Oleh : Ummu Aisha
Berdasarkan pernyataan Nadiem Makarim dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Mendikbud, marketplace guru adalah wadah di mana semua guru yang boleh mengajar masuk ke dalam satu database yang dapat diakses semua sekolah. Melalui wadah ini, setiap sekolah dapat mencari guru yang dibutuhkan dengan mudah, sehingga bisa menyelesaikan masalah perekrutan.
Menurut Nadiem, ada tiga masalah yang terselesaikan dengan adanya marketplace guru ini. Masalah pertama adalah kebutuhan guru secara realtime sehingga tidak perlu menunggu rekrutmen terpusat yang membutuhkan waktu lama. Kedua, perekrutan kini bisa dilakukan sesuai kebutuhan karena selama ini masih ada siklus yang tidak sinkron antara sekolah dan pemerintah pusat. Ketiga adalah selama ini pemerintah daerah tidak mengajukan formasi ASN yang sesuai dengan kebutuhan. https://www.detik.com.
Gagasan Nadiem ini masih menimbulkan pro dan kontra di kalangan pemangku kebijakan. Salah satu pendapat yang kontra disampaikan oleh Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PAN Zainuddin Maliki yang menilai marketplace guru ala Nadiem tersebut tak menyelesaikan masalah proses rekrutmen guru PPPK atau khususnya yang masuk kategori P1. Guru honorer P1 merupakan kelompok guru honorer yang telah lulus passing grade, akan tetapi belum mendapat formasi dan SK Pengangkatan. Ia menyebut masalah pengangkatan guru honorer P1 terbentur formasi yang selama ini ditentukan oleh pemerintah daerah setempat. Menurutnya, pemda juga enggan mengusulkan formasi karena aturan penggajian dan tunjangan tidak sinkron antara pusat dan daerah. Zainuddin menerangkan Kementerian Keuangan memang mengeluarkan PMK 212 Tahun 2022 yang menyatakan gaji dan tunjangan guru PPPK bersumber dari dana alokasi umum khusus pendidikan. Kendati demikian, aturan lain dalam Perpres dan Permendagri menyatakan gaji dan tunjangan guru PPPK dibebankan daerah. (https://www.cnnindonesia.com)
Jika mencermati pernyataan Anggota Komisi X DPR RI tersebut, dapat kita simpulkan bahwa masalahnya bukanlah diperekrutan guru. Namun masalahnya adalah pembiayaan pasca perekrutan guru ASN ataupun PPPK. Aturan yang tidak sinkron inilah yang menyebabkan pemerintah daerah merasa enggan untuk membuat formasi kebutuhan guru di daerah karena merasa tidak mampu membiayainya. Di sini kita melihat bahwa Marketplace Guru bukanlah solusi dari masalah mendasar bagi guru.
Sulitkah membiayai semua guru honorer untuk menjadi ASN atau PPPK? Apa sebenarnya akar masalahnya? Apakah negeri kita termasuk negeri miskin dan tak memiliki sumber daya alam yang dapat mensejahterakan guru? Ataukah pemerintahnya yang setengah hati untuk menyejahterakan guru?
Indonesia adalah negeri yang kaya akan sumber daya alamnya. Sepuluh kekayaan alam Indonesia terbesar di dunia meliputi: hutan Indonesia terluas ketiga di dunia, pengekspor gas alam terbesar di dunia, penghasil batu bara terbesar ketiga di dunia, penghasil emas terbesar ke-9 di dunia, penghasil teh terbesar ke-7 di dunia, penghasil tembakau terbesar ke-6 di dunia, penghasil kopi terbesar ke-4 di dunia, penghasil beras terbesar ke-3 di dunia, penghasil kakao terbanyak ke-3 di dunia, penghasil rempah-rempah terbesar pertama di dunia, dan masih banyak kekayaan alam lainnya yang terdata oleh FAO-PBB. (www.suarapemerintah.id)
Kekayaan melimpah Indonesia ini bukan tidak mungkin membiayai semua guru se-Indonesia memiliki gaji yang layak bukan? Ke manakah kekayaan alam sebanyak itu?
Dalam film dokumenter “Sexy Killer” mengungkapkan bahwa banyak elit politik di balik Batu Bara dampak lingkungannya bagi masyarakat. Tambang emas, minyak bumi yang dimiliki negeri ini sudah bukan rahasia lagi, semuanya dikelola swasta, dikuasai oleh perusahaan asing, sehingga rakyat tidak bisa menikmati kekayan di negerinya sendiri. Pendapatan negara hanya mengandalkan pajak yang besarnya tak seberapa dibandingkan kekayan alam yang sebenarnya bisa dikelola sendiri oleh negara dan dikembalikan pada rakyat berupa pembiayaan semua urusan rakyat, salah satunya membiayai gaji guru seluruh Indonesia dengan gaji yang layak.
Namun nyatanya, negeri kita mengampu sistem demokrasi. Pada hakikatnya, negara demokrasi itu menerapkan sistem kapitalisme yang asasnya adalah sekulerisme dan kapitalistik. Keberpihakan pada swasta, asing atau pemilik modal (kapital) sangat kental dan tak bisa dipisahkan.
Apalagi jelas faktanya bahwa para pengusaha tersebut juga sekaligus menjadi penguasa/ pembuat kebijakan. Dapat dipastikan kebijakannya yang dibuat hanya untuk melanggengkan urusan pengusaha saja agar mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Tak mengapa rakyat susah asalkan mereka bahagia dan kaya. Tak mengapa rakyat menjerit terhimpit oleh kebijakan penguasa.
Dengan demikian, kekuasaan yang diamanahkan hanya untuk memudahkan mereka untuk menguasai SDA negeri ini. Jadi, tidak mungkin SDA negeri ini akan digunakan untuk kepentingan rakyat karena nyatanya SDA ini akan dikuasai oleh elit politik. Inilah yang dinamakan oligarki, yaitu meraih kekuasaan untuk melestarikan kekayaan.
Masihkah kita mau mempertahankan demokrasi-kapitalisme? Adakah solusi lain keluar dari masalah demokrasi? Solusinya tidak lain adalah kembali pada Islam kafah.
Pandangan Islam terhadap kepemilikan kekayaan sumber daya alam ini, patut kita ketahui. Rasulullah saw. bersabda: “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api”. (HR. Abu Daud dan Ahmad)
Hadis ini menyatakan bahwa kaum muslim (manusia) berserikat dalam padang rumput, air dan api. Para ulama terdahulu bersepakat bahwa ketiganya dapat digunakan bersama-sama. Dan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu ataupun sekelompok orang. Maka sumber daya alam harus digunakan untuk kepentingan hidup rakyat. Salah satunya untuk pembiayaan pegawai pemerintah, layanan kesehatan gratis, layanan pendidikan gratis.
Oleh karena itu, hanya Islam kafah saja yang dapat menuntaskan masalah guru dan masalah rakyat lainnya karena pembiayaan urusan rakyat dialokasikan dari SDA yang ada.
Wallahua’lam bishshowab.
Post a Comment