Ketika negara masih menerapkan sistem Demokrasi yang menjadi pengatur kehidupan bertolak ukur pada materi. Masalah demi masalah selalu datang silih berganti. Berbagai peristiwa yang menimpa kaum muslimin termasuk Indonesia sepanjang tahun 2020 ini seakan tiada henti. Berbagai kebijakan yang dibuat Pemerintah pun tak kunjung menyelesaikan problematika yang terjadi di dalam negeri. Mulai dari kasus kriminal seperti pembunuhan, pemerkosaan hingga persekusi ulama.
Masalah ketimpangan ekonomi yang melanda Indonesia menjadi penyebab dari banyaknya kasus kriminal yang semakin meningkat tinggi. Dengan diperparah adanya virus Covid-19 yang memberikan dampak buruk terhadap ekonomi rakyat Indonesia. Seperti halnya dengan kasus yang baru-baru ini terjadi di Nias Utara, seorang ibu membunuh ketiga anak kandungnya dengan dalih sang ibu tidak sanggup menafkahinya.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, terjadi peningkatan tingkat ketimpangan ekonomi penduduk atau rasio gini (gini ratio) pada Maret 2020. Kepala BPS Suharyanto mengatakan, gini ratio pada Maret tercatat sebesar 0.381, meningkat 0,001 poin jika dibandingkan dengan gini ratio pada September 2019 yang sebesar 0,380. (Kompas.com, 15/07/2020).
Dengan adanya peningkatan ketimpangan ekonomi yang terjadi di Indonesia merupakan bukti bahwa penerapan sistem Demokrasi tidak mampu memberikan hak-hak rakyatnya. Berbagai peraturan yang dibuat oleh pemerintah dengan dalih untuk memberikan kesejahteraan terhadap rakyat. Namun hal tersebut justru berbanding terbalik dengan fakta yang terjadi saat ini. Kebijakan peraturan undang-undang yang dibuat pun dinilai hanya memperparah kondisi ekonomi masyarakat Indonesia. Sebab kesejahteraan, keadilan, kedamaian dan lain sebagainya hanya merupakan slogan-slogan palsu yang didesain untuk menghias Demokrasi sebagai satu-satunya sistem yang dapat memanusiakan manusianya.
Hak freedom yang selama ini dijunjung tinggi oleh negeri terbukti hanya menghasilkan kerusakan demi kerusakan yang tak kunjung teratasi. Pasalnya dengan adanya hak kebebasan ini, masyarakat sering kali berprilaku di luar batas Islam seperti halnya dengan hak kebebasan. Kebebasan sering disalahgunakan oleh penguasa untuk bertindak semen-mena terhadap rakyatnya. Selain itu, kebebasan tersebut juga memperbolehkan masyarakat untuk memilih agama sesuai dengan keyakinannya.
Hak kebebasan (freedom) yang dianut oleh sistem Demokrasi yang berasal dari yunani kuno tersebut melahirkan paham sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan manusia. Sehingga dengan begitu rakyat bebas melakukan segala sesuatu yang menjadi kehendaknya. Padahal di dalam Islam, hak kebebasan haruslah berdasarkan dengan pertimbangan-pertimbangan hukum Syara' yakni pertimbangan mati setelah hidup serta pertimbangan pahala dan dosa. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya :
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, negeri akhirat dan janganlah melupakan bagianmu dari dunia dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan". (Qs. 28 : 77).
Islam merupakan satu-satunya agama yang menjunjung tinggi kebebasan manusia seperti kebebasan hidup, kebebasan beramal, kebebasan berpendapat dan lain sebagainya. Namun kekebasan dalam Islam bukanlah kebebasan yang tanpa batas melainkan kebebasan yang dipertanggungjawabkan yakni dengan dilandasi pertimbangan-pertimbangan yang baik dan buruk sesuai perintah dan larangan Allah Swt.
Asas sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan termasuk dari ranah kenegaraan membuat rakyat kehilangan hak-hak yang semestinya didapatkan sebagai bentuk hak kepemilikan umum seperti air, tanah dan api. Ketiga unsur tersebut tidak dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Karena hal tersebut telah beralih fungsi menjadi hak kepemilikan individu yang hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang saja.
Padahal, jika dilihat dari kekayaan alamnya Indonesia merupakan salah satu negara yang potensial dari segala sisi. Seperti pertambangan, minyak bumi dan lain sebagainya. Kekayaan yang melimpah yang dimiliki Indonesia tersebut tidak dapat menjamin bahwa seluruh rakyat Indonesia sejahtera. Selama yang menjadi pengatur sumber daya alam ini masih menggunakan peraturan buatan manusia. Sehingga pengelolaan sumber daya alamnya tidak dapat berjalan dengan baik sebagaimana mestinya.
Pengelolaan yang salah ini berakibat pada penguasaan sumber daya alam oleh para kapitalis. Dengan adanya penguasaan kekayaan alam tersebut menjadi bukti nyata bahwa sistem produk buatan manusia yakni Demokrasi tidak mampu menjaga potensi alam yang ada di dalam negeri.
Kebijakan pemerintah dengan membuat undang-undang seperti omnibus law tersebut dinilai hanya mempermudah negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan China untuk menguasai Indonesia dan mengeruk segala potensial kekayaan alamnya. Selain itu juga kedulatan yang berada di tangan rakyat pun yang selama ini dijunjung tinggi oleh negeri. Faktanya tidak terbukti adanya karena kedaulatan masih tergantung kepada para pemilik modal yang menjadi penentu salah dan benar.
Beginilah fakta yang terjadi ketika agama dipisahkan dari negara. Ketika agama dijadikan sebagai sumber masalah dan dijadikan ancaman terbesar dalam negeri. Karena menurut sistem Demokrasi agama adalah sebagai sebuah hal membatasi setiap individu berpendapat dan berfikir. Padahal, agama dan negara merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karena sebuah negara tidak akan dapat berjalan baik tanpa adanya penerapan syariat Islam. Sebagaimana dahulu yang diterapkan oleh Rasulullah Saw saat mendirikan sebuah negara di kota Madinah. Beliau menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai pengatur kehidupan untuk menjalankan sistem pemerintahan Islam (Khilafah). Sehingga hanya dengan Islamlah kesejahteraan, keamanan dan keadilan dapat terwujud. Dan Islam yang rahmatan lil alamiin dapat dirasakan oleh seluruh umat manusia.
Wallahu'alam bisshowab.
Post a Comment