Oleh: Ummu Aidan (Aktivis Muslimah Kota Cilegon)
Gerakan yang mengarah pada liberalisasi agama kian hari kian gencar gaungnya. Banyak hal yang sengaja diblow up media dengan narasi-narasi yang mengarah ke sana. Hal ini mengonfirmasi bahwa agenda liberalisasi agama akan terus dimainkan.
Beberapa fakta yang berhasil mencuri perhatian publik, karena memang tak lazim dilakukan oleh mereka yang notabenenya adalah seorang muslim di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Sebagai contoh, pernikahan beda agama yang dilakukan oleh Staf Khusus Presiden, Ayu Kartika Dewi.
Pernikahan Ayu Kartika Dewi pada hari ini jadi sorotan. Hal ini lantaran pernikahan Ayu dan Gerald Bastian dilakukan dengan akad nikah dan juga pemberkatan di Gereja Katedral Jakarta. (news.detik.com, 18/03/2022)
Prosesi pernikahan dilakukan dengan dua cara, yaitu akad nikah secara Islam sesuai dengan agama Ayu dan proses pernikahan di Katedral sesuai dengan agama pasangannya. Prosesi tersebut disiarkan langsung di channel YouTube Ayu Kartika Dewi. Tentu saja hal tersebut mengundang kontroversi di tengah-tengah masyarakat.
Selanjutnya medsos juga dihebohkan oleh gerakan lepas jilbab. Gerakan yang membuat resah kaum muslim ini direspon oleh ratusan orang yang pro dan mereka mengirim foto tanpa jilbab disertai tagar lepas jilbab ke akun tersebut. Mereka mengklaim gerakannya bertujuan menginspirasi dan menyemangati para perempuan Indonesia agar tidak ragu melepas kerudung. Menurut mereka rambut bukanlah aurat dan bukan aib yang harus disembunyikan, melainkan anugerah yang indah, mahkota yang menawan. Jilbab bukanlah kewajiban dan rambut bukanlah aurat. Dari sini kita bisa melihat, cara pikir liberal nampak nyata menjadi asas dari sang penggagas gerakan.
Selanjutnya, Kemendikbudristek juga menjadi sorotan publik terkait penyusunan draf awal RUU Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang tidak mencantumkan kata madrasah. Meski akhirnya direncanakan direvisi, tetapi RUU ini terlanjur menggelinding seperti bola panas. Tidak sedikit masyarakat yang menilai pihak pemerintah, terutama Kemendikbudristek tidak menganggap penting perasaan dan aspirasi umat Islam.
Bahkan penghapusan kata madrasah diduga kuat menjadi test the water untuk mengukur seberapa besar respon dari umat Islam. Jika memunculkan kontroversi, pemerintah dengan sigap merevisi. Sungguh hal tersebut menyisakan tanda tanya, ada masalah apa dengan kata madrasah, sehingga ia dijadikan objek yang harus dihilangkan? Patut diduga pula, bahwa hal ini menjadi penyempurna program moderasi beragama dalam dunia pendidikan. Setelah beberapa waktu yang lalu Kemenag meluncurkan 4 modul moderasi beragama untuk disisipkan dalam Kurikulum Program Sekolah Penggerak yang disusun bersama Kementrian Agama (Kemenag). (cnnindonesia.com,23/9/2021).
Waspadai Propaganda Liberalisasi Agama
Fakta-fakta di atas menunjukan kepada kita bahwa upaya liberalisasi terhadap ajaran agama tauhid sedang digencarkan melalui berbagai cara. Pengaburan ajaran Islam disisipkan melalui pernikahan, pendidikan, dan lain sebagainya.
Pengaburan ajaran Islam nyata dipertontonkan melalui pernikahan beda agama. Padahal Islam sudah sangat jelas dan rinci mengatur pernikahan. Pernikahan beda agama hanya boleh dilakukan oleh laki-laki muslim dengan wanita ahli kitab. Sedangkan muslimah haram hukumnya menikah dengan laki-laki non muslim. Melihat kejadian ini, pernikahan seorang muslimah, staf Kepresidenan dan dihadiri langsung oleh presiden sangat disayangkan sekali. Pernikahan yang sakral dan bernilai ibadah justru menjadi jalan menuai dosa lantaran menikah dengan cara yang diharamkan dalam ajaran Islam. Lebih miris lagi ternyata pernikahan beda agama sudah mencapai ribuan. Di daerah Semarang saja sudah sebanyak 1.425 pasangan. Astagfirullah ada ribuan muslim yang terjebak dalam pernikahan beda agama ini, aqidah mereka jelas tergadaikan.
