Oleh : Annisa Eres (Aktifis Muslimah Kota Serang)
Saat ini pemerintah begitu gencar menyuarakan perubahan melalui isu moderasi beragama. Menganggap bahwa moderasi beragama adalah satu-satunya solusi atas permasalahan bangsa saat ini.
Moderasi beragama dianggap solusi tuntas atas radikalisme, ekstremisme (terlalu ekstrem), dan fanatisme (terlalu fanatik) yang diduga tengah menghantui rakyat.
Moderasi beragama disangka sebagai penyelamat bagi keharmonisan umat.
Kenyataan di Lapangan
Faktanya masalah utama rakyat bukanlah radikalisme, ekstremisme, dan fanatisme. Isu ini adalah ilusi untuk mengelabui rakyat atas derita yang sebenarnya.
Selama setahun terakhir ini, masalah utama yang dihadapi di lapangan bukanlah masalah di atas. Melainkan seabrek masalah yang tak pernah tuntas solusinya.
Sudah hampir tiga tahun pandemi, apa solusi tuntas dari pemerintah? Sudah tak terhitung nyawa yang melayang. Bahkan vaksin yang digadang malah diperdagangkan oleh negara sendiri kepada rakyatnya. Bukankah jaminan kesehatan adalah hak rakyat dan menjadi kewajiban pemerintah? Justru hal ini dikapitalisasi oleh negara, dijadikan sumber penghasilan.
Parahnya lagi, bansos untuk rakyat miskin malah dikorupsi oleh pejabat. Sungguh tak punya hati. Mereka bukannya mengurus rakyat malah sibuk memperkaya diri sendiri tanpa peduli dengan amanah dan kewajiban di pundaknya.
Akhir tahun ini saja permasalahan klasik yang mencekik mayoritas rakyat Indonesia muncul kembali. Kenaikan harga pada berbagai komoditas pangan, yang anehnya tidak bisa diselesaikan oleh negara. Sembako dan bahan pangan lain merangkak naik. Belum lagi awal tahun depan listrik dan BBM juga menanti akan dinaikkan.
Rakyat sudah susah selama pandemi, ditambah kebijakan ekonomi yang semrawut. Membuat rakyat kian gigit jari dan mengencangkan ikat pinggang. Perbaikan ekonomi untuk rakyat sudah dilakukan oleh pemerintah. Tapi entah untuk rakyat yang mana? Dan hanya terbatas angka-angka saja. Nyatanya, rakyat masih kesulitan mendapatkan bahan pangan murah. Bahkan di Cilacap ditemukan seorang pemulung, Sumarno (40 tahun) yang sudah tidak bernyawa akibat kelaparan di rumah kosong.
Padahal negara ini memiliki begitu banyak sumber daya alam dan manusia yang mumpuni. Tak bisa dikelola dengan baik oleh negara.
Di ranah sosial, masyarakat dikejutkan dengan mencuatnya isu kekerasan seksual. Kekerasan ini bahkan sampai merenggut nyawa. Bahkan tagar “No Viral No Justice” sempat trending di media sosial. Pelakunya bahkan orang yang seharusnya membuat rakyat merasa aman. Kekerasan ini tentu membayangi setiap orang tua.
Kejadian yang tampak hanya secuil dari kenyataan, yang terjadi justru jauh lebih banyak dan tak terhitung jumlahnya.
Peran dan Tanggung Jawab Negara Setengah Hati
Begitu beratnya permasalahan hidup saat ini. Untuk mencari makan saja sudah susah ditambah lagi harus mengawasi setiap anggota keluarga agar tidak menjadi korban kekerasan seksual. Lalu dengan teganya pemerintah masih memeras rakyat dengan pajaknya. Dengan entengnya vaksin pun diberikan tarif.
Setelah semua permasalahan ini, ada satu solusi dari pemerintah yang gencar digaungkan, yaitu Islam moderat. Mungkin agar rakyat mayoritas (rakyat miskin) bisa hidup rukun dan toleransi kepada rakyat minoritas (orang kaya), miris.
