Definition List

Online Shop Menggerus Pasar Tradisional dan UMKM

Pilarmabda.com


Oleh : Eti Setyawati
Pemerhati Umat


Perkembangan teknologi membawa perubahan besar pada aspek perdagangan baik dari sisi pemasaran hasil produksi maupun kemudahan bagi konsumen untuk mendapatkan suatu produk. Kini konsumen tidak harus pergi ke pasar atau toko untuk mendapatkan barang. Cukup klik situs di online shop lewat gadgetnya maka akan muncul berbagai pilihan barang yang diinginkan.

Bisnis online berkembang sangat cepat dan diminati banyak orang. Disamping lebih efektif juga karena keamanan, popularitas dan pelayanannya yang cepat dan mudah. Konsumen bisa mendapatkan berbagai pilihan produk dengan harga bersaing. Produsen pun tak perlu mengeluarkan banyak biaya promosi untuk memperkenalkan dan melempar produknya ke pasaran.

Namun, dibalik fenomena maraknya online shop muncul permasalahan baru. Seperti terlihat di pusat perdagangan tekstil terbesar Pasar Tanah Abang yang kini sepi pembeli. Beberapa pedagang sudah menutup kiosnya, sebagian lagi terancam nunggak pembayaran sewa kios. Konsumen lebih memilih belanja melalui online.

Sejumlah pedagang menuding penjualan mereka berkurang signifikan akibat perang harga yang ditawarkan melalui live shopping di platform media sosial. Meski mereka sudah menggunakan media yang sama untuk live shopping namun hasilnya masih jauh dari harapan. Akibatnya tak mampu menutup biaya operasional. Sepinya pembeli tak hanya dialami para pedagang namun juga pegawai, porter, pedagang makanan dan pedagang kaki lima sekitarnya. (tempo.co, 17/09/2023)

Salah satu aplikasi yang dianggap memukul pelaku UMKM dan pedagang pasar tradisional adalah TikTok Shop. Lantaran banyaknya produk impor murah hingga produk hasil Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) kalah bersaing. Pasalnya TikTok yang merangkap sebagai media sosial dan social commerce dengan algoritmanya memungkinkan market intelligence mengarahkan konsumen pada produk yang mereka hasilkan.

Perlu campur tangan pemangku kebijakan untuk mengatur bisnis online ini agar tidak semakin menggerus UMKM. Misalnya, TikTok boleh tetap berjualan namun tidak disatukan dengan media sosial untuk mencegah praktik monopoli yang merugikan UMKM. Ritel dari luar negeri tidak boleh menjual barangnya langsung ke konsumen tetapi harus melalui mekanisme impor, setelah itu baru menjual barangnya di pasar digital Indonesia. Melarang impor produk-produk yang bisa diproduksi sendiri di dalam negeri dan lain sebagainya.

Meski TikTok dianggap merugikan pedagang offline, di sisi lain banyak pedagang yang mendapat manfaat lebih dari hadirnya TikTok, terlebih konsumen yang bisa mendapatkan harga super murah dari bisnis online ini. Mereka adalah orang-orang yang berhasil memanfaatkan transformasi digital. Karenanya perlu adanya pendampingan dari penguasa bagi para pedagang yang masih gaptek agar bisa mengimbangi perkembangan teknologi.

Dari pemaparan di atas dapat diambil gambaran sisi gelap dianutnya sistem ekonomi Liberal-Kapitalisme. Yang jelas-jelas meniscayakan terjadinya ketimpangan sosial ekonomi di masyarakat. Rakyat yang melek teknologi dan punya modal kuat mudah saja mengalihkan aktivitas dagangnya melalui online. Sebaliknya yang tingkat ekonominya pas-pasan dan tak paham teknologi harus tertatih-tatih mengejar ketertinggalan terhadap kemajuan teknologi.

Jual beli online dalam Islam sama seperti akad As-Salam yaitu diperbolehkan. Akad salam menurut para fuqaha yaitu jual beli barang yang disebutkan sifatnya dalam tanggungan dengan imbalan pembayaran yang dilakukan saat itu juga.

Jual beli salam adalah suatu benda yang disebutkan sifatnya dalam tanggungan atau memberi uang di depan secara tunai, barangnya diserahkan kemudian hari atau waktu yang telah ditentukan. Menurut ulama syafi’iyyah akad salam boleh ditanggungkan hingga waktu tertentu dan juga boleh diserahkan secara tunai. Secara lebih rinci salam diartikan dengan bentuk jual beli dengan pembayaran dimuka dan penyerahan barang di kemudian hari 

dengan jumlah, harga, spesifikasi, kualitas, tanggal dan tempat penyerahan yang jelas, dan disepakati sebelumnya dalam perjanjian.

Adapun dalil yang membolehkan salam sebagai berikut:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيۡنٍ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗى فَٱكۡتُبُوهُۚ وَلۡيَكۡتُب بَّيۡنَكُمۡ كَاتِبُۢ بِٱلۡعَدۡلِۚ وَلَا يَأۡبَ كَاتِبٌ أَن يَكۡتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ ٱللَّهُۚ فَلۡيَكۡتُبۡ وَلۡيُمۡلِلِ ٱلَّذِي عَلَيۡهِ ٱلۡحَقُّ وَلۡيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ وَلَا يَبۡخَسۡ مِنۡهُ شَيۡ‍ٔٗاۚ ….

Artinya: 

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menjalankan sesuatu urusan dengan hutang piutang yang diberi tempo hingga ke suatu masa yang tertentu, maka hendaknya kamu menulis itu.” ( Al-Baqarah 282)

Intinya di luar kebutuhan pokok, Islam membiarkan perdagangan berjalan sesuai mekanisme pasar. Social commerce tak banyak mempengaruhi pedagang offline. Karena kaum Muslim senantiasa diajak hidup dalam ketaatan sehingga tidak mengumbar syahwat belanja kecuali sesuai kebutuhannya saja. Tak tertarik iming-iming barang dengan harga murah. Tenggang rasa dan persaudaraan sesama Muslim senantiasa dijalin, jadi meski harga online shop lebih murah akan lebih senang berbelanja ke toko saudara sesama Muslim. Dengan begitu kaum Muslim tidak bisa dijadikan objek pemasaran dan online shop layaknya toko biasa saja.


Waallahua'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post