Oleh: Yuni Setianingsih
Aplikasi Ojek Online (Ojol) saat ini sedang menjadi sorotan. Ojek online yang diawal kemunculannya menjadi solusi atas sulitnya peluang kerja, bahkan tidak sedikit yang banting setir dari pegawai kantoran menjadi ojek online karena pendapatannya saat itu sangat menggiurkan. Namun, seiiring berjalannya waktu mekanisme yang ada justru merugikan bagi driver ojek online.
Dilansir dari TEMPO.CO, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati kembali buka suara soal potongan komisi yang diterapkan aplikator pada para pengemudi ojek online atau ojol. Lily menilai praktik yang merugikan pengemudi ojol ini terjadi karena status mitra yang melekat pada pengemudi ojol. Ia mengungkapkan kondisi ini menyebabkan pengemudi ojol mengalami ketidakpastian pendapatan.
Di tahun 2010-2015 ssaat pertama kali muncul, penghasilan para pengemudi kurang lebih mencapai Rp 10 juta. Tahun berikutnya, aplikasi ini membuka perekrutan besar-besaran untuk posisi driver. Namun, kian hari pendapatan mereka terus mengalami penurunan karena potongan besar yang dilakukan perusahaan aplikasi ride hailing seperti Gojek dan Grab.
Bisnis berbasis IT memang sangat rentan terhadap krisis dan gejolak ekonomi. Buktinya, banyak yang tumbang. Inilah nasib bisnis yang dibangun tanpa fondasi kuat dan hanya memikirkan keuntungan sepihak, dan tanpa memperhatikan nasib mitra atau pekerjanya.
Seperti yang diketahui, tarif ojol telah dinaikkan sejak adanya Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 tahun 2022. Namun faktanya, para pekerja ojek online masih jauh dari kata sejahtera. Status driver ojek online yang diposisikan sebagai mitra sering dipermasalahkan. Sebab status mitra tidak diatur dalam undang-undang sebagaimana pekerja pada umumnya pada UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
Ketika tidak ada hukum yang mengatur tentang status mitra, maka akan dianggap sebagai profesi 'ilegal'. Masalah lainnya terkait soal kesejahteraan dan perlindungan para mitra juga tidak ada regulasi yang mengatur dan memberi sanksi jika ada pelanggaran dari pihak aplikator.
Nasib ojek online (ojol) kian menderita. Jangankan bicara sejahtera, untuk menambal kerugian pengeluaran bensin pun tidak mudah. Mereka harus bekerja bagai kuda agar tidak tekor. Kalaupun mendapat keuntungan lebih dari penghasilan yang didapat tidak akan mampu menjamin hidup mereka sejahtera. Sempitnya lapangan pekerjaan menjadikan para ojol bertahan, pasrah dengan nasibnya yang diperlakukan tidak adil oleh perusahaan tempat ia bekerja.
Dalam sistem kapitalis mekanisme seperti ini adalah hal yang biasa. Ini karena daya tawar pencari kerja sangat lemah di hadapan pemberi kerja. Jika saja, pekerja (ojol) dengan pemberi kerja menjadikan daya tawar itu sejajar dalam arti keduanya sama-sama membutuhkan dan memudahkan demi tercapainya tujuan. Maka, tidak ada pihak yang dirugikan.
Inilah pentingnya menghadirkan Islam dalam setiap sendi kehidupan manusia. Demi mendatangkan kemaslahatan dan keuntungan kedua belah pihak, termasuk dalam kehidupan bernegara. Dimana negaralah yang nanti akan mengatur berbagai mekanisme yang sesuai dengan syariah.
Hanya Institusi Khilafah yang mampu memberikan solusi atas persoalan kehidupan manusia secara sempurna. Islam memiliki pengaturan akad kerja yang manusiawi, bebas eksploitasi, Islam juga menjadikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya.
Hanya sistem Islam kaffah satu-satunya solusi alternatif yang bisa diharapkan. Sebab, sistem saat ini sudah terbukti tidak mampu memberikan solusi yang dibutuhkan umat. Berbagai macam permasalahan terus terjadi, mulai dari permasalahan politik hingga ekonomi.
Dengan demikian, saatnya kita berjuang bersama untuk mewujudkan kehidupan Islam Kaffah dalam naungan Khilafah ala minhajin Nubuwwah, demi terciptanya kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh manusia.
Wallahu'alam bishowab.
Post a Comment