Oleh : Aghniarie (Penulis)
Dapur Ibu kembali diguncang dengan berbagai harga kebutuhan pokok yang semakin merangkak naik hingga di luar batas psikologis.
Dwi Andreas, mengatakan harga-harga komoditas tersebut saat ini, telah melewati batas ambang harga psikologis. Di tingkat konsumen harga cabai, tembus Rp 100.000 per kilogram. Minyak goreng curah lebih dari Rp 18.000 per kilogram dan telur mencapai harga Rp 30.000 per kilogram (liputan 6.com, 31/12/2020)
Pemicu Kenaikan Komoditas
Para pakar berpendapat, pemicu naiknya harga cabai adalah karena fenomena alam hingga membuat para petani banyak yang mengalami gagal panen sedangkan setiap akhir tahun permintaan tinggi, sehingga berlaku hukum ekonomi kapitalis. Andreas memprediksi puncak kenaikan harga cabai di bulan Januari akan kembali turun di bulan Februari. Karena, akhir januari petani mulai panen.
Sedangkan semakin tingginya harga minyak goreng dipicu karena meningkatnya permintaan dari luar negeri terhadap permintaan kelapa sawit. Situasi ini dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk meraup keuntungan. Tidak hanya itu, alasan kenapa Indonesia yang terkenal berlimpah sawit sehingga dijuluki si raja sawit, tidak mampu memenuhi kebutuhan rakyat atas minyak goreng? Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, menjelaskan bahwasanya harga CPO menjadi rujukan harga produsen minyak goreng. Karena pengusaha kebun sawit berbeda dengan produsen minyak goreng. Dan hanya sebagian kecil produsen CPO yang terkoneksi dengan produsen minyak goreng.
Inilah sebabnya, kenapa Indonesia tidak mampu memenuhi kebutuhan rakyatnya dengan harga terjangkau atas minyak goreng. Karena harus bergantung pada harga CPO internasional, konsekuensi dari diterapkannya hukum kapitalisme.
Sedangkan untuk kenaikan telur diprediksi murni karena meningkatnya permintaan di tengah masyarakat, bukan adanya spekulan. Hal ini akibat dari dibukanya PPKM, sehingga restoran dan perhotelan pun turut kembali buka, sehingga kebutuhan akan telur mengalami peningkatan. Naiknya harga telur bahkan dianggap wajar karena hingga bulan November kemarin, harga telur sangat anjlok. Kenaikan ini akan mereda di bulan Februari hingga berpuncak di bulan April dan setelahnya akan naik lagi.
Peneliti Core Indonesia, Andreas, meminta masyarakat jangan khawatir karena hal tersebut memang sudah menjadi siklus, paparnya.
Hal tersebut menunjukkan bahwa ini sudah lumrah terjadi. Kondisi yang terjadi berulang ini kenapa tidak diantisipasi oleh negara? untuk menghentikan laju meroketnya bahan pokok yang kerap tak terkendali, demi menghilangkan kesulitan masyarkat. Karena imbas dari kenaikan harga komoditas semakin merosotnya kesejahteraan rakyat. Ditambah kondisi yang masih pandemik semakin memperburuk keadaan.
Tren Kenaikan Pangan Butuh Solusi
Jika dalam sistem kapitalis negara tidak mampu menguasai pangan 100%. Namun negara harus segera turun campur tangan, agar wilayah yang mengalami devisit bahan pangan bisa teratasi. Kenaikan komoditas pangan terus terjadi setiap tahunnya, dalam momen perayaan-perayaan keagamaan dan tahun baru. Sampai-sampai membentuk tren kenaikan harga.
Maka antisipasi harusnya dilakukan sejak dini agar harga-harga kebutuhan pokok bisa dijangkau masyarakat dan ketahanan pangan pun tercipta. Apalagi masa pandemik yang belum selesai, tentu negara harus segera memenuhi kebutuhan pokok bagi rakyat yang terguncang perekonomiannya.
