Oleh Pani Wulansary, S.Pd.
Aktivis Dakwah dan Pendidik
Siswi SMA di Jumapolo, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, mengalami kontraksi saat kegiatan belajar mengajar. Peristiwa itu terjadi pada Rabu (31/8/2022). Saat itu, siswi tersebut sedang mengikuti pelajaran olahraga, tiba-tiba dia mengeluh sakit perut. Pihak sekolah kemudian membawanya ke puskesmas setempat. Setelah diketahui, ternyata siswi tersebut sedang mengalami kontraksi akan melahirkan. Akhirnya pihak sekolah mengetahui bila selama ini siswi tersebut menyembunyikan kehamilannya.
Tentu hal ini menimbulkan keprihatinan dari berbagai pihak, salah satunya dari Psikolog Anak dan Pendidikan yang meminta kejelasan peraturan atau prosedur tentang siswi hamil atau menikah. Merujuk pada pasal 32 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, maka setiap anak Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang layak, tidak terkecuali para siswi yang tengah mengandung. Namun pada kenyataannya, siswi hamil tidak lagi mendapatkan hak yang sama dengan pelajar lainnya. Mereka justru dikeluarkan, sehingga tidak dapat mengikuti Ujian Nasional (UN).
Kasus pelajar hamil di luar nikah bukan terjadi hanya sekali dua kali saja, namun sudah berulang kali. Menurut data akhir tahun 2021, tercatat sekitar 276 kasus hamil di luar nikah.(jaretnews.com, 14/02/2022)
Kini pergaulan bebas menjadi problem besar yang menjadi lumrah, merambah ke dunia pendidikan. Kasus siswa melahirkan di sekolah sepatutnya menyadarkan kita, bahwa kelonggaran aturan atas nama hak anak justru membuka pintu lebar siswa hamil di luar nikah. Hak asasi hanya akan membuat pergaulan semakin bebas dan tidak terkontrol yang akan menghantarkan pada kerusakan generasi.
Peristiwa yang terjadi adalah imbas dari diterapkannya aturan kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Hal ini jelas akan membuat orientasi pendidikan bukan mengarah pada kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan, baik dari aspek keilmuan maupun dari aspek agama. Namun, lebih ke arah materialisme yang mengukur seberapa produktif seseorang menghasilkan materi di dunia kerja.
Selataknyalah hal ini membuka pemikiran kita, bahwa masalah pergaulan bebas masih menjadi PR besar bagi pemerintah, terlebih di dunia pendidikan. Problem sistemik ini solusinya tidak cukup dengan penyuluhan tentang seks bertanggung jawab. Akan tetapi harus ada perubahan mendasar dalam kurikulum pendidikan dan diterapkan tata aturan pergaulan di masyarakat.
Pemerintah harus menyadari, bahwa mencetak generasi itu orientasinya tidak hanya diarahkan pada nilai akademik yang tinggi dan menghantarkannya pada dunia kerja saja. Namun juga haruslah membentuk kepribadian peserta didik yang berakhlakul karimah, beriman, bertakwa, serta memiliki kepribadian yang kokoh.
Tentunya hal ini hanya akan terwujud apabila aturan yang diterapkan adalah sistem Islam sebagai aturan yang sahih dari Allah Subhanahu wata'ala.
Ketika Islam diterapkan secara sempurna dalam kehidupan, maka akan kita dapati semua aturannya dapat melindungi dan memuliakan setiap manusia. Tata pergaulan masyarakat yang tidak berkhalwat dan tidak ber ikhtilat. Pun demikian dengan aturan larangan zina. Bahkan larangan melakukan perbuatan zina jelas-jelas tercantum di Al Qur'an surah Al-Isra' ayat 2 yang artinya, "Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk".
Perempuan marwahnya akan dijaga dengan penjagaan yang memuliakannya, yakni salah satunya dengan aturan menutup aurat. Begitu pun lelaki dengan aturan menundukkan pandangannya, agar syahwat tidak berkeliaran bebas di tengah kehidupan. Dengan demikian para siswa yang tengah menempuh pendidikan menjadi fokus. Adapun jika mampu menikah, maka akan dinikahkan sesuai syariat dan tidak dibatasi terus menuntut ilmu sampai kapan pun.
Maka tak heran, jika dalam masa kegemilangan Islam muncullah generasi-generasi terbaik dengan karya terbaiknya. Fatima al Fihri pendiri universitas pertama di dunia, yaitu Universitas Al Qarawiyyin, pada tahun 859 M. Al Khawarizmi sang pelopor konsep aljabar, algoritma, dan bilangan nol, merupakan ilmuwan penting dalam sejarah Matematika. Al Farabi tokoh Islam pertama dalam bidang logika. Pun tokoh yang sudah tak asing lagi namanya di jagad raya ini, yaitu Ibnu Sina yang dikenal sebagai "Bapak Kedokteran Modern". Beliau dikenal juga sebagai "Avicenna" di dunia Barat, seorang filsuf, ilmuwan, dokter, dan masih banyak lagi. Semua tokoh-tokoh tersebut merupakan teladan nyata yang dapat menuntun generasi kini menuju kebangkitan generasi yang mulia. Hal ini akan terwujud apabila syariat Islam yang sempurna dan paripurna diterapkan dalam naungan Khilafah.
Wallahua'lam bishshawaab.
Setuju banget.pendidikan di Indonesia memang seharusnya bukan mengejar nilai akademik saja.tapi akhlak dan pendidikan agamanya juga harus di perhatikan
ReplyDeletePost a Comment