Oleh : Lia Haryati, S.Pd.I (Praktisi Pendidikan, Pemerhati Umat)
Siapa diantara kita yang tidak tahu istilah silaturahmi? Sebuah pertemuan yang begitu indah sebab terjalin rasa sayang sesama saudara seiman dalam satu bingkai bernama Akademik Menulis Kreatif (AMK). Atau mungkin pertemuan seperti teman sekolah, teman dalam satu dakwah yang terhalang jarak kondisi membuat sulit berjumpa. Apalagi kondisi bumi sedang dalam wabah pandemi. Yang artinya kerinduan akan sahabat, saudara seiman, sanak famili semua tertahan. Namun, suatu kenikmatan tersendiri dari Allah SWT atas nikmat sehat, nikmat iman dan Islam pertemuan indah di dunia terkabul oleh-Nya.
Serangkaian acara apapun pada intinya, ia hanya, sebagai penghantar kerinduan bagi dua insan. Seperti pertemuan seorang wanita dan laki-laki yang disatukan dalam sebuah ikatan pernikahan. Begitu pula pertemuan sahabat taat di dunia menambah semangat, dan bertambahlah jumlah saudara seiman diantara manusia. Pertemuan yang dibalut dengan kerinduan mendalam, cinta pada Rabbnya. Berharap kelak bisa saling menolong ketika tidak menemui sahabatnya di surga, sahabat yang membersamai di dunia tapi tidak ditemuinya di surga.
Bahaya Budaya Barat
Sayangnya saat ini di era digital, bukan suatu hal mudah memperoleh sahabat satu visi dan misi. Apalagi satu perasaan, pemikiran dan aturan yang sama sulit didapat. Sebab dunia teknologi membuat manusia sibuk akan kehidupan dunianya sendiri.
Sedikit diantara manusia memperhatikan dengan siapa ia berteman. Padahal, teman yang baik justru ia akan menjadi pengingat diri, penyemangat diri bahkan bisa menjadi penolong bukan cuma di dunia, namun di akhirat dimana ia akan menjadi syafa'at bagi temannya.
Realitasnya justru berbalik, mereka menjadikan pertemanan sebagai ajang kesempatan mendapat manfaat semata. Bukan lagi atas dasar iman tapi mengedepan nafsu. Apa yang akan diperoleh dari berteman dengan seseorang. Tidak lagi memikirkan apa dampak jika berteman tidak tepat.
Bukan hanya dari sisi gaya dan fashion semata yang diikuti, bisa pada tingkat kemusyrikan pun bisa menjadi corong bagi temannya. Tak segan membenarkan apalagi membela sesuatu yang sifatnya semu. Viral beberapa bulan lalu seorang publik figur terkait "spirit doll" menjadikannya sebagai anak dan bisa memberikan ketenangan, ketentraman, dan keberuntungan. Hal demikian menular pada pertemanan alhasil teman pun sulit membedakan mana baik dan mana yang buruk. Fakta lainnya seorang wanita yang rela mati bunuh diri karena lelah menanggung malu, akibat ulah teman laki-laki yang tega merusak masa depan wanita tersebut. Maka tiada pilihan lain menurutnya kecuali bunuh diri.
Begitulah besarnya peranan seorang teman dalam sebuah persahabatan. Teman menjadi acuan dalam kehidupan untuk jadi pribadi yang baik atau buruk, teman bisa menjadi motivasi ketaatan atau sebaliknya.
Islam Menjaga Pertemanan
Beruntunglah orang-orang yang memiliki sahabat karib berhati mulia dan taat kepada Allah subhannahu wa ta'alaa. Sahabat taat laksana cahaya yang senantiasa memberikan penerangan bagi sahabatnya. Ketika sahabat salah tidak segan untuk sekedar mengingatkan meski berat. Tak sungkan dalam memberikan pertolongan pada sahabatnya jika ia ditimpa musibah. Dengan penuh keikhlasan hati pada Rabbnya ia ulurkan tangan demi sahabatnya.
