Oleh Siti Aisah, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan Kabupaten Subang)
Bumi berguncang, itulah yang terjadi di kabupaten Cianjur Jawa Barat. Pukul 13.21 WIB gempa berkekuatan 5,6 Magnitudo itu meluluhkan kawasan yang terkenal dengan Kota Santri sejak tahun 1677. Naas kota itu sekarang sedang berbalut duka.
Guncangan hebat itu terasa hingga ke kabupaten Subang yang jaraknya kurang lebih 209.7 km atau sekitar 6 jam 31 menit, jika melewati jalan tol Cipularang. Dilansir dari laman resmi BMKG, lokasi gempa itu terjadi di kedalaman 10 KM Barat daya 6,84 LS 107.05 BT yang diprediksikan tidak berpotensi tsunami. Goyangan yang terasa di kabupaten Subang itu berlangsung sebentar ungkap beberapa warga. (tintahijau.com, 21/10/2022).
Perlu diketahui, bahwasanya menurut ahli fisika, terjadinya gempa diakibatkan karena ada pergeseran lempeng bumi yang disebabkan oleh rotasi (baca: perputaran) inti bumi. Perputaran tersebut ternyata tidak berputar seperti biasanya. Inti bumi itu berotasi pada arah yang berlawanan dengan rotasi permukaan bumi yang sepatutnya berputar searah. Hal tersebut disebabkan oleh medan magnet bumi. Namun sayangnya, pertanyaan demi pertanyaan yang diperkirakan penyebab terjadinya gempa atau bencana itu bisa dengan mudah dijawab secara ilmiah. Tapi akan ada batasnya pada pertanyaan baru tentang akhir dari metafisika gempa ini adalah bahwa ada sesuatu yang mengaturnya, tiada lain itulah Sang Pencipta.
Pemicu gempa, tsunami erupsi gunung berapi dan bencana alam lainnya memang bisa dipelajari oleh ilmu fisika, tapi sejatinya tidak pernah menemukan penyebab mutlak bencana yang terjadi di alam semesta ini. Terkadang ilmu ini tidak mampu untuk mengungkapkan hukum alam dibalik bencana yang terjadi dan tak bisa dijelaskan kenapa bencana itu terjadi di Cianjur tidak di tempat lain. Lalu kenapa terjadi pada siang hari bukannya pagi hari atau malam harinya. Maka sepatutnya ilmu fisika ini tidak pernah mampu menjawab penyebab mutlak bencana ini.
Satu-satunya ilmu metafisika, beyond fisika, yang mampu menjawabnya adalah ilmu yang diwahyukan langsung oleh Allah Sang Pencipta pada RasulNya. Ilmu gaib tentang rahasia kehidupan yang hanya bisa dipahami oleh orang yang tawadhu bukan oleh orang yang sombong atau berbangga diri atas ilmu dunia yang hanya diberikan setetes oleh Allah dibandingkan dengan lautan ilmu yang dimiliki-Nya.
Tinta peradaban Islam pernah menulis kisah gempa yang terjadi pada saat Rasulullah Saw masih hidup. Rasulullah Saw, saat itu meletakkan kedua telapak tangannya ke tanah, dan bersabda : ““Tenanglah … belum datang saatnya bagimu.’’ Lalu, Nabi SAW melihat ke arah para sahabat dan bersabda: “Sesungguhnya Rabb kalian telah menegur kalian … maka jawablah (buatlah Allah ridha kepada kalian)!”. Hal ini pun mengingatkan Umar bin Khattab yang saat itu telah menjadi Khalifah. Berdasarkan riwayat telah terjadi gempa. Atsar ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf (2/358) dan lainnya dari Nafi’, dari Shafiyyah, ia berkata, “Telah terjadi gempa bumi di zaman Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, lalu beliau berkhutbah di depan masyarakat,
‘Seandainya gempa bumi ini datang lagi maka aku akan keluar dari hadapan kalian (yaitu meninggalkan kota Madinah).’ Perkataan Umar ini telah disebutkan juga oleh Ibnul Jauzi dalam kitab Al-Muntadzam dalam bab Peristiwa Tahun 20 Hijriyah.
Sebagai seorang pemimpin Umar pun mengingatkan kaum Muslimin agar senantiasa menjauhi maksiat dan segera kembali kepada perintah Allah. Dalam kisah lain Umar pun bahkan mengancam akan meninggalkan mereka jika terjadi gempa kembali. Sesungguhnya bencana merupakan ayat-ayat Allah untuk menunjukkan kuasa-Nya, jika manusia tak lagi mau peduli terhadap ayat-ayat Allah.
Dengan demikian sepatutnya saat bencana alam terjadi, maka yang harus dilakukan oleh penguasa adalah melakukan evaluasi menyeluruh. Sehingga penguasa akan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, penyebabnya dan bagaimana solusinya dalam menanganinya.
Hal ini dilakukan karena bisa saja terjadi pelanggaran, sehingga perlu melakukan evaluasi menyeluruh untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran. Dengan demikian bencana bisa diminimalisir kerugiannya dan kematian korban yang diakibatkannya. Evaluasi ini bisa dilakukan pada tiga tahap; Pertama, sistem. Maksudnya secara umum sebuah negara Islam akan menerapkan hukum Islam secara kaffah. Namun, karena sistem ini akan dijalankan oleh manusia, maka kemungkinan adanya kelalaian. Salah satunya adalah kelalaian saat menjalani sistem peringatan diri [early warning] dan analisis BMKG yang diabaikan hingga terjadi bencana yang tidak diinginkan. Dengan demikian, kelalaian tersebut tidak lain adalah bentuk dari kemaksiatan yang dilakukan oleh penguasa. Padahal dalam Islam menghindari bahaya hukumnya wajib.
Kedua, masyarakat dan individu. Saat kemaksiatan terjadi ditengah-tengah masyarakat seperti penebangan hutan, buang sampah sembarang dan sikap tamak serta serakahnya manusia dalam kepemilikan sumber daya alam menjadi salah satu penyebab utama bencana. Tapi, masyarakat bersikap acuh-tak acuh.
Walhasil, muhasabah atau melakukan pendekatan diri kepada Allah SWT dengan cara bertaubat serta menyadari kesalahannya dan kembali kepada syariat-Nya. Hal ini dilakukan bukan hanya oleh penguasa tapi juga masyarakat dan perorangan. Hal ini tentu saja perlu pendampingan dan teladan dari sang pemimpin.
Salah satu kisah Umar bin Khattab saat terjadinya gempa dalam masa kekhalifahannya. Yaitu Umar selama 2 tahun tidak mau makan keju dan mentega yang merupakan makanan favoritnya, karena saat itu sedang terjadi bencana dan madinah kekurangan makanan.
Sikap teladan inilah yang dibangun oleh sistem Islam lewat para pemimpinnya. Hingga tercetaklah masyarakat yang bermental tawadhu, tawakal, tunduk dan sabar atas semua yang menimpanya. Kepala negara pun tak bosan-bosannya mengajak masyarakatnya untuk memohon ampun dengan salat dan berdoa. Sehingga negara mampu menghadapi bencana dan krisis dengan menempatkan solusi Islam diatas segalanya.
Wallahu a’lam bishshawab
Post a Comment