Pilarmabda.com |
Oleh: Aghniarie (Penulis)
Klaim sebagai generasi pada masa pencarian jati diri. Membuat remaja di jenjang sekolah menengah pertama dan atas rawan tersulut emosi. Yang memicu pertarungan antar pelajar di lingkungan sekolah hingga di tengah masyarakat. Orang tua dan guru sebagai pendidik, polisi sebagai aparat penegak hukum serta pemerintah sebagai pembuat aturan tak berhasil menghasilkan potret gemilang pendidikan di bawah bendera peradaban sekuler.
Belum lama ini anggota Satlantas Polres Semarang berhasil menggagalkan tawuran antar siswa SMP, delapan siswa diamankan beserta senjata tajam jenis sabit dan sabuk gir sepeda motor. (republika.co.id, 15/02/2022)
Kasus yang sama juga terjadi di Depok, Tim Patroli Perintis Polres Metro Depok menangkap 7 ABG yang hendak tawuran, dini hari di Jalan Cagar Alam, Depok. Polisi juga menyita 4 senjata tajam, jenis celurit dan parang dari tangan tujuh ABG tersebut. (detik.com, 27/02/2022)
Suramnya Dunia Pendidikan
Apabila tawuran telah berulang kali, maka fenomena tersebut bukan lagi karena kesalahan individu-individu yang terkait. Akan tetapi merupakan efek dari kesalahan sistem, yang harus diurai permasalahannya dan dideteksi akar masalahnya. Setidaknya dalam kurun waktu 2021 saja yang tercatat KPAI, terdapat 17 kasus kekerasan yang melibatkan para peserta didik. Tidak hanya tawuran, permasalahan remaja kian suram dengan melejitnya kasus pergaulan bebas, free seks, narkoba, kecanduan game hingga membuat gila dan lain sebagainya.
Dari sejarah tawuran yang kerap terjadi biasanya bermula dari hal sepele. Seperti saling mengejek dan mengolok di sosial media, tidak terima saat ditegur, adu mulut hingga adu kekuatan. Dari konflik individu menjalar pada ketegangan kelompok. Kenapa remaja saat ini begitu labil jauh sekali dengan gambaran remaja generasi Rasulullah SAW. Mengapa dari tahun ke tahun generasi muda bukan semakin baik malah semakin rusak? Bahkan pergantian kurikulum, regulasi, hingga menteri tak kunjung membawa perubahan yang berarti bagi generasi remaja.
Jika kita obyektif dalam pengkajian, maka akan kita dapati penyebab maraknya tawuran remaja yakni karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu hilangnya identitas hakiki diri remaja sebagai seorang hamba, hamba Allah Subhanahu wata'ala. Mereka hanya menjadikan kehidupan sebagai kesenangan semata. Landasan kehidupan sekuler adalah jauhnya remaja dari aturan agama, sehingga mudah sekali terombang-ambing hingga terbawa arus. Inilah yang menjadikan para remaja labil, berperangai buruk serta gemar maksiat.
Akidah sekuler juga yang telah mengebiri peran kepemudaan mereka. Menjadikan terciptanya generasi muda hanya hidup untuk eksistensi diri dan kepuasan materi. Jiwanya hampa karena teracuni oleh pemikiran sekuler yang kering dari nilai-nilai Islam. Hasilnya para pemuda kaum muslimin mudah frustasi, emosi, dan gundah, rendah empatinya juga sering insecure. Wajar akhirnya banyak pemuda yang depresi yang berakhir pada kasus bunuh diri.
Sedangkan dari segi faktor eksternal terbagi menjadi tiga aspek yaitu keluarga, lingkungan, dan negara. Faktor keluarga yang mendasari paradigma dalam pendidikan anak-anaknya. Jika paradigmanya sekuler kapitalis, maka tumbuhnya anak hanya berorientasi pada kesuksesan duniawi. Memang masa remaja merupakan masa yang genting karena menjadi fase transisi yang dialami anak menuju dewasa. Bimbingan agar memiliki kepribadian mulia amatlah penting dalam peran sebagai orang tua. Sehingga akan tumbuh menjadi pemuda tangguh yang tidak mudah terbawa arus sekuler dan liberal yang marak menyasar generasi pemuda. Keluarga harus menjadi pondasi yang kukuh bagi tumbuhnya kepribadian Islam para pemuda.
Selain keluarga, faktor lingkungan juga sangat berpengaruh dalam pembentukan pribadi generasi muda yang tangguh. Lingkungan ini mencakup ruang lingkup rumah, sekolah, juga area sekitar rumah dan tempat bermain serta tempat anak bersosialisasi. Jika lingkungan buruk maka anak akan terkontaminasi keburukan-keburuan lingkungan tersebut. Tentu yang tampak adalah perkembangan anak yang negatif. Apabila masyarakat sekitar merupakan lingkungan yang sekuler dan liberal, tidak menjadikan agama sebagai pedoman hidup. Islam tidak dijadikan sebagai standar dalam perbuatan, alhasil pergaulan pemuda di tengah masayarkat menjadi pergaulan yang liberal dengan kebebasan yang tidak terbatas serta hedonis yang akhirnya merusak masa depan para pemuda karena terjerat zina, aborsi, pemabuk dengan miras dan narkoba, gengster, dan perbuatan buruk lainnya.
