Definition List

Bullying Berulang: Potret Buruk Sistem Pendidikan Kapitalisme

Oleh Ummu Aisha

(Muslimah Peduli Perempuan dan Generasi)


Salah satu kutipan Soekarno yang cukup populer yaitu “Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. Ucapan tersebut menyiratkan begitu besarnya pengaruh dan peran pemuda terhadap perubahan sebuah bangsa. Namun, bagaimana nasib sebuah bangsa jika pemudanya tak memiliki  akhlak yang mulia? Dengan kata lain pemudanya penuh dengan permasalahan? 


Sebut saja beberapa kasus yang akhir-akhir ini terjadi. Kasus bullying di Tapanuli Selatan, 6 pelajar (masih berseragam) mengaku iseng menendang seorang nenek yang sedang berjalan saat mereka pulang dari sekolah. Penganiayaan nenek tersebut direkam oleh salah satu pelajar tersebut dan disebarkan di grup WhatsApp sehingga viral seantero nusantara dan kembali mencoreng dunia pendidikan. (https://kumparan.com/kumparannews).


Selain itu, di Bandung, bullying atau perundungan kembali terjadi di lingkungan pendidikan. Seorang siswa SMP menjadi korban teman sekelasnya. Dalam video yang diunggah oleh sebuah akun Twitter, tampak seorang siswa memasang helm pada korban. Kemudian pelaku menendang kepala korban hingga terjatuh. Rekan korban yang ada di dalam kelas tersebut hanya melihat aksi bully tersebut. Korban yang terjatuh dibiarkan dan malah ditertawakan rekan-rekannya. Dari narasi yang beredar, korban sempat dilarikan ke rumah sakit. (https://kumparan.com/kumparannews). Selain itu, kasus bullying yang parah di Tasikmalaya, masih segar dalam ingatan,  melibatkan pelaku siswa SD pada temannya, korban mengalami kekerasan fisik, seksual juga psikologis hingga akhirnya korban meninggal dunia. (https://regional.kompas.com). 


Ditambah lagi dengan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menambah deretan duka terkait kasus bullying. KPAI menerima setidaknya 37.381 laporan perundungan dalam kurun waktu 2011 hingga 2019. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.473 kasus disinyalir terjadi di dunia pendidikan. 


Sementara itu, Organisation of Economic Co-operation and Development (OECD) dalam riset Programme for International Students Assessment (PISA) pada tahun 2018 mengungkapkan, sebanyak 41,1 persen murid di Indonesia mengaku pernah mengalami perundungan. (https://www.kompas.com)


Besarnya jumlah bullying tersebut membuat kita makin miris dengan kondisi bangsa ini. Tentu kita juga merasa sangat prihatin dengan kondisi pemuda saat ini. Di usia yang masih muda telah mengalami berbagai macam bullying/perundungan yang ringan hingga yang kompleks. 


Para ahli mengatakan bahwa bullying ini penyakit yang  menular. Artinya korban bullying jika tidak mendapatkan pendampingan, maka akan menjadi pelaku bullying. Jika demikian, bagaimana kondisi bangsa ini di masa depan? Apakah ini hasil pendidikan saat ini? 


Mari kita coba lihat kembali arah/tujuan pendidikan di negeri yang kita cintai ini. Tujuan Pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu insan yang beriman serta bertakwa terhadap yang kuasa yang Maha Esa serta berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan serta keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap serta berdikari,dan mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan serta kebangsaan. Itulah tujuan mulia sistem pendidikan Indonesia saat ini. Namun faktanya, apakah tujuannya tercapai?


Jika melihat fakta besarnya jumlah bullying, kekerasan seksual, pergaulan bebas remaja, maka kita dapat menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan saat ini tidak tercapai. Karena belum bisa mewujudkan dimensi beriman, bertakwa dan berbudi pekerti luhur. 


Inilah bukti yang menunjukkan kegagalan sistem pendidikan saat ini dalam mencetak anak yang berakhlak mulia, dan juga gagalnya  sistem kehidupan, sehingga tak menghormati orang yang sangat tua, tak menyayangi pada sesama. Bullying antar pelajar pun tidak dapat diselesaikan dengan tuntas. Solusi yang ditawarkan dengan jalan kompromi, yang tidak memberi rasa keadilan kepada korban, tak menjadikan solusi.  Bahkan ada kecenderungan sekolah merahasiakan kasus bullying, dan tidak menyelesaikan dengan tuntas. 


Fakta ini jelas kontradiksi dengan program Sekolah Ramah Anak (SRA). Ketidaksiapan sekolah dalam program tersebut membuat sekolah justru menyembunyikan kasus itu. Semua itu adalah potret buruk sistem pendidikan Indonesia.

