Pilarmabda.com |
Oleh: Luth Balqist
Setelah kisruh Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan pada 5 Oktober 2020 kemudian polemik pencairan JHT pada usia 56 tahun, pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan melalui Instruksi Presiden no.1 tahun 2022 yang berbunyi " Melakukan penyempurnaan regulasi untuk memastikan pemohon SIM, STNK, SKCK adalah peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)."
Peraturan tersebut ditandatangani pada 6 Januari 2022 lalu.
Kepada Menteri Agama Jokowi menginstruksikan untuk memastikan pelaku usaha dan pekerja yang ingin ibadah Umroh dan Haji adalah peserta aktif program JKN.
Kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) Jokowi menginstruksikan untuk mengumumkan bahwa kartu BPJS Kesehatan menjadi syarat jual beli tanah. (tribunnews.com, 20/2/2022)
Di tengah pandemi yang belum usai dan harga bahan pokok yang semakin mahal, alih-alih meringankan beban masyarakat pemerintah justru malah menambah beban rakyat, dengan mengeluarkan kebijakan ini tak ayal banyak menuai protes.
Wakil Ketua Komisi ll DPR RI sekaligus politisi dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Lukman Hakim mengatakan "Terbitnya aturan yang memaksa rakyat menjadi peserta BPJS Kesehatan dengan menjadikan syarat dalam layanan pertanahan merupakan bagian dari praktek kekuasaan yang konyol, irasional, dan sewenang-wenang," ucapnya pada Sabtu (19/2/2022).
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah menyarankan agar pemerintah lebih meningkatkan transparansi pengelolaan BPJS Kesehatan dan pelayanannya untuk menarik masyarakat menjadi peserta tidak harus memaksa BPJS Kesehatan menjadi syarat jual-beli tanah. (tribbunnewbogor.com, 20/2/2022)
Lahirnya kebijakan yang mengharuskan kepesertaan BPJS Kesehatan dalam beberapa layanan publik mengesankan negara memaksakan kehendaknya untuk menarik uang rakyat.
Kesehatan adalah kebutuhan yang mendasar yang wajib dipenuhi oleh negara. Jaminan kesehatan seharusnya dijamin pelayanannya atau pembiayaannya.
Inilah kebijakan negara dengan sistem demokrasi kapitalis, layanan kesehatan menjadi komoditas bisnis.
Dalam sistem negara lslam yang disebut khilafah, kesehatan adalah hal penting dan utama. Khilafah akan memberi jaminan kesehatan dengan pelayanan yang maksimal dan gratis.
Sumber pembiayaan diambil dari Baitul Mal yang tidak membebankan rakyat dengan tarikan biaya dan administrasi yang sulit. Jika pemasukan Baitul Mal tidak terpenuhi Khalifah akan menarik pajak dari orang-orang kaya namun hanya bersifat temporer hingga kebutuhan Baitul Mal tercukupi.
Dalam sistem demokrasi kapitais negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator sehingga kebijakannya tidak memihak rakyat namun memihak kepada kapitalis dan oligarki.
Dalam sistem lslam negara berperan sebagai pelayan dan pelindung rakyat sebagaimana hadis nabi Muhammad Saw.
"Imam adalah pegurus rakyat dan dia bertanggung-jawab terhadap rakyatnya." (HR Ahmad, Bukhari)
Kebijakan yang salah adalah hasil dari sistem yang salah. Kita tidak mungkin berharap mendapat jaminan kesehatan yang memberikan maslahat bagi rakyat dalam negara yang mengemban sistem demokrasi kapitalis. Sudah saatnya kita campakkan sistem demokrasi kapitalis dengan menerapkan lslam secara kafah.
Wallahu'alam bishshawab.
Post a Comment