Sedangkan dari sisi negara adalah dalam pembuatan peraturan baik pada penerapan kurikulum maupun sistem pendidikan. Tujuan dibentuknya peraturan adalah terciptanya nuansa ketakwaan pada setiap individu baik anak maupun orang dewasa. Sehingga negara mempunyai kewajiban untuk melindungi generasi dari paparan ideologi sekuler kapitalis yang membuat kerusakan pada pribadi para pemuda. Negara juga memiliki kewajiban untuk menyaring bahkan mencegah tontonan yang tidak mendidik apalagi merusak mental dan moral. Seperti tontonan porno ataupun yang berisi nilai liberal.
Untuk itu, cita-cita dan harapan bangsa ini memiliki generasi yang cerdas, unggul, serta bertakwa tidak cukup hanya membenahi berbagai masalah cabangnya saja. Sedangkan akar dari masalahnya yakni kapitalisme, sekularisme, serta liberalisme yang tetap diterapkan dan menjadi acuan dalam pembuatan kurikulum serta dalam kebijakan pendidikan. Maka, dari itu wajib bagi negeri ini untuk kembali mengoreksi, mengevaluasi, serta merevolusi secara total sistem pendidikan dan budaya yang menghantarkan pada pergaulan generasi muda. Guna terselesaikannya secara tuntas permasalahan tawuran dan problematika remaja yang lainnya.
Berbasis Islam Solusi dalam Pendidikan Terbaik
Misi dan tujuan dalam sistem pendidikan Islam adalah kesuksesan dalam penyadaran bahwa manusia diciptakan sebagai abdullah (abdi Allah atau hamba Allah) dan khalifah (pemimpin di muka bumi). Akidah Islam menjadi asas dalam pendidikan berbasis Islam. Asas ini tentu akan berpengaruh pada penyusunan kurikulum pendidikan, sistem belajar dan mengajar, Pengambilan seorang guru. Hingga dalam pengembangan budaya dan interaksi antar komponen penyelenggara pendidikan. Dalam pendidikan berdasarkan sistem Islam akan memadukan tiga pilar dan menjadikannya sentral dalam keberhasilan proses perkembangan generasi. Yakni keluarga, masyarakat, dan negara.
Keluarga terutama orang tua merupakan sekolah pertama dan utama dalam melahirkan generasi unggul, cerdas, dan bertakwa. Tentu keluarga yang menginginkan anaknya tumbuh menjadi generasi cerdas serta bertakwa dan unggul. Maka wajib bagi akidah Islam sebagai pondasi dalam mendidik juga membentuk kepribadian anak. Pembekalan keimanan dan ketakwaan serta ketakutan akan murka Allah Swt akan mencegah mereka dari kemaksiatan dan kezaliman.
Selanjutnya masyarakat, ketakwaan masyarakat menjadi tujuan dalam tegaknya aturan Islam karena masayarkat yang bertakwa mempunyai peran untuk amar makruf nahi mungkar. Sehingga lingkungan menjadi kondusif untuk tumbuh kembang anak sebagai generasi yang perlu kontrol dari lingkungan. Dampaknya pasti akan positif karena alamiahnya anak akan menjadi baik jika lingkungan hidupnya baik.
Terakhir adalah negara, negara mempunyai peran sangat urgent sebagai penyelenggara pendidikan secara komprehensif. Kewajiban negara tidak hanya sebagai regulator tapi juga memastikan tersedianya fasilitas pendidikan yang memadai, mulai dari kurikulum berbasis akidah Islam, pembiayaan pendidikan, sarana dan prasarana, tenaga pengajar yang profesional hingga sistem gaji guru yang menyejahterakan. Tidak hanya itu, negara pun wajib melakukan kontrol sosial dengan menerapkan syariat Islam secara kafah. Negara juga harus menegakkan sanksi bagi para pelanggar syariat. Seperti, pada para pelaku tawuran, para pezina, dan pelaku maksiat lainnya.
Sistem pendidikan Islam sudah pernah terbukti keunggulannya selama 13 abad lebih di bawah institusi daulah Khilafah Islamiyyah. Telah melahirkan banyak generasi cemerlang yang unggul tidak hanya unggul di bidang sains dan ilmu saja namun juga ahli agama. Keseimbangan ilmu agama dan sains yang menghantarkan pada keberkahan dunia akhirat ini buah dari diterapkannya Islam sebagai landasan dan sistem pengatur dunia pendidikan. Dampak kebaikannya tidak hanya dirasakan oleh umat muslim saja, bahkan dunia internasional pun turut merasakannya bahkan secara sadar mereka mengakui luar biasanya kejayaan dan kegemilangan pendidikan Islam.
Apakah kita tidak ingin, mengulang kejayaan dan kegemilangan itu kembali? Apakah kita tidak mau mempunyai generasi tangguh, cerdas, bertakwa? Apakah kita tidak menginginkan memiliki generasi yang ahli agama sekaligus ahli sains? Semua bisa kembali kita hadirkan ketika Islam diterapkan sebagai pedoman dalam mengatur institusi negara.
Wallahu'alam bishshawab
Post a Comment