Oleh Luth Balqist
(Penggiat Dakwah dan Member AMK)
Gerakan cinta produk Indonesia yang digaungkan Presiden Jokowi hanyalah omong kosong belaka karena berbanding terbalik dengan kebijakan yang diambilnya. Tahun ini pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk impor garam. Kebijakan ini tentu saja membuat pro kontra.
Keran impor kembali dibuka, pemerintah berencana mengimpor garam sebanyak 3 juta ton. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengungkapkan alasan pemerintah membuka impor garam karena kuantitas dan kualitas garam lokal belum sesuai dengan yang dibutuhkan industri.(Kompas.com, 19/3/2021)
Impor 3 juta ton garam jika terealisasi menjadi impor terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Menurut UN Comtrade, impor garam terbesar terjadi pada tahun 2018 sebanyak 2,839 juta ton dan tahun 2021 sebanyak 2,835 juta ton.
Jakfar Sodikin selaku Ketua Asosiasi Petani Garam Indonesia (APGI) menyayangkan keputusan pemerintah untuk impor garam yang membuat petambak terpuruk karena harga garam di tingkat petani akan semakin tertekan karena membanjirnya pasokan garam impor.
Menurutnya, masuknya garam impor akan membuat pengusaha semakin enggan menyerap garam petani. Pada awal Januari 2021 ada sisa 800.000 ton stok garam petani yang tidak diserap dari tahun-tahun sebelumnya karena pemerintah lebih cenderung mengandalkan impor. Jika tidak ada perbaikan harga dan jaminan pembelian, maka petambak praktis semakin enggan menggarap lahan garamnya.(Tirto.id, 17/3/2021)
Dalam cuitannya melalui Twitter pribadinya mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti menulis, "Bila impor garam bisa diatur tidak lebih dari 1,7 juta ton... maka harga garam petani bisa seperti tahun 2015 hingga awal 2018 bisa mencapai rata-rata di atas Rp1.500 bahkan sampai ke Rp2.500...sayang dulu 2018 kewenangan KKP mengatur neraca garam dicabut oleh PP 9.(Minggu, 21/3/2021)
Alih-alih membuat kebijakan sistematis memenuhi kebutuhan garam industri, melalui keputusan impor garam (sesuai UU Ciptaker). Pemerintah justru membatalkan target swasembada dan mengabaikan jeritan petambak garam akibat tidak lakunya garam lokal.
Jika memang keran impor dibuka dengan alasan kuantitas dan kualitas garam lokal belum sesuai yang dibutuhkan industri semestinya pemerintah memberikan solusi.
Pemerintah memberikan edukasi kepada petambak agar dapat memproduksi garam untuk dapat memenuhi kebutuhan industri.
Pemerintah mengupayakan teknologi yang dapat memenuhi kuantitas dan kualitas garam industri.
Pemerintah adalah pelayan dan perisai atau pelindung umat yang harus bertanggung jawab langsung atas pemenuhan hajat rakyat. Sebagaimana sabda Rasul saw., "Imam (Khalifah) raa'in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya." (HR Ahmad, Bukhari)
Namun dalam sistem kapitalisme saat ini pemerintah hanya sebagai regulator yang kebijakannya tidak memihak rakyat.
Mari kita tinggalkan sistem kapitalisme ini dengan kembali kepada sistem Islam. Sistem Islam yang menguasai dua pertiga dunia selama tiga belas abad dalam naungan Daulah Khilafah.
Wallahu a'lam bishawab
Post a Comment