Oleh Rita Handayani
Muslimah Pemerhati Umat
Viralnya Pasar Muamalah di Depok, Jawa Barat dengan koin dinar dan dirham sebagai alat transaksi pembayarannya. Menyeret Zaim Saidi pendiri pasar tersebut ke dalam tahanan oleh Bareskrim Mabes Polri. (CNNIndonesia.com, 07/02/2021)
Dua organisasi besar di negeri ini Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah pun kompak menyoroti kasus tersebut. Ketua PP Muhammadiyah Bidang Ekonomi, KH Anwar Abbas, membandingkannya dengan transaksi di Bali yang menggunakan dolar.
Sedangkan Ketua PBNU, KH Marsudi Syuhud, melihat Pasar Muamalah merupakan ide kreatif. Menurutnya dengan pembinaan kehadiran Pasar Muamalah ini bisa menjadi solusi di tengah kondisi perekonomian yang masih lesu akibat dari pandemi Covid-19. (Kumparan.com, 07/02/2021)
Benarkah penangkapan ini didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang ada? Padahal jika tujuannya untuk penertiban regulasi. Harusnya penguasa tidak tebang pilih dalam menindak. Buktinya banyak wilayah perbatasan dan di daerah pariwisata, terlebih yang didatangi turis asing, mereka tidak menggunakan mata uang Rupiah dalam bertransaksi jual beli. Tapi menggunakan mata uang asing. Seperti yang dicontohkan oleh Ketua PP Muhammadiyah Bidang Ekonomi, KH Anwar Abbas, di atas.
Padahal dengan membiarkan hal tersebut, tentu merugikan Indonesia. Karena mata uang Indonesia tidak digunakan oleh para turis asing yang sedang berada di Indonesia.
Para pengamat melihat, hal tersebut berbeda dengan yang terjadi pada transaksi jual-beli di Pasar Muamalah. Karena koin dinar dan dirham yang digunakan bukanlah mata uang suatu negara manapun. Dan penyebutan dalam badan koin tersebut adalah satuan gram emas dan perak bukan mata uang.
Juga, Karena dinar dan dirham yang ada di tangan masyarakat dibeli dengan rupiah dari PT Antam Tbk. Maka jelaslah keberadaannya bukan sebuah mata uang.
Sehingga aktivitas di Pasar Muamalah dikatakan oleh para pengamat sebagai aktivitas barter koin dinar dan dirham dengan produk-produk lainnya. Yang tidak merugikan negara sama sekali apalagi mengancam kedaulatan negara.
penangkapan yang terjadi ini mengisyaratkan bentuk diskriminasi. Ada muatan politik tertentu, yang sepertinya menjadi kekhawatiran rezim penguasa saat ini. Sehingga keberadaan dinar dan dirham terkesan dibonsai agar tidak semakin meluas. Agar tidak menjadi daya tarik masyarakat untuk menggunakannya atau mengoleksinya.
Ini membuktikan dari sekian banyak bukti yang lain, bahwa punggawa negeri saat ini phobia Islam. Karena jelas dalam Islam dinar dan dirham adalah bentuk mata uang dari negara yang berasaskan Islam. Ketika, ada kelompok masyarakat yang mempergunakan koin dinar dan dirham sebagai alat tukar untuk berbelanja. Dengan semangat menghadirkan nuansa islami, pasar ala Nabi saw. Menunjukkan kesadaran masyarakat untuk kembali diatur oleh Islam, meski baru sebatas ranah individu, kelompok dan ekonomi. Inilah kiranya hal yang membuat takut para pejabat negeri.
Padahal, harusnya rezim tidak melihat dengan kacamata kebencian dan kecurigaan. seperti yang dikatakan Ketua PBNU, KH Marsudi Syuhud di atas, terkait aktivitas masyarakat di Pasar Muamalah ini sebenarnya bisa menjadi solusi ekonomi yang sedang sakit.
Bahkan lebih dari itu, dinar dan dirham memiliki keunggulan sebagai mata uang yang pernah berlaku di dunia. Keunggulannya belum ada yang dapat menandingi bahkan oleh dolar Amerika sekalipun. Seperti, dinar dan dirham memiliki nilai intrinsik yang tidak dimiliki oleh uang kertas, dinar dan dirham lebih stabil dan tahan inflasi, dinar dan dirham juga mempunyai aspek penerimaan yang tinggi. Selain itu dinar dan dirham dapat digunakan untuk simpanan, alat investasi, pembayaran zakat, dan mahar.
Banyak kalangan yang mengakui akan keunggulan mata uang berbasis emas. “Emas masih menjadi bentuk utama pembayaran di dunia. Dalam kondisi ekstrem, tidak ada yang mau menerima uang fiat, tetapi emas selalu diterima.” kata Alan Greenspan, mantan Chairman The Fed.
Seorang analis Emerging Market CLSA, Cristopher Wood, mengatakan, “Emas adalah satu-satunya jaminan nyata terhadap ekses-ekses keuangan massif yang masih dirasakan dunia Barat.” tidak hanya itu Wood juga menyatakan, “Ketika nilai tukar Dolar anjlok, harga emas akan terus naik.”
Seorang pakar keuangan terkemuka dunia, Peter Bernstein, juga mengemukakan secara terbuka bahwa ketika semua mata uang kertas berjatuhan, emas akan membuktikan kesaktiannya. Emas (dinar) akan menunjukkan nilai yang stabil dan cenderung menguat terhadap mata uang kertas.
Penerima Nobel ekonomi, Robert Mundell. Ia memperkirakan bahwa emas akan kembali menjadi bagian sistem keuangan internasional pada abad ke-21 (Hamidi, 2007).
Sejatinya, sebagai seorang muslim yang wajib terikat hukum syara. Penggunaan dinar dan dirham sebagai alat transaksi harus diwujudkan, oleh pemimpin negeri muslim sebagai bentuk ketakwaannya kepada Allah Swt. Apa lagi sudah nyata terasa uang kertas yang tidak berbasis emas akan mudah inflasi, merugikan negeri.
Namun, penerapan dinar dan dirham sebagai satuan mata uang negara tidak akan bisa terwujud tanpa diterapkannya aturan Islam secara kafah (menyeluruh). Karena penerapannya harus ditopang dengan negara yang kuat dan berdaulat. Hal tersebut hanya mampu diemban oleh negara berasas Islam. Yakni Daulah Khilafah Islamiah.
Wallahu a'lam bishshawab.
Post a Comment