini ID FOOD dan PTPN Holding untuk mengimpor gula konsumsi. Secara total impor gula untuk tahun ini 215.000 ton.
Sementara untuk memenuhi kebutuhan yang tinggi selama Ramadan, akan masuk gula kristal putih sebanyak 99.000 ton gula kristal putih (GKP). Targetnya, gula impor tersebut sudah masuk Maret atau April.
Gula impor tersebut dari sejumlah negara yakni Thailand, India, dan Australia. Impor ini merupakan tahap pertama untuk kebutuhan tahun ini.
Keputusan impor gula ini merupakan hasil perhitungan Prognosa Neraca Pangan yang disusun Badan Pangan Nasional. Stok awal gula nasional di Januari 2023 sebesar 1,1 juta ton, adapun kebutuhan gula nasional per bulan tercatat sebesar 283 ribu ton.
Sementara, pada Januari-Desember 2023, diperkirakan pada tahun ini produksi gula dalam negeri sekitar 2,6 juta ton. Meskipun saat ini sebelum gula impor masuk, pemerintah masih memaksimalkan hasil panen dari dalam negeri. Namun, belum bisa memenuhi kebutuhan gula nasional 2023 sekitar 3,4 juta ton.
"Sehingga selisihnya masih harus ditutup oleh pasokan luar negeri. Langkah pengadaan dari luar ini yang kita percepat dari awal agar tidak terjadi kelangkaan di masyarakat, mengingat puasa dan lebaran tahun ini lebih dekat dengan awal tahun dan mendahului musim giling tebu," terangnya.
Dalam rangka pemerataan, kedatangan GKP pada Maret-Mei 2023 ini dilakukan di tiga pelabuhan, yaitu pelabuhan Tanjung Priok Jakarta, Tanjung Perak Surabaya, dan Belawan Medan.
Penugasan impor ini, katanya sesuai dengan kesepakatan Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) dan Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) tingkat Menteri pada Januari lalu, hal ini dalam rangka menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan 2023 dan penguatan Cadangan Pangan Pemerintah (CPP). Langkah ini juga sejalan dengan arahan Presiden RI agar Kementerian/Lembaga secara detail menghitung dan memastikan stok pangan untuk masyarakat pada saat Ramadan dan Idul Fitri.
Adapun berdasarkan Panel Harga Pangan NFA, harga rata-rata nasional gula konsumsi di tingkat konsumen per 24 Maret 2023 berada di Rp 14.416/kg. Harga ini cenderung stabil sejak Oktober 2022 dan masih berada di bawah Harga Acuan Penjualan (HAP) di tingkat konsumen, sesuai Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 11 Tahun 2022 yang menetapkan HAP gula di tingkat konsumen Rp 14.500/kg.
Skandal. Tak tabu lagi, diskursus kebijakan impor terkait erat dengan permainan pemilik modal dan pemburu rente. Tangan dan jaringan mereka menggurita dan mencengkeram pemilik kekuasaan. Tak perduli dengan penderitaan rakyat atau kerugian negara, yang penting fulus masuk dalam kantong. Pemilik kekuasaan hari ini pun tak berkutik. Karena hakikatnya lingkaran kekuasaan hari ini secara tak langsung dikendalikan oleh para pemilik modal.
Kebijakan Impor Hanya Untungkan Pemilik Modal dan Penguasa
Di negeri ini bahan mentah/baku untuk sektor industri tersedia. Hanya saja bahan mentah ini di jual keluar negeri. Tidak diolah secara mandiri menjadi bahan jadi. Begitupun dengan sektor pertanian/perkebunan. Realitasnya lahan para petani semakin sempit, bahkan banyak yang tak memiliki lahan sendiri. Mayoritas lahan dikuasai oleh perusahaan besar, para industriawan, atau tuan tanah. Mengharap dukungan dana dan sarana prasarana dari negara bagi para petani sulit. Setelah panen, hasil keringat mereka pun tak dihargai. Padahal kualitas produknya tak kalah bersaing dengan luar negeri.
Kentara seruan presiden Jokowi untuk mencintai produk dalam negeri dan membenci produk produk asing, hanya basa basi politik. Karena ketergantungan pada impor hari ini begitu akut. Impor akan selalu rutin dilakukan selama sistem yang diterapkan adalah sekuler kapitalisme. Mengapa?
Bukan salah bunda mengandung, tapi cacat sistem dan salah urus pemilik kuasanya. Seperangkat dan sistemik. Dalam sekuler kapitalisme, diberikan kebebasan kepemilikan, termasuk pengelolaan SDA dan aset strategis lainnya. Pemilik modal tentu saja yang hanya memliki akses pada kepemilikan tersebut. Acapkali untuk mempertahankan dan mengembangkan materi dan kepentingan, pemilik modal berkolaborasi dengan pemilik kuasa. Termasuk dalam hal kebijakan impor ini.
Pengurusan kebutuhan rakyat oleh penguasa bukan didasarkan amanah dan pertanggungjawanban pada Allah. Tapi pada materi dan kepentingan diri dan kelompok semata. Tak dipungkiri, penguasa dan pemilik modal ‘bahu membahu’ membangun dinasti dan korporatokrasi. Bekerja sama dengan negara asing dan aseng. Rakyat hanya menjadi penonton dan kacung di negeri sendiri. Terbukti rakyat sejahtera dalam sekulerisme kapitalisme hanyalah slogan semu. Miris.
Islam Solusi dan Jamin Kesejahteraan
Kenestapaan dan penderitaan di semua sendi kehidupan adalah niscaya dalam sistem sekuler kapitalisme. Karena menafikkan syari’at Allah dalam pengaturan kehidupan. Islam mewajibkan untuk individu muslim, masyarakat dan negara terikat pada syari’at Allah dalam semua sendi kehidupan. Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu (QS. Al Baqarah 208).
Negara berusaha maksimal dalam memenuhi kebutuhan rakyat. Karena hal tersebut adalah kewajiban dan amanah. Ada pertanggung jawaban pada Allah. Hal ini menuntun negara untuk berswasembada, baik sektor pertanian/perkebunan, peternakan, perikanan, maupun industri. Harus ada dukungan negara baik dari hulu hingga hilirnya. Yaitu lahan, dana, sarana prasarana, teknologi dan distribusi produknya.
Swasembada ini tentu saja tak sulit terwujud, karena realitas hari ini di negeri-negeri muslim sudah tersedia bahan-bahan mentah. Potensi alam dan SDM nya pun mendukung. Sehingga impor bisa saja tak dilakukan.
Dalam Islam, impor produk dan jasa hukumnya mubah. Setelah usaha maksimal negara dalam ber swasembada. Pengaturan impor atau terkait lainnya dilandaskan pada hukum perdagangan sesuai syari’at Islam, bukan materi atau kepentingan penguasa atau pemilik modal. Negara yang mengontrol sepenuhnya interaksi perdagangan dengan luar negeri. Warga negara tidak boleh melakukan perdagangan tanpa seizin negara. Yang diperhatikan Islam dalam perdagangan luar negeri adalah hubungan negara asal komoditas barang jasa apakah termasuk kafir harbi hukman atau fi’lan. Hal ini terkait dengan stabilitas politik dan pengembanan dakwah Islam.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Post a Comment