Ibu Rumah Tangga dan Member AMK
Gerakan cinta produk Indonesia yang dikampanyekan pemerintah hanya sekedar seremonial saja. Karena pada kenyataannya berbanding terbalik dengan kebijakan yang diambil.
Kembali pemerintah membuka keran impor garam sebesar 3,07 juta ton. Keputusan tersebut tentu saja membuat resah para petani garam.
Keputusan pemerintah untuk membuka keran impor garam sebesar 3,07 juta ton pada tahun 2021 disampaikan langsung oleh Menteri Perindustrian (Memperin) Agus Gumiwang Kartasasmita.
Pemerintah melakukan impor karena kebutuhan garam nasional mencapai 4,6 juta ton pada tahun 2021. Sementara stok dari garam lokal jauh dari mencukupi.
Menperin menjelaskan alasan perlunya impor garam.
Pertama, selain tak mencukupi kebutuhan nasional kualitas garam lokal dianggap tidak memenuhi standar industri.
Kedua, yang tidak kalah penting adalah kualitas di mana beberapa sektor industri seperti Khloe, alkali, farmasi dan kosmetik, pengeboran minyak serta aneka pangan membutuhkan garam sebagai bahan baku dalam spesfikasi yang cukup tinggi dari sisi kandungan NaCl maupun cemaran-cemaran logam yang cukup rendah.
Ketiga, petani lokal belum bisa memenuhi pasokan garam untuk industri secara berkesinambungan. (kompas.com,25/9/2021)
Pemerintah diminta untuk mengkaji ulang kebijakan impor garam 3,07 juta ton oleh petani garam yang tergabung dalam Himpunan Masyarakat Petambak Garam (HMPG).
Mohammad Hasan selaku Ketua Umum HMPG di Surabaya mengatakan, kuota garam impor yang ditetapkan pemerintah tersebut lebih besar dibanding tahun 2020 sebesar 2,7 juta ton.
Menurut Hasan stok garam rakyat tahun lalu sebanyak 1,3 juta ton dan stok garam perusahaan pengolah garam yang diimpor tahun 2020 sampai sekarang masih menumpuk.
Dampaknya harga di pasaran anjlok karena tidak terserap oleh konsumen rumah tangga maupun industri. Impor garam dengan alasan kualitas garam rakyat yang dibilang rendah hanyalah pembenaran bagi importir.
"Pemerintah telah melakukan berbagai upaya melalui program peningkatan kuantitas dan kualitas garam rakyat. Di antaranya dengan penerapan teknologi berupa geosioiator atau membrane," ujarnya. (kompas.com,26/3/2021)
Bukan kali ini saja petani garam mengalami kerugian besar akibat kebijakan impor garam. Janji swasembada garam yang disampaikan pejabat pemerintah sampai sekarang masih menjadi pekerjaan rumah yang belum menemukan solusinya sampai saat ini.
Untuk mencapai target swasembada garam pemerintah harusnya memberi support para petani agar meningkatkan produksinya, pemerintah justru memberi kemudahan perizinan bagi importir.
Pemerintah dengan sistem demokrasi kapitalis hanya sebagai regulator. Kebijakan yang diambil tidak berpihak kepada rakyat namun kepada kapitalis pemilik modal.
Berbeda dengan sistem lslam yang dipimpin oleh seorang khalifah. Impor bukanlah solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan yang merupakan kebutuhan pokok. Karena kebutuhan tersebut wajib dipenuhi oleh negara dengan harga terjangkau dan tidak merugikan petani.
Untuk mencapai swasembada pangan khalifah akan mengambil kebijakan, pertama membekali ilmu yang mumpuni kepada petani untuk dapat mengoptimalkan kualitas produksi dengan memanfaatkan teknologi serta memfasilitasinya.
Kedua, untuk menjaga kestabilan harga pemerintah akan mengawasi pendistribusian barang ke seluruh wilayah agar tidak terjadi penimbunan barang. Sehingga harga barang tidak bebas naik dan turun yang dapat mempengaruhi daya beli masyarakat.
Dalam lslam kebijakan ekspor_impor tidak hanya upaya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tetapi sebagai upaya untuk menyebarkan risalah lslam ke seluruh dunia. Maka negara akan memilah dengan negara mana akan melakukan kerjasama. Negara tidak akan melakukan kerjasama dengan negara yang memusuhi lslam.
Mari kita tinggalkan sistem demokrasi kapitalis dengan menerapkan lslam secara kafah agar kita dapat hidup sejahtera.
Wallahu'alam bishshawab
Post a Comment