Begitu juga dengan kampanye melepas jilbab. Jelas merupakan penentangan terhadap aturan Allah subhanahu wataala yang telah memerintahkan agar muslimah menutup aurat. Antek-antek liberal berupaya keras untuk menanamkan paham-paham sesat kepada masyarakat agar ajaran Islam bisa elastis bisa ditarik ulur sesuai dengan yang mereka kehendaki.
Dunia pendidikan pun tak luput dari bidikan orang-orang sekuler agar peserta didik terhindar dari pemahaman Islam kaffah. Maka dibuatlah berbagai aturan yang menjauhkan para peserta didik dari pemahaman Islam yang lurus. Stigma negatif dengan memunculkan istilah teroris, radikal, intoleran dan Islam fobia terus dihembuskan. Agar pemeluk Islam takut dengan ajaran agamanya sendiri.
Gagasan moderasi (liberalisasi) berkembang sejalan dengan tudingan terhadap Islam dan para pejuangnya. Juga sejalan dengan berkembangnya Sipilis. Sekularisme, liberalisme, pluralisme, dan sosialisme (Sipilis) sejatinya merupakan kemusyrikan modern. Paham-paham tersebut sudah dinyatakan haram oleh fatwa MUI 2005. Sebab paham tersebut mencapuradukan yang haq dan yang batil, menganggap semua agama sama. Sejatinya, paham-paham tersebut berasal dari luar ajaran Islam. Paham serupa juga pernah diserukan oleh kaum kafir Quraisy dan dengan tegas dibantah oleh Rasulullah saw. Melalui firman Allah SWT (Lihat: QS al-Kafirun ayat 1-6).
Tujuan dibalik Liberalisasi Agama
Pertama, deislamisasi, yakni merusak ajaran Islam, khususnya ajaran yang bertentangan dengan prinsip demokrasi-sekular-liberal dan kepentingan Barat. Kedua, menguatkan Islam ala Barat. Moderasi Islam ditujukan agar umat Islam menerima demokrasi, sekularisme-liberalisme, HAM dan pandangan-pandangan menyimpang versi Barat lainnya. Dengan kata lain, tujuan moderasi agama adalah mengubah pandangan dan hukum Islam yang bersebrangan dengan pandangan dan hukum Barat agar sejalan dengan pandangan dan sistem hukum mereka. Ketiga, mengokohkan eksistensi kapitalisme dan imperialisme Barat. Keempat, moderasi Islam juga diarahkan untuk menghalang-halangi dan melawan perjuangan dan penegakkan syariah Islam kaffah.
Untuk menghalau jeratan liberalisasi dalam beragama, ada hal-hal yang harus diupayakan. Pertama, muslim wajib mempelajari ajaran agamanya sendiri secara mendalam. Mulai dari memperkokoh akidah hingga mempelajari sejarah Islam. Dari sejarah kita bisa mengetahu musabab apa saja yang menjadi penghantar kegemilangan juga kemunduran. Makar orang-orang kafir juga bisa diketahui dari membaca sejarah.
Kedua, mempelajari Islam dari segi politik. Ini penting, sebab Islam ritual saja, sampai kapanpun tidak akan mampu membawa umat Islam pada kebangkitan. Sedangkan Islam sebagai sebuah politik mewajibkan seluruh aspek baik ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, seluruhnya menyandarkan pada pengaturan Islam.
Oleh sebab itu, penting ditegaskan bahwa Islam bukan sekadar agama, lebih dari itu, ia adalah sebuah ideologi berasal dari sang Pencipta manusia. Islam merupakan manhaj kehidupan sempurna. Relevan dengan berbagai situasi dan kondisi.
Kesempurnaan Islam menuntut risalah ini ditopang oleh individu yang bertakwa serta kekuatan institusi yang dapat merealisasikannya, yakni khilafah Islamiyah. Khilafahlah yang akan mampu memberangus berbagai paham dan pemikiran sesat serta memerdekakan manusia dari segala bentuk penjajahan. Dengan khilafah pula, dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia akan berjalan, persatuan umat Islam akan terwujud serta penerapan Islam kaffah dengan izin Allah Subhanahu wata'ala akan terwujud.
Wallahu a'lambishowaab...
Post a Comment