Oleh: Aghniarie (Penulis)
Permen PPKS dianggap banyak ahli dan ulama sebagai pembuka pintu zina, tak ayal beberapa waktu lalu viral video mesum dengan judul "Suka Sama Suka." Di Garut, adegan mesum itu dilakukan di studio foto dan disebar lewat akun IG. Itu baru satu akun viral yang terungkap di permukaan. Faktanya adegan zina yang terekam di sosmed maupun yang tidak terekam bagai bongkahan gunung es, masalah di permukaan yang terlihat lebih kecil dibanding dengan masalah yang sebenarnya yang tidak nampak.
Permen yang dinilai banyak kalangan sebagai permen liberal dengan Frasa yang kontroversial "adanya persetujuan korban." Ini terkesan sangat represif dan dipaksakan. Tercantum dalam pasal 19 di permendikbudristek PPKS ini bahwa jika ada Perguruan Tinggi yang tidak menjalankan permen ini maka akan dikenai sanksi. Isi dari pasal 19 tersebut adalah Perguruan tinggi yang tidak melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dikenai sanksi administratif berupa: a. penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana untuk perguruan tinggi dan/atau. b. penurunan tingkat akreditasi untuk perguruan tinggi.
"Sanksi ringan yaitu formatnya seperti teguran tertulis atau pernyataan permohonan maaf, sampai dengan sanksi berat. Sanksi administrasi terberat adalah pemberhentian, misalnya sebagai mahasiswa atau sebagai jabatan dosen dan lain-lain," ujar Nadiem. Nadiem juga mengatakan pelaku yang mendapatkan sanksi ringan dan sedang wajib mengikuti program konseling sebelum kembali beraktivitas di kampus. Biaya konseling ditanggung pelaku. (detik.com, 15/11/2021)
Sanksi yang dibuat tersebut menunjukkan bahwa Permen PPKS ini tidak hanya mendorong liberalisasi seksual di wilayah kampus, namun juga membuktikan rezim amat represif dengan target institusi PT mengikuti tanpa ada celah mengkritisi. Serta sikap rezim yang tidak peduli atas aksi kelompok masyarakat yang mengkritisi sampai menolak dan tetap disahkannya permen ini. membuktikan bahwa ada tujuan lain dibalik klaim untuk memberantas kekerasan seksual di kampus.
Dibalik Permen PPKS
Para pengamat menilai tujuan terselubung dengan memaksanya Permen ini tetap digoalkan meski berbagai pihak banyak yang menolak. Permen ini bagian dari agenda untuk mengarusutamaan gender yang liberal demi misi internasional SDGs (Sustainable Development Goals) pembangunan yang menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat global dengan kesetaraan gender. Selain itu permen ini menjadi jalan untuk menggaungkan ide-ide liberal, seperti moderasi beragama, LGBT dan lain sebagainya.
Tanpa adanya dorongan aturan dari negara saja kasus zina sudah marak di depan mata, tidak hanya di layar kaca media sosial. Bahkan adegan tak senonoh pasangan tidak halal, sudah lumrah terjadi di lingkungan kita. Bagaimana jadinya generasi ini, tak terbayang kehancuran moral yang akan terjadi dengan adanya dorongan dari negara terhadap perbuatan bejat ini.
Juga ada kemungkinan besar untuk satuan tugas penanganan kekerasan akan diisi golongan Feminis dan liberalis serta menutup celah bagi kalangan agama untuk turut menangani kasus kekerasan seksual di kampus
Bukan Permen Tapi Syariat
Tentu semua sepakat tindak pelecehan dan kekerasan seksual harus dimusnahkan dari lingkungan pendidikan dan kehidupan manusia. Namun berharap pada permen PPKS yang sejatinya lahir dari sumber yang cacat bagai merindu bulan di siang bolong, mustahil terjadi. Umat mesti mengetahui sumber Permendikbudristek PPKS lahir dari paham sekuler-liberal, termasuk kesetaraan gender yang dielu-elukan penuh dengan kebathilan. Paham ini berasal dari buah pikir manusia yang penuh kelemahan dan tidak memiliki standar pasti dalam menentukan benar salah atas setiap permasalahan dan tidak mampu memberi solusi.
