Oleh: Ummi Dzikri
Pesta demokrasi telah selesai digelar, meski memunculkan kegaduhan akibat diduga terjadi kecurangan. Disisi lain, terdapat berbagai fenomena caleg yang gagal terpilih dan timses yang kecewa. Seperti yang terjadi di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, dua timses mengalami tekanan hebat hingga harus mengambil kembali amplop yang sebelumnya dibagikan kepada warga. Ia kesal lantaran tukaran uang untuk memenangkan calon justru tak berbanding lurus dengan raihan suara dapilnya. (tvonenews.com/18/02/2024)
Di Subang, Jawa Barat, seorang Caleg membongkar gorong-gorong dan jalan yang sudah ia bangun menggunakan dana aspirasi semenjak ia jadi anggota dewan terpilih. Selain membongkar jalan, ia dan para pendukungnya juga menyalakan petasan di menara masjid dan sejumlah titik yang perolehan suaranya anjlok. Akibat aksi teror petasan ini, seorang warga bernama Dayeh (60) meninggal terkena serangan jantung. (okezone.com/25/02/2024)
WG alias Wagino alias Gundul, 56, warga Desa Sidomukti, Kecamatan Pangkalan Kuras, seorang tim sukses calon anggota legislatif (caleg), nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di pohon rambutan di kebun karet miliknya. Diduga WG depresi lantaran caleg yang diusungnya tak mendapatkan suara sesuai harapan. ( mediaindonesia.com/19/02/2024)
Berbagai fenomena caleg gagal mulai dari yang menderita stress bahkan bunuh diri, menggambarkan lemahnya kondisi mental para caleg atau tim suksesnya yang hanya siap menang, tapi tidak siap kalah. Fenomena ini juga menggambarkan betapa jabatan menjadi sesuatu yang sangat diharapkan mengingat keuntungan yang akan didapatkan sangatlah besar, sehingga rela 'membeli suara' rakyat dengan modal yang besar, dengan pamrih mendapat suara rakyat. Disisi lain, menggambarkan betapa model pemilu ini berbiaya tinggi.
Islam memandang bahwa jabatan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Sabda Rasulullah SAW kepada Abu Dzar: " Wahai Abu Dzar, engkau adalah pribadi yang lemah, sedangkan kekuasaan itu adalah amanah, dan kekuasaan itu akan menjadi penyesalan dan kehinaan di hari akhirat, kecuali mereka yang dapat menjalankannya dengan baik" (HR. Muslim). Kekuasaan digunakan untuk menjalankan syariat Allah SWT.,bukan untuk memperkaya diri.
Islam juga menetapkan cara-cara yang ditempuh untuk meraih kekuasaan haruslah sesuai dengan hukum syariat. Islam menetapkan metode untuk memilih seorang pemimpin yakni dengan metode bai'at. Tanpa bai'at kekuasaan seorang pemimpin tidaklah sah. Adapun pemilu adalah uslub (cara) untuk memilih seorang pemimpin. Mekanismenya pun sederhana, praktis, tidak berbiaya tinggi, dan tidak mengobral janji-janji. Para calon akan diseleksi oleh Mahkamah Madzalim sesuai syarat-syarat in'iqod yaitu: laki-laki, muslim, baligh, berakal, merdeka, adil, dan mampu. Setelah terseleksi barulah rakyat melakukan pemilihan. Dengan mekanisme seperti ini, pemimpin yang terpilih pastinya adalah seorang yang jujur, amanah, dan bermental kuat. Metode seperti ini bisa kita lakukan hanya jika sistem ini kembali pada aturan Islam. Wallahua'lam bisshawab.
Di Subang, Jawa Barat, seorang Caleg membongkar gorong-gorong dan jalan yang sudah ia bangun menggunakan dana aspirasi semenjak ia jadi anggota dewan terpilih. Selain membongkar jalan, ia dan para pendukungnya juga menyalakan petasan di menara masjid dan sejumlah titik yang perolehan suaranya anjlok. Akibat aksi teror petasan ini, seorang warga bernama Dayeh (60) meninggal terkena serangan jantung. (okezone.com/25/02/2024)
WG alias Wagino alias Gundul, 56, warga Desa Sidomukti, Kecamatan Pangkalan Kuras, seorang tim sukses calon anggota legislatif (caleg), nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di pohon rambutan di kebun karet miliknya. Diduga WG depresi lantaran caleg yang diusungnya tak mendapatkan suara sesuai harapan. ( mediaindonesia.com/19/02/2024)
Berbagai fenomena caleg gagal mulai dari yang menderita stress bahkan bunuh diri, menggambarkan lemahnya kondisi mental para caleg atau tim suksesnya yang hanya siap menang, tapi tidak siap kalah. Fenomena ini juga menggambarkan betapa jabatan menjadi sesuatu yang sangat diharapkan mengingat keuntungan yang akan didapatkan sangatlah besar, sehingga rela 'membeli suara' rakyat dengan modal yang besar, dengan pamrih mendapat suara rakyat. Disisi lain, menggambarkan betapa model pemilu ini berbiaya tinggi.
Islam memandang bahwa jabatan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Sabda Rasulullah SAW kepada Abu Dzar: " Wahai Abu Dzar, engkau adalah pribadi yang lemah, sedangkan kekuasaan itu adalah amanah, dan kekuasaan itu akan menjadi penyesalan dan kehinaan di hari akhirat, kecuali mereka yang dapat menjalankannya dengan baik" (HR. Muslim). Kekuasaan digunakan untuk menjalankan syariat Allah SWT.,bukan untuk memperkaya diri.
Islam juga menetapkan cara-cara yang ditempuh untuk meraih kekuasaan haruslah sesuai dengan hukum syariat. Islam menetapkan metode untuk memilih seorang pemimpin yakni dengan metode bai'at. Tanpa bai'at kekuasaan seorang pemimpin tidaklah sah. Adapun pemilu adalah uslub (cara) untuk memilih seorang pemimpin. Mekanismenya pun sederhana, praktis, tidak berbiaya tinggi, dan tidak mengobral janji-janji. Para calon akan diseleksi oleh Mahkamah Madzalim sesuai syarat-syarat in'iqod yaitu: laki-laki, muslim, baligh, berakal, merdeka, adil, dan mampu. Setelah terseleksi barulah rakyat melakukan pemilihan. Dengan mekanisme seperti ini, pemimpin yang terpilih pastinya adalah seorang yang jujur, amanah, dan bermental kuat. Metode seperti ini bisa kita lakukan hanya jika sistem ini kembali pada aturan Islam. Wallahua'lam bisshawab.
Post a Comment