Oleh: Rati Suharjo (Pegiat Literasi)
Indonesia dihuni oleh mayoritas muslim. Namun, jika kaum muslim tersebut tidak dibentengi dengan akidah yang benar, maka umat Islam akan menjadi minoritas akibat mudahnya terpengaruh rayuan para misionaris.
Sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. LADUI MUI Sumut, PAHAM Sumut dan TPUA Sumut, tiga lembaga tersebut mengutuk keras dan meminta kepada pihak penegak hukum. Pasalnya di daerah tersebut terdapat oknum-oknum yang diduga melakukan permurtadan secara sistematis dan terorganisir terhadap kasus Nurhabibah Br. Brutu. (portibi.id.com, 13/5/2022)
Ketua Bidang Dakwah MUI Sumatera Utara, Muhammad Hatta, menjelaskan bahwa pemicu pemurtadan terjadi akibat dua faktor, yakni pekerjaan (ditawari uang) dan lemahnya iman pada individu-individu. (detiknews.com, 15/6/2022)
Ternyata miskin menjadi momok terbesar dalam hidup manusia. Betapa banyak orang berbuat nekat, seperti mencuri, merampok, membunuh, menjadi PSK, bahkan murtad demi terpenuhinya urusan perut. Mirisnya kasus-kasus tersebut hingga hari ini terus meningkat.
Ini terjadi akibat negeri ini menerapkan sistem ekonomi kapitalis, sehingga menyebabkan negara abai terhadap rakyatnya. Sumber Daya Alam (SDA) yang seharusnya dimiliki rakyat, justru diserahkan pada para kapitalis atas nama UU investasi. Tidak sedikit laut, danau, pertambangan, dan hutan yang harus dikelola negara untuk menyejahterakan rakyat kini telah dimiliki mereka. Dengan penerapan ekonomi kapitalis tersebut, tentu saja kesenjangan ekonomi terjadi. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.
Belum lagi masalah pendidikan, pendidikan agama dalam negara sekuler sekadar hanya memahamkan ibadah ritual dan akhlak semata. Sementara akidah dan muamalah tidak disampaikan dengan benar. Maka tidak aneh, jika saat ini banyak umat Islam yang menanggalkan agamanya. Di samping itu, atas dasar HAM, negara membebaskan rakyatnya untuk bebas beragama. Negara tak peduli kepada rakyatnya yang paginya Islam sore Kristen, Budha, atau Hindu.
Tentu, hal ini menjadi ancaman bagi umat Islam. Umat yang tadinya mayoritas lambat laun jadi minoritas. Bahkan, akibat kebebasan dan masalah ekonomi tersebut, menjadikan peluang bagi misionaris untuk memurtadkan umat Islam. Mereka bergerak mencari orang miskin yang dangkal ilmu agama sebagai sasarannya. Diantara siasat mereka adalah dengan memberi sembako, memberi beasiswa, melakukan pemberdayaan masyarakat, seperti membuka koperasi beras, membangun peternakan domba, dan yang lainnya.
Kenyataan ini tentu menjadi ancaman bagi umat Islam. Sebagaimana yang terjadi ketika perang Uhud dan Tabuk. Sebenarnya pemurtadan sudah terjadi di masa Rasulullah saw. Tetapi di masa tersebut dapat diredupkan oleh Rasulullah saw. atas wibawa dan kekuatan Rasullullah saw. Namun, setelah Rasullullah saw. meninggal dan Abu Bakar Shidik menjadi Khalifah para murtadin kembali muncul hingga ke Semenanjung Arab, kecuali Mekah, Madinah, dan Thaif. Perang pun terjadi untuk memerangi mereka agar kembali beriman. Perang ini dikenal dengan sebutan Perang Riddah.
Sosok pemimpin seperti inilah yang bertanggung jawab melindungi akidah rakyatnya. Baik murtad karena faktor individu maupun murtad karena seorang misionaris. Bagi misionaris yang menyesatkan kaum muslim, maka Khalifah tidak memberikan ampun sedikitpun. Mereka harus dibunuh. Sebab, mereka telah menyerang akidah umat. Hanya saja, khalifah juga melindungi orang kafir yakni kafir dzimmi, yaitu orang yang khusyu' terhadap agamanya dan tidak mencampuri kaum muslim.
Selain dalam penjagaan akidah, khalifah juga melindungi kesejahteraan rakyatnya. Melalui penerapan ekonomi Islam, negara akan melindungi rakyatnya secara total. Baik pendidikan, kesehatan, maupun kebutuhan primer yang lain. Bahkan jika terjadi kelaparan, seorang khalifah rela hidup kelaparan bersama rakyatnya.
Hal ini dibuktikan oleh Umar bin Khattab, ketika menjabat sebagai khalifah. Beliau rela menderita bersama rakyatnya dalam kehidupan yang sulit dan jauh dari fasilitas yang diinginkan. Pada waktu itu, umat Islam di sekitar Madinah ditimpa bencana kelaparan yang telah menyebabkan wabah penyakit dan kematian. Dengan keadaan ini, maka beliau bersumpah tidak akan mengecap daging dan minyak samin.
"Bagaimana saya dapat mementingkan keadaan rakyat, kalau Saya sendiri tiada merasakan apa yang mereka derita.
"Bahkan beliau juga menyampaikan," Kalau negara itu makmur, biarlah Saya yang menikmati terakhirnya."
Pemimpin seperti ini hanya akan ada ketika negara menerapkan sistem Islam. Sebab ia telah menyerahkan jiwa raganya untuk melayani rakyat. Dorongan ini tidak lain atas dorongan iman sebagaimana hadis Rasulullah saw.:
"Setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. tentang kepemimpinannya.'' (H.R Abu Daud)
Demikianlah peran negara dalam menyelesaikan kasus pemurtadan. Peran negara amat penting dan urgen dalam menciptakan masyarakat yang sejahtera. Hal ini hanya bisa terjadi di bawah kepemimpinan negara Islam yaitu Daulah Islamiyyah, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin serta para Khalifah sesudahnya. Jadi tunggu apa lagi? Mari kita wujudkan sistem Islam dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyyah.
Wallahu a'lam bishshawab.
Post a Comment