Oleh: Diana Sahal (Member Aktif Menulis)
Jika kita rindu lalu hanya ada satu pintu untuk melerai rindu itu, apa yang akan dilakukan? Jawabannya pasti akan melewati pintu tersebut. Tapi ini berbeda, mengapa? Pertanyaan tadi belum lengkap. Begini lengkapnya, "Jika kita rindu, lalu hanya ada satu pintu untuk melerai rindu, apa yang akan dilakukan?" Sedangkan untuk membuka pintu tersebut harus membutuhkan berbagai pengorbanan. Melalui pengorbanan paling hebat, pengorbanan paling kuat, dan satu lagi, kita tidak dapat seenaknya melewati pintu tersebut. Karna kita tidak pernah tahu kapan pintu itu terbuka untuk kita.
Jika kita rindu kepada seseorang, dan kita tahu orang tersebut ada di suatu tempat. Lalu, kita juga masih bisa menjangkaunya dengan atau tanpa kendaraan tertentu. Ditambah waktu yang ada bisa kita pilih sesuka hati. Pasti kita akan bersegera menemuinya bukan? Hal ini mungkin banyak dirasakan oleh para perantau, baik itu pelajar, mahasiswa, orangtua yang bekerja yang jauh dari tempat tinggal, saudara yang berbeda pulau bahkan negara. Intinya, rindu masih bisa kita obati dengan mengatur jadwal untuk bertemu. Pertemuan memang obat yang mujarab untuk kata rindu bukan?
Tapi, rindu yang satu ini berbeda. Hanya ada satu pintu untuk melerainya. Kabar buruknya seperti yang sudah dibahas tadi. Kita tidak dapat melewati pintu tersebut dengan seenaknya dan tidak diketahui kapan kita akan melewati pintu tersebut. Penentunya bukan kita, benar-benar bukan kita. Lalu siapa? Allah Swt yang menurunkan perintah kepada malaikat Izrail.
Kematian, benar, pintu tersebut bernama kematian. Adapun rindu yang tadi disinggung adalah rindu pada Dia yang menciptakan kita, Allah Swt. Juga rindu kepada Nabi kita semua, Muhammad Saw.
Berbicara tentang kematian, tak sedikit orang yang ingin menghindar. Tentu dengan berbagai alasan, namun bisa ringkas hanya ada dua. Pertama, ia yang ingin menghindar dari kematian bukan berarti tak memendam rindu pada Tuhannya, dan bukan ia membenci kematian, bukan. Tapi ia tahu bahwa amal yang dipunya terlalu sedikit untuk dibawa sebagai “hadiah” terindah untuk yang dicintainya, Allah Swt. Imam Al-Ghazali dalam bukunya Menjemput Metode Kematian menyebut orang yang seperti ini dengan orang yang taubat dan tidak termasuk pada golongan orang yang pernah Rasul sabdakan, “Barang siapa yang tidak menyukai berjumpa dengan Allah maka Allah tidak menyukai berjumpa dengannya”.
Kedua, orang yang menghindar dari kematian karna ia memang membencinya disebabkan terlena oleh gemerlap dunia yang pada hakikatnya sementara. Tertipu dengan harta dan kesenangan sesaat. Semoga kita tidak termasuk kepada golongan ini.
Meski ada yang menghindar dari kematian, bukan berarti tidak ada yang justru menginginkan kematian itu. Lagi-lagi kita bisa mengelompokkannya kepada dua tipe. Pertama, dia yang menginginkan kematian karna merasa lelah dan jengah dengan kehidupan yang ada sehingga berpikir lebih baik mati daripada menjalani hidup. Namun, sejatinya justru ketika kematian datang masalahnya akan berjuta kali lipat ketika bekal yang dibawa tak cukup untuk menuju kampung akhirat.
Kedua, dia yang menginginkan kematian karna benar-benar rindu dengan Rabbnya yang Esa. Bahkan, masih kata Imam Al-Ghazali dalam buku yang sama disebutkan bahwa orang seperti ini “lebih menyukai datangnya kematian secara cepat agar ia terjauh dari orang-orang yang melakukan kemaksiatan” beliau sebut orang seperti ini adalah orang yang makrifat. “ia selalu mengingat kematian, karena kematian baginya adalah janji pertemuan dengan yang dicintainya. Dan orang yang mencintai tidak akan lupa terhadap janji bertemu dengan yang dicintainya”, tutur Al-Ghazali dalam paragraf yang lainnya.
Bagi seorang mukmin, siapa yang tak rindu dengan Tuhannya? Siapa yang tak rindu dengan Rasulnya, Muhammad Saw? Siapa yang tak rindu berkumpul dengan orang-orang shalih di puncak kenikmatan surga firdaus-Nya? Tentu setiap mukmin sangat merindukannya.
Untuk melerai rindu tersebut tentu hanya ada satu pintu, ya, kematian. Maka selayaknya kita mempersiapkan untuk melalui pintu tersebut dalam setiap tarikan nafas ketika hidup. Karena kita tidak pernah tahu, kapan malaikat Izrail membukakan pintunya untuk kita. Dan jika pintu kematian terbuka, maka tak guna lagi sesal yang ada. Mari persiapkan diri untuk pertemuan agung dengan Rabb juga dengan orang-orang yang kita cintai dalam kekekalan surga yang telah dijanjikan Sang Pemegang Puncak Kenikmatan.
Harus selalu kita ingat, jalannya hanya ada satu pintu. Tak ada pintu yang lain meski tebusannya dengan perhiasan seluas langit dan bumi. Ya, hanya ada satu pintu; kematian. Mari kita persiapkan!
Wallahu'alam bisshowwaab.
Post a Comment