Oleh: Eti Setyawati
(Pemerhati Umat)
Liberalisme telah melahirkan manusia-manusia yang tak mau lagi tunduk pada aturan agama. Kebebasan berpendapat sering disalahartikan bahkan disalahgunakan.
Seperti yang viral baru-baru ini. Holywings menjadi sorotan setelah mengeluarkan promo minuman beralkohol gratis setiap hari Kamis bagi mereka yang bernama "Muhammad" dan "Maria". (cnnindonesia.com, 25/06/2022).
Tentu saja hal ini membuat geram banyak orang karena dianggap melecehkan nama-nama orang suci. Seperti Muhammad yang merupakan nama nabi umat Islam dan Maria nama ibunda Yesus.
Nama Holywings tentu tak asing di telinga generasi milenial karena biasa menjadi tempat hangout muda mudi sekitar Ibu Kota. Memiliki tiga produk unggulan yakni Holywings Bar, Holywings Club' dan ditempatkan Holywings Restaurant. Outletnya pun sudah tersebar di kota-kota besar di Indonesia. Seperti Jakarta, Bandung, Bekasi, Sepong, Surabaya hingga Makassar.
Dalam sistem sekuler kapitalisme, kasus-kasus penistaan agama memang kerap terjadi. Masih melekat diingatan kita ketika Sukmawati Sukamawatino putri membandingkan Nabi Muhammad Saw dengan Presiden Soekarno. Disusul penistaan agama oleh dosen FISIP UI, Ade Armando terkait cuitan di twitternya yang menyatakan "Allah kan bukan orang Arab. Tentu Allah senang kalau ayat-ayat-Nya dibaca dengan gaya Minang, Ambon, Cina, hiphop, blues." Dan deretan kasus-kasus lainnya yang terjadi masih pada tahun yang sama. (www.republika.co.id, 21/11/2019).
Sistem sekuler melahirkan paham yang memisahkan agama dari kehidupan mereka. Tolok ukur perbuatannya bukan berdasar syariat melainkan asas liberal atau kebebasan. Tak pelak nama besar seorang nabi pun menjadi bahan olok-olok.
Sementara paham Kapitalisme telah membuat manusia berfikir dari sisi materi saja. Segala cara dilakukan demi mendatangkan pundi-pundi uang dengan mudah. Jelas ini cara-cara yang sengaja disebar agar produknya viral dan cepat dikenal di masyarakat. Dengan begitu akan mampu mendongkrak penjualan.
Sesungguhnya akar permasalahannya adalah akibat dianutnya sistem sekuler kapitalis, khamr yang jelas dilarang agama saja masih dibiarkan beredar di masyarakat. Sistem seperti ini tak akan mampu menjaga kemuliaan agama khususnya Islam. Jadi meski pelakunya dijerat dengan hukum penjara pada kenyataannya tak membuat jera. Karena hukum buatan manusia bisa dibeli, diutak-atik atau dimanipulasi. Ini pula yang membuat kasus penistaan agama berulang dan tak kunjung selesai.
Lain halnya dengan sistem Islam yang menetapkan sanksi tegas bagi para penista agama. Sebagaimana firman Allah SWT:
ÙˆَالَّØ°ِÙŠْÙ†َ ÙŠُؤْØ°ُÙˆْÙ†َ رَسُÙˆْÙ„َ اللّٰÙ‡ِ Ù„َÙ‡ُÙ…ْ عَØ°َابٌ اَÙ„ِÙŠْÙ…ٌ
Artinya:
"Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah, bagi mereka azab yang pedih". (QS. At-Taubah 61).
Ahli fikih pun menyatakan bahwa hukuman bagi penista agama adalah hukuman mati ketika tidak mau bertaubat. Tetapi ketika mereka mau bertaubat dan tidak mengulangi perbuatannya maka hukuman yang diberikan Khalifah adalah 80 kali cambuk.
Penghinaan terhadap Rasulullah juga pernah terjadi masa Kekhilafahan Turki Ustmani. Saat itu Inggris hendak melakukan pementasan drama yang menista kemuliaan Rasulullah karya Voltaire. Ketegasan Sultan Abdul Hamid II yang mengultimatum Inggris akan mengobarkan jihad akbar membuat Inggris ketakutan hingga akhirnya menghentikan rencana pementasan drama murahan tersebut.
Memang saat ini umat Islam membutuhkan perisai dimana aturan Allah Swt bisa ditegakkan hingga membawa rahmat bagi seluruh alam semesta.
Waallahua'lam bishshawab.
Post a Comment