Sejarah Islam membuktikan betapa besar kecintaan para sahabat kepada Rosul, dialah Abu bakar yang pada saat itu menemani hijrah bersama Rosullullah ke Yastrib (Madinah) yang bersembunyi dari kejaran orang-orang Quraisy di Gua Tsur (Jabal tsur), tepat disaat Rosullullah istirahat "Waktu memangku Nabi yang sedang tidur, Abu Bakar melihat di dekat jempol kakinya ada lubang. Dari lubang itu akan keluar kalajengking besar yang siap menyengat Rosullullah. Maka Abu Bakar segera menutup lubang itu dengan ibu jari kakinya,"
Kisah lainnya di masa Amir ibn Abdullah ibn Abu Ubaidah ibn Jarrah masuk Islam melalui Abu Bakar pada masa-masa awal Islam sebelum Rasulullah memasuki Darul Arqam. Ia juga turut hijrah ke Habasyah, kemudian menyertai Rasulullah dalam Perang Uhud, Perang Badar, dan berbagai peristiwa lain.
Amanah Abu Ubaidah terhadap apa yang telah menjadi tanggung jawabnya merupakan ciri yang paling menonjol. Dalam Perang Uhud, ia bisa merasakan bahwa ambisi kaum Quraisy bukanlah mencapai kemenangan perang, tetapi membunuh Rasulullah.
Karena itu, ia memutuskan untuk berperang tidak jauh dari Rasulullah. Pun ketika kondisi peperangan menggiringnya menjauh, matanya tak pernah lepas mengawasi Muhammad. Setiap kali melihat bahaya mendekat, Abu Ubaidah akan melesat dari posisinya untuk menyelamatkan utusan Allah itu.
Sampai suatu ketika, Abu Ubaidah dikepung oleh beberapa orang prajurit. Ia seolah kehilangan akal saat melihat anak panah melesat ke arah Rasulullah, kemudian tepat mengenai beliau. Ia tebaskan pedang sekuat tenaga kepada orang yang mengepungnya hingga mereka kocar-kacir.
Akhirnya, ia bisa menghampiri Rasulullah untuk mengetahui keadaan beliau. Abu Ubaidah melihat dua perisai yang dikenakan di kepala Rasulullah menancap di pipi beliau. Ia segera mendekat lalu menggigit salah satu perisai dan mencabutnya dari pipi beliau. Tanggallah satu gigi Abu Ubaidah. Selanjutnya, ia cabut perisai kedua dan tanggallah giginya satu lagi. Karena itu, Abu Ubaidah menjadi orang yang ompong gigi depannya.
Rasulullah begitu mencintai sahabat satu ini. Pada hari ketika delegasi Najran dari Yaman datang menghadap beliau untuk menyatakan Islam, mereka meminta Rasul untuk mengirimkan seseorang yang mampu mengajarkan Islam pada mereka. Rasul menjawab, "Aku akan mengirimkan bersama kalian seorang laki-laki tepercaya, benar-benar tepercaya, benar-benar tepercaya, benar-benar tepercaya."
Para sahabat mendengar pujian itu dan berharap dirinyalah yang akan dipilih oleh Rasulullah. Sampai-sampai Umar bin Khattab mengatakan, "Aku tidak pernah menginginkan untuk menjadi pemimpin seperti keinginanku pada hari itu, dengan harapan akulah orang yang dimaksud."
Selepas shalat duhur, Rasul mencari-cari orang yang beliau maksud. Umar berusaha meninggikan tubuhnya, namun Rasul tetap mencari-cari sampai menemukan Abu Ubaidah. Lalu beliau berkata, "Pergilah bersama mereka. Buatlah keputusan di antara mereka dengan benar ketika mereka berselisih pendapat."
Abu Ubaidah hidup bersama Rasulullah sebagai sahabat yang tepercaya, demikian pula sepeninggal beliau. Ia menyertai masa-masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Abu Ubaidah menjadi Amirul Umara di Syam, serta memimpin pasukan yang begitu banyak dan kuat.
Begitulah gambaran persahabatan masa kejayaan Islam memimpin dunia, rasa yang dibalut karena mendambakan cinta Allah. Apa yang dilakukan bukan hanya untuk memperoleh manfaat semata.
Wa'allahu 'alam bishowab
Mas
ReplyDeletePost a Comment