Oleh : Eti Setyawati
Pemerhati Umat
Tahun Ajaran Baru 2023 ditandai dengan berbagai kekisruhan. Banyak orang tua mengeluhkan sulitnya mendapatkan bangku sekolah untuk anaknya. Sistem zonasi telah membuat pusing tujuh keliling sebagian orang. Bagaimana tidak, saat mendaftar anaknya ada di posisi kedua tetapi sampai waktu pendaftaran berakhir tiba-tiba namanya hilang dari daftar calon siswa yang diterima di sekolah itu.
Putus asa anaknya gagal masuk sekolah negeri yang diharapkan, seorang bapak mencoba mengukur jarak tempat tinggalnya ke sekolah memakai meteran. Ada pula yang rumahnya nempel tembok sekolah tapi masih juga gagal diterima memakai jalur zonasi.
Dugaan kecurangan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru pun mencuat. Berbagai cara dilakukan agar calon siswa lolos diterima di sekolah favorit. Yang terjadi, marak jual beli kursi, migrasi KK, intervensi pejabat hingga DPRD. juga didapati calon siswa dengan status anak pejabat dan pengusaha besar menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) mencoba mendaftar melalui jalur afirmasi yaitu jalur yang diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu dan penyadang disabilitas.
Kasus kecurangan dalam PPDB ini terjadi disejumlah daerah mulai dari Bogor, Karawang, Riau, Bekasi dan Banten. Dan wilayah Bogor lebih menjadi sorotan hingga Bima Arya Sugiarto (Wali Kota Bogor) yang mendapat 300 aduan dugaan kecurangan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru menggelar sidak ke beberapa alamat calon siswa. Bima mengungkapkan, rata-rata calon siswa yang tidak lolos melalui jalur zonasi karena tergeser oleh calon siswa yang diketahui jaraknya lebih jauh dan tidak tinggal d sekitar sekolah. (detikNews.06/07/2023).
Kebijakan sistem zonasi pada mulanya bertujuan baik untuk mengatasi ketimpangan, terutama terbentuknya kasta di dunia pendidikan. Kasta di sini adalah adanya kategori sekolah unggulan dengan non-unggulan. Sekolah unggulan biasa berisikan siswa-siswi berprestasi, sementara sekolah non-unggulan diisi siswa dengan kemampuan rata-rata.
Sistem zonasi juga dimaksudkan untuk mendekatkan jarak rumah siswa dengan sekolah. Sebelum menggunakan sistem ini, banyak siswa yang rumahnya hanya beberapa ratus meter dari sekolah unggulan, tetapi harus bersekolah di lokasi yang lebih jauh karena tidak bisa masuk ke sekolah unggulan itu.
Paradigma pendidikan Kapitalis
Dari kisruhnya PPDB 2023 ini setidaknya bisa ditarik benang merah.
Pertama, cara pandang tentang sekolah. Masyarakat cenderung memilihkan sekolah unggulan untuk anak-anaknya karena mempunyai daya saing yang tinggi, siswa-siswinya cerdas dan memiliki sarana prasarana memadai. Kelak lulusannya diakui memiliki kualitas dan mutu pendidikan yang bagus. Hal ini tak lepas dari paradigma pendidikan sekuler Kapitalistik yang mengukur segalanya dari materi. Sehingga masyarakat tak segan menghalalkan segala cara agar anaknya bisa masuk ke sekolah unggulan sekalipun dengan cara curang.
Kedua, kurangnya kuota penerimaan siswa karena sekolah negeri di setiap daerah tak sebanding dengan jumlah peminat. Artinya pembangunan infrastruktur untuk pendidikan masih belum merata ke seluruh wilayah. Ada siswa yang enggan di sekolah dekat rumah lantaran fasilitas penunjang yang minim dan kurang berkembang. Akibatnya sekolah swasta menjadi target kedua meski dengan biaya mahal ketimbang sekolah negeri tapi mutunya sangat kurang.
Ketiga, ketika melihat permasalahan PPDB dari tahun ke tahun sama dan berulang, menunjukkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia gagal. Semua menginginkan anak mendapatkan pendidikan yang baik tetapi tidak menggunakan proses yang mendidik dengan cara berbohong dan memalsukan data. Sama saja dengan mengajari anak mendapatkan pendidikan dengan cara apapun. Dan parahnya pendidik, oknum pengelola pendidikan, aparat penegak hukum membenarkan hal ini terjadi.
Pendidikan Sistem Islam
Kebijakan zonasi ternyata belum berhasil menyentuh akar permasalahan pendidikan. Pemerintah harus memperhatikan pemetaan sekolah-sekolah yang ada. Pembangunan gedung sekolah harus merata di seluruh wilayah. Sekolah yang di daerah pinggiran harus mendapatkan fasilitas yang sama bagusnya dengan di pusat. Sarana dan prasarana harus memadai seperti buku-buku pelajaran, laboratorium, lapangan olahraga, balai penelitian, dan lain sebagainya.
Tiap-tiap sekolah setidaknya memiliki standar pendidikan yang sama. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan dengan SDM yang bermutu dengan menghadirkan guru-guru yang profesional dan ahli di bidangnya. Serta tetap memperhatikan gaji yang cukup hingga kesejahteraan para pendidik terjamin. Dengan begitu bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat untuk mendapatkan sekolah di mana saja karena merasa pendidikan sudah merata.
Yang sering dilupakan adalah pentingnya menanamkan akidah Islam dalam penyelenggaraan pendidikan. Tujuan pendidikannya membentuk kepribadian yang islami serta membekali anak didik dengan sejumlah ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan urusan hidupnya. Mempersiapkan generasi yang memiliki keahlian dan spesialisasi di seluruh bidang kehidupan, seperti: kedokteran, biologi, kimia, fisika dan lain sebagainya.
Demikianlah jika negara menerapkan tiga mekanisme ini secara islami diharapkan pengelolaan pendidikan akan berhasil. Mampu menghasilkan generasi-generasi cemerlang namun juga berakhlak. Memiliki sikap jujur dan siap mengabdi untuk negara hingga mampu memberi kontribusi bagi kemajuan negara.
Waallahua'lam bishshawab
Post a Comment