Sepanjang tahun 2021 kita banyak disuguhi berita tentang Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan lembaga antirasuah. Banyaknya pejabat yang menjadi target OTT menunjukkan betapa mengguritanya tindak pidana korupsi di negeri tercinta ini. Koruptor semakin menunjukkan eksistensinya seakan tak malu saat ditangkap dan dipenjara.
Menurut Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Jumat (17/12/2021) KPK telah mencatat menerima sejumlah 3.708 aduan dan sudah selesai diverifikasi sebanyak 3.673 aduan sampai dengan 30 November 2021.
Laporan dugaan korupsi terbanyak berasal dari DKI Jakarta sebanyak 471 aduan. Kedua dari Jawa Barat sebanyak 471 aduan. Kemudian Sumatera Utara 346 aduan, Jawa Timur 330 aduan dan Jawa Tengah 240 aduan. Pada tahun 2021 ini lebih banyak kasus yang ditangani dibanding tahun 2020 sebanyak 91 perkara dengan 110 tersangka.
Menurut Ali, masyarakat sangat berperan penting dalam upaya pemberantasan korupsi karena sebagian besar kasus korupsi yang ditangani berawal dari laporan masyarakat dan KPK sangat mengapresiasi serta akan memproses setiap aduan yang masuk dan akan melakukan verifikasi untuk mengetahui apakah pengaduan tersebut sesuai dalam ketentuan Undang-Undang. Apakah termasuk dalam ranah tindak pidana korupsi dan menjadi kewenangan KPK atau tidak. (sindonews.com, 17/12/2021)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang tahun 2021 telah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap sejumlah pejabat diantaranya:
1. Mantan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah pada 28 Februari 2021 dugaan kasus suap terkait barang, jasa dan pembangunan infrastruktur di wilayah Propinsi Sulawesi Selatan dengan menerima suap sebesar Rp. 2 milliar dari kontraktor.
2. Mantan Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidayat, pada 10 Mei 2021 dugaan kasus pengisian jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk.
3. Mantan Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari bersama suaminya, anggota DPR Fraksi Partai NasDem, Hasan Aminuddin pada 30 Agustus 2021 dugaan korupsi jual-beli jabatan kepala desa di Kabupaten Probolinggo.
4. Mantan Bupati Musi Banyuasin, Didi Reza Alex Nurdin bersama pejabat pemerintah lainnya pada 15 Oktober 2021 dugaan korupsi pengadaan barang, jasa dan infrastruktur di Kabupaten Musi Banyuasin. (suara.com, 25/12/2021)
Maraknya korupsi yang terjadi di lingkungan pemerintahan seolah-olah menjadi sebuah budaya yang diwariskan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Selain itu adanya niat dan kesempatan untuk memperkaya diri serta rendahnya iman seseorang menjadi pemicu terjadinya tindakan korupsi.
Ditambah mahalnya biaya politik dalam sistem demokrasi memaksa seseorang untuk mencari pendukung dan pendana agar dapat maju dalam pemilu, sebagai balas jasa sehingga muncul kebijakan-kebijakan yang memihak pada pemilik dana (kapitalis). Seperti seorang pejabat akan memberikan proyek dengan penujukan langsung maupun memberi proyek tanpa melalui mekanisme pelelangan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Ringannya hukuman yang diterima bagi pelaku tindak pidana korupsi tidak menimbulkan efek jera bagi pelakunya. Hukum dalam sistem demokrasi sekuler saat ini seolah-olah tumpul ke atas tajam ke bawah seperti hukum belah bambu. Pisau hukum sangat tajam terhadap rakyat kecil namun sebaliknya tumpul terhadap pemilik modal dan pejabat atau politikus. Negara demokrasi dengan slogan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat namun kenyataannya hukum hanya berpihak pada uang dan kekuasaan. Hukum buatan manusia dapat diutak-atik sesuai kehendak penguasa.
Berbeda dengan sistem lslam yang mengambil hukum bersumber dari Al Quran, Al hadis, ljma' sahabat dan Qiyas sehingga tidak dapat diutak-atik.
Dalam lslam hukuman bagi koruptor adalah hukuman ta'zir berupa tasyhir atau pemberitaan (kalau sekarang bisa melalui televisi kalau dulu diarak keliling kampung), penyitaan harta dan hukuman kurungan sampai hukuman mati. Berat ringannya hukuman ta'zir disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan. (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 78_89)
Untuk mencegah korupsi menurut syariah lslam adalah dengan pembinaan akidah lslam terhadap aparat negara yang direkrut berdasarkan profesionalitas dan integritas. Memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada para aparat negara. Melarang menerima suap dan hadiah bagi para aparat negara serta melakukan penghitungan kekayaan aparat negara. Menempatkan peminpin sebagai figur yang baik sebagai teladan. Menjadikan masyarakat dan negara sebagai pangawas aparat negara.
Hukum lslam memberikan jaminan kebaikan untuk seluruh alam sebagaimana firman Allah Swt.
"Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan menjadi Rahmat bagi seluruh alam." (TQS Al Anbiya: 107)
Masihkah kita hidup nyaman dalam sistem demokrasi sekuler yang hanya mencetak pejabat korup? saatnya kita kembali menerapkan lslam secara kafah yang mampu melindungi dan menyejahterakan rakyatnya. Sejarah telah membuktikan lslam mampu menguasai 2/3 bagian dunia dengan berdirinya Daulah Islamiyah.
Wallahu'alam bishshawab.
Post a Comment