Kalau memang benar pemerintah serius dalam menangani kasus pelecehan dan kekerasan seksual serta mewujudkan idealisme pendidikan. Seharusnya pemerintah berupaya menuntaskan akar masalahnya, tidak berpikir parsial. Wabah kekerasan seksual ini tidak hadir sendiri ia merupakan cabang akibat diterapkannya sistem sekuler-liberal yang tidak mampu memberikan kebaikan tapi hanya bisa melahirkan kerusakan dan bencana, bahkan di dunia pendidikan.
Untuk itu satu-satunya solusi yang bisa dilakukan adalah dengan mencampakkan sistem kufur ini dan menggantinya dengan syariat Islam. Sistem Islam adalah aturan yang bersumber dari Allah Swt sang Pencipta manusia dan alam raya. Sehingga aturannya sudah pasti penuh kebaikan untuk seluruh makhluk hidup dan menutup celah keburukan. Allah Swt tidak membiarkan manusia hidup bebas merdeka. Karena Allah Swt telah menciptakan fitrah dalam diri manusia (yakni gharizah tadayun) untuk senantiasa terikat dengan akidah Islam. Sehingga Allah Swt memberikan aturan kehidupan untuk manusia baik dalam ranah individual, keluarga, masyarakat, hingga negara, yang disebut hukum syara.
Aturan Islam tegak dalam tiga pilar kehidupan, yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan penerapan aturan Islam kafah oleh negara. Aturan Islam terkait kekerasan seksual, akan didapati aturan yang bersifat preventif (pencegahan) dan kuratif (sanksi yang menjerakan). Aturan yang bersifat preventif ini terperinci dalam bab sistem pergaulan yang mengatur bentuk interaksi lawan jenis laki-laki dan perempuan yang dibolehkan, larangan tabaruj (bersolek di muka umum), kewajiban menutup aurat, dan lain sebagainya. Juga pengetatan terhadap media sosial hal-hal yang berbau pornografi atau menjurus kepadanya tidak akan diberi ruang. Sistem Islam akan menjamin terpeliharanya akidah, moral dan akhlak yang baik serta kebersihan tata nilai kehidupan di tengah masyarakat.
Dalam Islam semua yang melanggar hukum syara itu adalah perbuatan kriminal termasuk salah satunya perbuatan zina, meski dilakukan suka sama suka namun jika tidak ada ikatan pernikahan yang sah secara hukum agama, maka terkategori perbuatan kriminal yang pelakunya akan mendapatkan sanksi. Sanksi dalam Islam adalah jika pelakunya masih lajang (belum menikah) maka akan dijilid(cambuk) 100x dan diasingkan. Sedang jika pelakunya sudah menikah maka akan dirajam hingga mati. Inilah aturan dalam bentuk kuratif, sanksinya selain menjerakan baik bagi pelaku maupun masyarakat umum, juga menjadi wasilah terhapusnya dosa tersebut di sisi Allah Swt, tentu jika si pelaku bertaubat dengan taubatan nasuha.
Dalam ranah pendidikan sendiri Islam akan memfokuskan visi dan misi pendidikan pada satu arah. Yaitu melahirkan generasi yang memahami tujuan penciptaan, memahami dirinya sebagai hamba Allah yang terikat hukum syarat serta siap untuk memakmurkan bumi untuk peradaban cemerlang. Bukan generasi robot penghasil uang yang kosong dari nilai keruhanian, budi pekerti, akhlakul karimah dan kebaikan-kebaikan lainnya.
Wallahu'alam bishshawab.
Post a Comment