 

Buruknya sistem pendidikan tentu ada penyebabnya, karena sistem pendidikan tak bisa berdiri sendiri, dan tak bisa dilepaskan dari sistem pemerintahannya. Jika ideologi kapitalisme  yang diterapkan di suatu negara, maka sistem pendidikan, sistem ekonomi, sistem peradilan, sistem pergaulan/sosial, sistem politik dalam dan luar negerinya tentu juga berdasarkan asas dari ideologi kapitalisme, yaitu sekulerisme (memisahkan agama dari kehidupan).  Dengan demikian, agama hanya digunakan untuk perihal ibadah ritual, tidak sebagai peraturan dalam kehidupan. Maka jadilah sistem pendidikannya pun berasas sekulerisme, yang pada akhirnya melahirkan liberalisme (kebebasan).


Lebih jauh kita bisa lihat sekulerisme di dunia pendidikan. Mulai dari jatah jam pelajaran agama di sekolah negeri hanya 2 jam pelajaran saja. Pembelajaran yang terkesan hanya mentransfer ilmu saja, dan pembinaan akhlak yang masih tak tersentuh dengan baik. 


Dimensi akhlak yang direncanakan hanya tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan silabus saja,  akan tetapi aplikasinya tidak ada. Pergaulan di sekolah yang campur baur antara laki-laki dan perempuan merupakan contoh kecil jauhnya masyarakat dari aturan syariat. 


Ditambah lagi dengan bebasnya konten-konten porno, konten kekerasan di dunia maya, dengan mudahnya dikonsumsi remaja. Karena remaja saat ini yang kita kenal dengan generasi Z (gen Z) tak bisa lepas dari gadgetnya dan mereka meniru  tontonan tersebut, lalu menjadi tuntunan dalam bersikap tanpa menyaring mana yang baik dan yang buruk. Bebasnya konten yang berbahaya bagi remaja ini juga pengaruh sekulerisme yang melahirkan paham liberalisme (kebebasan). Dan konten porno, konten kekerasan inilah yang menyebabkan remaja makin marak melakukan bullying. Kebebasan ini memanglah tabiat dari sistem kapitalisme yang berasal dari Barat. Masihkah kita akan menerapkannya dalam kehidupan kita? 


Padahal Islam yang berasal dari Allah Swt telah berhasil dengan gemilang diterapkan selama 14 abad oleh Rasulullah saw. dan para Khalifah setelah wafatnya Beliau. 


Sungguh berbeda dengan sistem pendidikan Islam, yang menjadikan akidah Islam sebagai asas/landasan dan mampu menghasilkan pelajar yang berkepribadian mulia. Dalam sistem pendidikan Islam, tujuan pendidikan adalah untuk membentuk kepribadian Islam yang mulia. Pemilihan pelajarannya pun disesuaikan dengan tujuan pendidikannya dan sesuai dengan tingkat perkembangan pelajar.


Pada tingkat dasar, anak akan dikuatkan keimanan dan ketakwaannya juga diajarkan tsaqofah dasar. Di usia dini, anak telah memahami dirinya sebagai hamba Allah, hidup di dunia hanya untuk beribadah pada Allah dan setelah kehidupan dunia akan ada kehidupan akhirat. Sehingga di dunia ini akan bersungguh-sungguh dalam amal perbuatannya disesuaikan dengan hukum syariat agar kelak di akhirat tidak menjadi orang yang merugi. 


Pada usia sebelum baligh, telah tertancap betul visi hidupnya yaitu menjadi orang yang bertakwa. Di tingkat perguruan tinggi barulah diberikan ilmu terapan sehingga menjadi orang-orang yang bermafaat bagi masyarakat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia”(H.R. Ahmad, ath-Thabrani)


Dalam sistem Islam kita kenal dengan Daulah Islam, akan membiayai pendidikan secara gratis pada semua rakyatnya baik yang muslim ataupun non-muslim. Fasilitas dan perpustakaan yang sangat memadai, gaji guru yang sangat layak, kurikulum yang sesuai dengan tujuan pendidikan diterapkan di Daulah Islam sehingga output dari pendidikan Islam sebagaimana yang diharapkan yaitu pemuda yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia juga berilmu dapat tercapai.


 Daulah Islam juga menerapkan sistem pergaulan yang sesuai syariat. Tidak ada celah untuk campur baur antara laki-laki dan perempuan sehingga tidak terjadi pergaulan bebas, kekerasan seksual. Daulah Islam juga jelas akan melarang beredarnya konten-konten yang tidak sesuai dengan syariat, sehingga penggunaan tekhnologi menjadi aman dan tidak menyebabkan mudharat bagi generasi. Maka bulliying tidak akan ada lagi.  Yang ada hanyalah kehidupan yang penuh dengan suansa keimanan, berkasih sayang pada sesama, tolong menolong dalam kebaikan dan kesabaran sehingga rahmat Allah yang didapatkan.


 Sungguh, inilah kehidupan yang kita rindukan. Dan kehidupan yang penuh dengan suasana keimanan ini hanya dapat diraih jika kita hidup dalam naungan Daulah Islam.

Cukup menjadi pengingat bagi kita, Firman Allah Swt:

“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang diantara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh, akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik “ (Q.S. An-Nuur: 55)

Wallahua’lam bishshowab..

Post a Comment

Previous Post Next Post