Apakah ini solusi tuntas? Tidak. Bahkan ide Islam moderasi tidak mengatasi masalah apa pun hari ini. Justru akan semakin menambah masalah.
Islam moderasi justru ide yang sangat berbahaya. Umat Islam digiring untuk memiliki pola pikir seperti yang Barat mau, dengan tetap membiarkannya memeluk agama Islam tetapi justru membenci aturan Islam itu sendiri. Bahkan umat Islam diseru agar membenci Khilafah.
Islam moderat adalah ide penghancur umat. Umat memilih aturan agama yang ia suka, dan meninggalkan yang ia tidak suka. Apakah aturan agama itu seperti makanan prasmanan? mengambil hanya yang diinginkan, sesuai hawa nafsu.
Padahal kita sebagai seorang muslim sudah Allah wajibnya untuk berislam kaffah, berislam secara sempurna. Mengambil semua aturan hidup kita hanya dari aturan Allah. Itulah makna dari sami’na wa atho’na. Kami mendengar dan kami taat. Apa pun hukum yang ditetapkan oleh Allah, seorang muslim harus tunduk terhadap hukum syariat.
Seperti sekarang, pengendara motor harus mengikuti aturan lalu lintas selama ia berkendara. Harus memakai helm atau sabuk pengaman, untuk apa? Untuk kebaikan dan keselamatannya selama berkendara di jalan hingga sampai ke tempat tujuan.
Sama seperti seorang muslim yang sudah Allah wajibkan untuk tunduk dan pasrah terhadap syariat-Nya. Demi apa? demi keselamatan di dunia hingga ke akhirat, dan ini adalah bentuk ketaatan terhadap Sang Pencipta Semesta.
Islam Mengatasi Seluruh Persoalan Negeri
Seorang ulama besar, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani telah menuliskan dan menjelaskan dengan detail dalam buku-bukunya berjudul: Sistem Ekonomi, dan juga Sistem Pergaulan dalam Islam.
Bahwa dalam sistem ekonomi Islam, negara menguasai dan mengelola sendiri segala sumber daya alam yang dimiliki untuk kemaslahatan rakyat dan hal ini menjadikan negara mandiri untuk memenuhi kebutuhan dasar (pangan, kesehatan, dan pendidikan) rakyatnya. Justru tidak boleh diberikan ke pihak asing untuk dikelola.
Sumber Daya Alam (SDA) dikelola oleh negara, dan rakyat diberikan pekerjaan dalam pengelolaan tersebut. Tidak boleh diberikan kepada Tenaga Kerja Asing (TKA) selama rakyat masih bisa dan membutuhkan pekerjaan tersebut.
Turunan dari sistem ekonomi ini adalah negara mampu menyediakan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang terbaik dan justru gratis untuk rakyat. Serta mampu mengendalikan harga untuk kebutuhan pokok rakyat sehingga mudah dan murah dijangkau masyarakat.
Sedangkan dalam sistem pergaulan Islam, negara akan mampu menjaga masyarakat dari kemunduran moral. Perempuan diwajibkan menutup aurat dan laki-laki diwajibkan menundukkan pandangan, serta membatasi pertemuan (ikhtilat dan khalwat) antara laki-laki dan perempuan kecuali darurat (misalnya dalam kebutuhan kesehatan, pendidikan, atau jual beli). Jikalau harus ada pertemuan, perempuan harus didampingi atau dengan izin mahramnya dan tidak berlama-lama. Sehingga segala bentuk kekerasan terhadap perempuan bisa dicegah.
Adapun dalam hukum Islam, segala bentuk kejahatan yang terjadi akan dihukum sesuai dengan hukum Islam. Pencuri akan dihukum potong tangan sesuai kadar korupsinya. Pezina akan dijilid 100 kali jika belum menikah atau dirajam hingga mati jika sudah pernah menikah.
Tetapi semua sanksi tersebut tidak akan dapat diterapkan kecuali dalam naungan daulah khilafah, yang sudah terbukti selama 14 abad mampu membawa manusia kepada kegemilangan peradaban Islam. Itulah mengapa umat manusia butuh khilafah.
Wallahu a’lam bishawwab.
Post a Comment