Namun, sadar atau tidak, kenaikan harga ini tetap lazim terjadi meskipun tidak adanya pandemi. Ini diakibatkan dari aturan main dalam sistem ekonomi kapitalis. Yang lebih mementingkan keuntungan bagi penguasa, kelompoknya, dan tuan penyokongnya. Sedangkan kebutuhan dan kesejahteraan rakyat bukan prioritasnya.
Dalam kebijakan pasar, negara lebih memprioritaskan elit kapital. Sehingga tren impor pangan pun menjadi fenomena yang harus dinikmati meski mengiris hati rakyat. Karena lebih menguntungkan korporat asing dan mematikan para petani dan produksi dalam negeri. Bahkan APBN digunakan untuk biaya impor bukan digunakan untuk riset teknologi terbaru demi peningkatan ketahanan pangan.
Tidak hanya itu, dalam sistem distribusi pun tidak kalah mengkhawatirkan, karena korporasi menguasai jalur pengelolaan sumber produksi. Ditambah lemahnya peran negara dalam penyaluran bahan pangan. Dan yang lebih parah adalah pembuat aturan negara berada di tangan manusia. Sehingga mudah bagi pemangku jabatan untuk mengubah undang-undang demi kepentingannya sendiri dan kepentingan tuannya.
Dan tentu solusi dari kenaikan komoditas yang selalu berulang dalam tiap tahunnya ini. Tidak bisa diselesaikan oleh aturan rusak buatan manusia. Sehingga butuh aturan alternatif yang solutif yang lahir dari Sang Pencipta kehidupan (Al-Khalik), Ia adalah aturan Islam, yang bisa menyelesaikan seluruh problematika kehidupan, termasuk pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.
Solusi Efektif Berasal dari Islam
Islam akan menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar seluruh rakyat tentu syaratnya adalah dengan diberlakukannya sistem ekonomi Islam. Langkah pertama, negara dalam aturan Islam akan menjaga pasokan produksi pangan dalam negeri. Untuk memaksimalkan produksi, negara akan membuka akses lahan bagi seluruh rakyat dan mendukungnya dengan memberi modal pelatihan, edukasi, infrastruktur dan berbagai macam sarana penunjang.
Langkah kedua, tentang distribusi. Negara akan membentuk pasar yang kondusif dan sehat, mengawasi perniagaan di dalamnya, dan melenyapkan penyebab distorsi pasar. Langkah ketiga, negara mengawasi harga sesuai mekanisme pasar. Tidak hanya itu, negara juga secara mandiri (independen) melakukan politik perdagangan luar negeri.
Demikianlah segala sesuatu harus diatur dengan aturan Islam, mulai dari urusan pribadi, pasar (jual-beli) hingga perdagangan luar negeri. Semua wajib sesuai syariat Islam dan mengutamakan kemaslahatan Islam dan kaum muslimin. Negara dalam Islam adalah pengatur dan penentu pelaksanaan perdagangan luar negeri, baik atas nama negara maupun secara individu. Kaum muslimin tidak boleh diintervensi asing. Dalam pelaksanasn ekspor dan impor serta kerjasama di bidang lainnya harus memperhatikan status negaranya. Jika negara tersebut terkategori kafir harbi yang memusuhi kaum muslimin maka haram kerja sama dengannya. Negara juga wajib memperhatikan jenis produknya, rakyat membutuhkan atau tidak, dan nilainya strategis atau tidak. Jika semua hal tersebut dijalankan oleh negara. Maka gejolak berbagai harga kebutuhan dasar rakyat dapat diminimalisir bahkan dicegah.
Untuk itu jika Islam diyakini menjadi satu-satunya solusi untuk menyelesaikan permasalahan kenaikan harga, maka wajib bagi setiap muslim untuk mengambil solusi tersebut. Caranya dengan ikut dalam perjuangan dienullah (sistem Islam) agar tegak di muka bumi dan mengatur seluruh negeri-negeri kaum muslimin. Alhasil kekayaan alam milik kaum muslimin akan terkelola dengan baik dan bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat muslim dan non-muslim. Itulah pembuktian keimanan seorang muslim.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS al-A’raf [7]: 96).
Wallahu 'alam bishshawab
Post a Comment