Oleh: Dewi Ummu Hazifa (Pemerhati Umat)
Virus Corona masih mengintai, ada dugaan kenaikan kasus di beberapa daerah di Indonesia. Roadmap proses transisi dari pandemi ke endemi yang disiapkan pemerintah beberapa waktu lalu, rupanya akan terganjal karena kenaikan kasus Covid-19 ini.
Berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19, kasus Covid-19 di Indonesia mengalami penambahan orang terkonfirmasi positif. DKI Jakarta menjadi provinsi yang melaporkan kenaikan paling banyak kasus baru.
Kementerian Kesehatan meyakini peningkatan kasus tidak akan setinggi sebelumnya, meskipun belakangan ini kasus positif Covid-19 mengalami peningkatan. Kemenkes mengungkap bahwa masyarakat sudah memiliki kekebalan, baik karena vaksinasi maupun secara alami.
Tidak hanya di Indonesia, di beberapa negara pun melaporkan kenaikan kasus Covid-19 setelah mereka mendeklarasikan endemi Covid-19, diantaranya Inggris, Amerika, dan beberapa negara di Eropa. Hal ini menandakan bahwa virus Covid-19 belum bisa dianggap hilang dari dunia ini.
Semestinya Indonesia bisa belajar dari negara-negara yang menetapkan kebijakan pelonggaran protokol kesehatan. Jangan sampai kasus Covid-19 yang menurun belakangan ini mengalami peningkatan akibat pemerintah lengah dan abainya masyarakat terhadap protokol kesehatan.
Menteri Kesehatan, Budi Gunawan Sadikin, menyebut kenaikan kasus disebabkan adanya varian baru Covid-19. Hingga saat ini, setidaknya ada delapan kasus subvarian BA.4 dan BA.5. Dari delapan kasus tersebut, tiga orang yang teridentifikasi sebagai imported case dari Mauritius, AS dan Brasil. (CNBC Indonesia, 14/06/2022)
Dengan bermunculannya varian baru Covid-19. Pertanyaanya, apakah pemerintah sudah siap menghadapinya? Dan apakah Indonesia mampu bebas dari Covid-19 dan beralih ke endemi dengan menganggap Covid-19 sebagai penyakit biasa?
Beberapa waktu lalu pemerintah mulai melonggarkan aturan pembatasan terkait pencegahan pandemi Covid-19 dengan memperbolehkan masyarakat untuk tidak memakai masker di ruang terbuka. Hal ini merupakan langkah awal memulai transisi dari pandemi ke endemi.
Juru bicara pemerintah dalam penanganan Covid-19, Dr. Reisa Broto Asmoro, menegaskan bahwa wewenang mengubah pandemi Covid-19 menjadi endemi adalah WHO. Menurutnya, negara tidak bisa memutuskan sendiri kapan akan memasuki fase endemi. Ada banyak indikator yang harus terpenuhi untuk menjadikan status pandemi berubah menjadi endemi.
Ahli kesehatan masyarakat, Hermawan Saputra, menyayangkan kebijakan pelonggaran protokol kesehatan yang dilakukan pemerintah. Akibat pelonggaran tersebut, masyarakat cenderung mengabaikan protokol kesehatan, seperti tidak mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Sikap abai masyarakat dan kebijakan pemerintah yang melonggarkan protokol kesehatan menyiratkan seakan-akan kondisi Indonesia sudah endemi.
Pada saat kebijakan PPKM masih berlaku, pemerintah mestinya tidak lengah dan masyarakat tidak abai terhadap protokol kesehatan. Apalagi jika kebijakan pembatasan tersebut dicabut, masyarakat akan beranggapan sudah bebas dari Covid-19. Mereka menganggap kehidupan sudah kembali normal seperti sebelum pandemi.
Pemerintah mestinya melakukan persiapan lebih matang untuk melakukan transisi pandemi ke endemi. Jika tidak menyiapkan langkah strategis dengan baik, hal tersebut akan berdampak pada penyebaran virus yang terus terjadi.
Ada beberapa langkah strategi yang bisa ditempuh diantaranya:
Pertama, tetap memberikan edukasi tentang bahaya penyebaran virus Covid-19. Protokol kesehatan tetap berlaku meski kasus Covid-19 menunjukan penurunan. Dan memastikan pelaksanaan vaksinasi merata hingga ke pelosok desa, baik vaksinasi dosis 1, 2, dan 3 (booster).
Kedua, negara harus tegas menerapkan kebijakan perihal penanganan pandemi Covid-19. Tidak menerapkan kebijakan tarik ulur, karena akan membuat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah makin menurun. Yang mengakibatkan himbauan kesehatan yang diserukan pemerintah tidak akan didengar dan diikuti oleh masyarakat.
Ketiga, tidak cepat mengambil keputusan “mengendemikan” pandemi. Jika belum memenuhi syarat endemi, jangan dipaksakan dengan alasan demi meningkatkan roda perekonomian dan alasan apapun, karena hal ini menyangkut keselamatan jiwa rakyat.
Keempat, negara harus melakukan pelayanan kesehatan secara optimal, baik pandemi maupun endemi. Selama pandemi, biaya penanganan dan pasien Covid-19 menjadi tanggungan negara. Negara harus menjamin seluruh rakyatnya dalam pelayanan kesehatan.
Kelima, negara harus memahamkan kepada masyarakat tentang pola hidup sehat, dan itu merupakan tanggung jawab setiap individu.
Sejatinya, negara bisa melakukan langkah strategis tersebut dengan sepenuh hati apabila pola pelayanan kepada rakyat berkiblat pada sistem Islam. Corak kepemimpinan Islam terbukti mampu memenuhi hajat hidup setiap warganya.
Pandemi tidak akan berlarut-larut jika sejak awal ditangani dengan tepat sesuai aturan Islam, yakni karantina wilayah dan vaksinasi secara menyeluruh. Sayangnya, saat ini aturan Islam masih belum diterapkan, sistem kapitalis masih menjadi kiblat dalam membuat kebijakan. Sehingga dalam setiap kebijakan, kepentingan para kapital yang selalu akan diuntungkan. Apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur. Pandemi memasuki fase ketiga.
Akan tetapi, belum terlambat untuk memperbaiki segalanya asalkan sistem tata kelola negeri ini diatur sesuai syariat Islam. Hanya dengan menerapkan sistem Islam, pengelolaan urusan umat dapat berjalan, yakni mengatur dan mengurusi keperluan seluruh rakyatnya.
Wallahu'alam bishshawab
Post a Comment