Oleh Eviyanti
Pendidik Generasi dan Pegiat Literasi
Beberapa pekan kemarin, beredar kabar tentang tewasnya satu keluarga di daerah Kalideres, Jakarta Barat. Namun, teka-teki penyebab kematian satu keluarga ini masih menjadi misteri. Pihak Kepolisian masih mengusut kasus ini. Satu keluarga ini ditemukan tewas dengan kondisi yang memprihatinkan, ditemukan oleh warga sudah membusuk. Keluarga ini pun dikenal tertutup kepada masyarakat sekitar. Maka tak heran, jika kematiannya baru diketahui oleh masyarakat setelah tiga minggu, karena warga mencium aroma busuk dari dalam rumah yang berpagar tinggi itu.
Seperti yang dikutip oleh kumparannews, Ahad (13/11), Satu keluarga ditemukan tewas membusuk di perumahan Citra Garden 1 Extension, Kalideres, Jakarta Barat. Keluarga itu dikenal tertutup dengan warga sekitar. Sebelumnya, sempat disebutkan jika penyebab kematian satu keluarga yang terdiri dari kepala rumah tangga, kemudian istrinya, anaknya, serta adik ipar, akibat kelaparan. Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi, mengatakan terkait kematian mereka akibat kelaparan menilai hal itu belum bisa dipertanggungjawabkan. Karena dilihat dari bangunan rumah serta perlengkapan yang ada di dalam rumah itu, rasanya tidak mungkin bila tewas karena kelaparan.
Di sisi lain, Reza Indragiri Amriel seorang pakar psikologi forensik pun mengatakan tidak setuju jika kematian keluarga ini akibat sikap antisosial. Beliau mengingatkan agar jangan berasumsi seperti itu, yang jelas mereka ini terlambat ditemukan, tegasnya.
Peristiwa ini sungguh membuat miris, dengan beredarnya kabar bahwa keluarga ini mempunyai sifat tertutup atau antisosial terhadap lingkungan sekitar yang mengakibatkan tewas karena kelaparan. Jenazah mereka ditemukan oleh salah satu petugas PLN yang akan memutus aliran listrik karena sudah beberapa bulan tidak dibayar. Namun, ketika tiba di lokasi mereka menemukan satu keluarga ini sudah tewas.
Intinya kita harus mempunyai sikap empati, simpati yang besar terhadap lingkungan sekitar serta menerapkan adab bertetangga sejatinya itu bagian solusi yang bisa langsung dipraktikkan.
Fokus pada pola hubungan bertetangga dalam masyarakat sekuler saat ini, di mana kepedulian dan hubungan sudah individualistis, tidak ada kepedulian dan hubungan sosial kemanusiaan, jika masih ada pun hanya segelintir orang yang mempunyai hubungan sosial baik dengan lingkungan sekitarnya. Kasus ini juga menggambarkan lemahnya peran pemimpin umat dalam bentuk kepedulian terhadap rakyat, karena selain kesadaran dari masyarakat itu sendiri ada peran seorang pemimpin yang sangat besar.
Sikap individualistis pada zaman sekarang sudah biasa dan akhirnya menjadi lumrah, bahkan ketika ada yang peduli dengan sekadar menyapa ataupun mengingatkan/menegur ketika salah sebagian masyarakat tidak terima dan dianggap mencampuri urusan pribadi seseorang. Itulah salah satu gambaran atau potret buram masyarakat sekuler saat ini.
Berbeda dengan Islam, di mana perhatian terhadap tetangga sangat kuat, bahkan dikaitkan dengan keimanan Rasulullah saw. juga telah mencontohkan perhatian beliau kepada umatnya.
Hakikatnya manusia itu sebagai makhluk sosial, yang membutuhkan ruang untuk bersosialisasi dengan orang lain. Manusia itu sifatnya lemah dan terbatas, sehingga hakikatnya membutuhkan orang lain. Namun faktanya, saat ini masyarakat banyak yang hidup individualistis. Mereka merasa tidak perlu bersosialisasi dengan yang lain. Perilaku individualistis ini lahir dari tegaknya sistem sekuler.
Islam dengan tegas mengatur perihal adab dan tata aturan bertetangga. Islam tidak memberi ruang bagi perilaku individualistis, karena perilaku ini mengamputasi hakikat makhluk sosial pada diri manusia.
Bahkan dalam Islam, perintah berbuat baik kepada tetangga disandingkan dengan perintah menyembah Allah dan larangan mempersekutukannya. Adapula sejumlah adab bertetangga sebagaimana disebutkan Imam Al-Ghazali dalam risalahnya berjudul al-Adab fid Dîn dalam Majmû'ah Rasâil al-Imam al-Ghazâli (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, t.th., halaman 444), sebagai berikut: "Adab bertetangga, yakni mendahului berucap salam, tidak lama-lama berbicara, tidak banyak bertanya, menjenguk yang sakit, berbela sungkawa kepada yang tertimpa musibah. Ikut bergembira atas kegembiraannya, berbicara dengan lembut kepada anak tetangga dan pembantunya, memaafkan kesalahan ucap, menegur secara halus ketika berbuat kesalahan, menundukkan mata dari memandang istrinya. Memberikan pertolongan ketika diperlukan, tidak terus-menerus memandang pembantu perempuannya.” Ini sedikit gambaran adab bertetangga dalam pandangan Islam.
Rasulullah saw. pun bersabda, “Siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya, dan siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR Muslim)
Saatnya kita kembali kepada sistem Islam secara menyeluruh yang diterapkan dalam semua lini kehidupan. Hanya dalam naungan Islam lah hubungan sosial kemasyarakatan dapat terjalin dengan baik, bahkan meski berbeda keyakinan. Semua itu akan terwujud ketika ada peran negara di dalamnya dan seorang pemimpin yang menjadi junnah dan raa’in bagi umatnya.
Waalahualam bissawab.
Post a Comment