Pilarmabda.com |
Oleh : Bunda Syifa (Ibu Rumah Tangga Ideologis)
Beberapa waktu belakangan ini masyarakat selalu dikejutkan dengan naiknya harga barang-barang kebutuhan pokok. Belum reda masalah minyak goreng yang mahal dan langka, di susul naiknya harga kedelai yang membuat produsen tahu tempe menghentikan beroperasi untuk meminta solusi kepada pemerintah terkait mahalnya harga kedelai.
Nyatanya aksi mogok berproduksi ternyata tidak membuat harga kedelai turun. Hingga para produsen pun terpaksa menaikkan harga tempe dan memperkecil ukurannya untuk meminimalisir kerugian. Dampak kenaikan ini tentu dirasakan masyarakat baik penjual, para pedagang gorengan maupun masyarakat secara umum. Menurut Menteri perdagangan, M Lutfhi, mengatakan naiknya harga kedelai ini dipicu turunnya suplai import di pasar internasional.
Sebagaimana diketahui sebagian besar kebutuhan kedelai dalam negeri dipenuhi dengan jalan impor, sehingga gejolak pasar internasional mempengaruhi kenaikan harga kedelai. Harga kedelai sebelum kenaikan 12 USD per gantang, naik menjadi 18 USD per gantang. Faktor pendukung kenaikan ini antara lain faktor cuaca dan adanya inflasi bahan pangan di Amerika Serikat sebagai produsen kedelai. Gejolak harga ini mempengaruhi kemampuan pemerintah untuk mengimpor kedelai, hingga ketersediaan kedelai di dalam negeri menjadi langka.
Di sisi lain, sebagai negara agraris yang potensinya sangat besar Indonesia masih sangat tergantung dengan impor. Hal ini tentu sangat ironi. Padahal sebagai negeri agraris Indonesia punya potensi untuk memenuhi kebutuhan kedelainya secara mandiri. Namun potensi ini seolah diabaikan. Pemerintah lebih memilih cara instan untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, hal ini tentu bisa mengakibatkan ketergantungan dan berakibat pada ketahanan pangan yang berada di tangan negara lain. Ketidakberdayaan ini menandakan bahwa kapitalisme telah mencengkeram, sehingga kebijakan yang diambil pun berpihak kepada para kapitalis atau pemilik modal.
Dibutuhkan sistem yang mampu mewujudkan kemandirian pangan. Dimana sistem ini memiliki cara pandang yang khas tentang ketahanan pangan. Pangan akan dianggap sebagai sesuatu yang tidak boleh bergantung kepada negara lain. Sistem yang mampu mewujudkan ketahanan pangan adalah sistem Islam dengan serangkaian aturannya.
Pertama, sistem Islam akan bertumpu pada peningkatan produksi dan pemerataan pangan. Kebijakan yang ditempuh yaitu mengupayakan peningkatan produksi dengan cara melarang lahan pertanian dialihfungsikan untuk selain pertanian, dimana hal ini akan menyebabkan menyusutnya lahan pertanian. Sebagaimana yang terjadi saat ini banyak lahan pertanian yang beralih fungsi untuk pembangunan perumahan, pabrik, dan sebagainya.
Kedua, sistem Islam akan mendukung para petani dalam kegiatan produksi dengan cara membekali para petani dengan teknologi terbaru, membantu mengadakan mesin-mesin, bibit unggul, pupuk serta pengairan secara gratis. Dengan dukungan ini biaya produksi menjadi rendah, dan harga stabil, petani pun sejahtera, karena tidak pusing memikirkan biaya produksi yang tinggi. Selain itu petani yang tidak memiliki modal akan diberi modal dari kas baitulmal, sebagai mana pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab yang memberikan harta baitulmal kepada para petani di Irak yang mau membantunya menggarap lahan pertanian.
Ketiga, membuka lahan pertanian dengan menghidupkan tanah mati, yaitu menjadikan tanah yang mati menjadi lahan siap digarap dan dikelola. Menghidupkan tanah mati ini bisa dilakukan oleh individu yang akan menjadi miliknya jika berhasil menghidupkannya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
"Siapa saja yang telah menghidupkan tanah mati, maka tanah itu adalah miliknya (HR. Bukhari, Tirmidzi, dan Abu Daud).
Selanjutnya, setiap orang yang memiliki tanah akan diperintahkan untuk mengolahnya dan negara akan membantu jikalau orang tersebut membutuhkan modal. Namun, jika ia menelantarkannya maka negara akan mengambil alih dan memberikan kepada yang mampu mengolahnya.
Ketiga, untuk menjaga agar tidak terjadi kelangkaan dan melonjaknya harga, negara akan melarang penimbunan barang dan permainan harga di pasar. Negara juga akan mengutamakan kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu, dan tidak akan mengekspor jika di dalam negeri masih kekurangan.
Itulah beberapa langkah praktis yang harus diambil negara, jika menggunakan sistem Islam untuk mewujudkan kemandirian pangan.
Wallahu'alam bishshawab
Post a Comment