Definition List

Bius Kepentingan Kekuasaan, Hilangkan Rasa Kemanusiaan

Oleh:Rina Tresna Sari, S.Pd.I

Pendidik Generasi Khoiru Ummah dan Member AMK


Indonesia berduka, di detik-detik akhir tahun Cianjur dirundung duka. Gempa bumi memporak porandakan tanah Cianjur. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat total 321 orang meninggal dunia akibat gempa di Cianjur, Jawa Barat. Jumlah korban tersebut terhitung hingga Minggu (27/11/2022) sebagaimana dilansir kompas.com. Namun ditengah duka lara yang dirasakan,penguasa justru malah mengadakan pertemuan besar yaitu acara “Nusantara Bersatu” di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta, yang digelar oleh gabungan Relawan. Itu semua demi kepentingan kekuasaan politik, kontestasi pemilihan presiden 2024 yang padahal masih 2 tahun lagi.


Dalam acara tersebut, dipaparkannya sejumlah pencapaian-pencapaian selama memerintah terutama pada bidang infrastruktur. Bahkan menjabarkan sejumlah catatan yang dianggap penting untuk dicermati oleh relawan mengenai sosok dan kriteria calon presiden 2024. Acara itu justru berujung viral dan menjadi sorotan publik sebab penampakkan lautan sampah di GBK.


Usai acara, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta sampai mengerahkan 500 personil pasukan orang untuk membersihkan sampah dan berhasil mengumpulkan hingga total 31 ton beragam jenis sampah. Selain menggambarkan kurangnya kepedulian terhadap lingkungan juga menggambarkan abainya rasa kemanusiaan, hanya karena kepentingan menginginkan kekuasaan.


Pertemuan dengan relawan biasanya rentan ditunggangi dengan kepentingan pribadi dalam hal jabatan atau kekuasaan. Hal tersebut sudah menjadi kebiasaan penguasa dalam sistem kapitalisme yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dibanding kepentingan rakyatnya. Paham kapitalisme ini membuat penguasa hanya melihat manfaat saja sebagai acuan kebijakannya.


Sungguh berbeda dengan penguasa dalam sistem Islam. Ibnu Qutaibah mengutip perkataan Kaab Al Akbar rohimahullah, “Perumpamaan antara Islam, kekuasaan dan rakyat adalah laksana tenda besar, tiang dan tali pengikat serta pasaknya. Tenda besarnya adalah Islam, tiangnya adalah kekuasaan, tali pengikat dan pasaknya adalah rakyat. Artinya antara sistem, penguasa, dan rakyat itu harus saling menguatkan.


Rasulullah saw bersabda:

الْØ¥ِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ…َسْئُولٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ

“Imam yakni kepala negara adalah pemimpin rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban tentang rakyatnya.” (Shahih Al-Bukhari, Ahmad bin Muhammad bin Abi Bakar Bin Abdul Malik)


Makna Ar Ra’i adalah Al Hafiz Al Muktamar, yakni penjaga, pemelihara, wali, pelindung, pengawal, pengurus, pengasuh yang diberi amanah penguasa atau pemimpin, wajib mewujudkan kemaslahatan siapa saja yang berada di bawah kepemimpinannya. (Al-Askolani dalam Irsyad Ashari, shohih Al-Bukhari)


Inilah yang dijadikan pijakan oleh penguasa Islam dalam hal mengurusi rakyatnya. Maka, ketika sistem Islam memimpin selama 1300 tahun, kita akan menemukan banyak sekali penguasa yang sangat luar biasa ketika memberi perhatian terhadap urusan rakyatnya.


Seperti pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, pernah terjadi pada bulan Dzulhijjah bencana paceklik pada akhir tahun ke-18 Hijriyah, dan berlangsung selama 9 bulan, dimana masyarakat sudah mulai kesulitan dan mulai merasakan sangat kelaparan.


Mereka berbondong-bondong ke Madinah untuk mencari bantuan-bantuan kepada Khalifah Umar, dan sikap dari Amirul Mukminin pun sigap dan tanggap. Beliau mendirikan posko-posko bantuan makanan yang dananya diambil dari Baitul Mal yang pada saat itu bantuan tersebut bisa mencukupi 6000 penduduk.


Sangat terlihat tanggung jawabnya Umar bin Khathab yang berusaha untuk mencukupi kebutuhan rakyatnya. Beliaupun berkata sangat tegas pada dirinya sendiri, “Akulah sejelek-jelek kepala negara, apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan, pada masa itu Khalifah Umar hanya makan roti dan minyak sehingga kulitnya berubah menjadi hitam. Artinya beliau sangat mementingkan urusan rakyatnya dibandingkan dengan kepentingan pribadinya, apalagi sampai abai akan rasa kemanusiaan terhadap kondisi rakyatnya. Memahami situasi yang seharusnya seorang pemimpin lakukan.


Khalifah Umar bin Khattab sampai rela untuk ikut menanggung rasa lapar bahkan menolak daging dan hati unta yang disiapkan untuk beliau, justru beliau menyuruh Aslam untuk membagikan makanan tersebut kepada rakyatnya. Rasa kemanusiaan yang beliau miliki sangat tinggi, hal tersebut mencerminkan sosok yang memiliki jiwa Pemimpin.


Itulah the real penguasa dalam sistem Islam. Mereka mengurus rakyatnya dengan setulus dan sepenuh hati, bukan untuk kepentingan pribadi bahkan kekuasaan, yang bisa mengabaikan rasa kemanusiaan pada rakyatnya, melainkan demi menjalankan kewajiban kepada rakyatnya.


Waalhu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post