Definition List

Orang Kaya Bebani BPJS, Kesehatan Hak Siapa?

Oleh Indri Lestari Pegiat Literasi


Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin menyampaikan dalam Rapat Komisi IX DPR RI tanggal 22 November kemarin mengenai kecurigaannya bahwa ada sejumlah orang kaya membebani BPJS dengan biaya tinggi untuk pengobatan mereka. Dan untuk membuktikan kecurigaannya ia akan mengukur kekayaan 1.000 orang kaya lewat besaran VA konsumsi listrik. Jika mereka mempunyai VA di atas 6.600 maka tergolong masyarakat mampu. Jakarta, CNN Indonesia


Dia berharap agar para konglomerat tersebut tidak bergantung sepenuhnya pada program JKN tersebut. Mereka semestinya mengkombinasikan iuran jaminan sosial dengan asuransi swasta untuk biaya pengobatannya.


Ini jelas merupakan bentuk kedzaliman negara terhadap rakyatnya terutama orang kaya. Negara berlepas tangan dari tanggung jawabnya sebagai pelayan rakyat menjadi pemalak rakyat. 


Dalam sistem kapitalisme, hal ini sangatlah mungkin terjadi karena negara di sistem ini bertindak sebagai regulator dan fasilitator bagi kepentingan para pengusaha. Para korporasi swasta atau asing inilah sejatinya pemegang kendali atas kebijakan suatu negara sedang penguasa adalah kaki tangan yang memuluskan jalan para kapitalis menguasai rakyat.


Kesehatan sejatinya menjadi hak seluruh rakyat baik kaya maupun miskin. Jaminan kesehatan adalah indikasi bahwa negara tidak mampu memenuhi salah satu kebutuhan dasar rakyat ini. Negara memberikan kesempatan kepada swasta selebar-lebarnya untuk berbisnis dengan rakyat. Dengan jargon "Semangat Gotong Royong" mereka membuat alibi agar terlihat memberikan solusi permasalahan kesehatan rakyat.


Program jaminan kesehatan mungkin akan terlihat seolah-olah program yang sangat brilian di mata rakyat. Karena tidak semua rakyat harus mengeluarkan biaya yang besar untuk pengobatannya sebab sudah ditanggung oleh anggota yang sudah terdaftar dalam program tersebut. Tapi inilah bentuk bisnis yang dijalankan penguasa dalam hal jaminan kesehatan sosial. Bahkan, pelayanan yang didapat rakyat dari BPJS ini kebanyakan tidak optimal.


Negara seharusnya tidak berbisnis dengan rakyatnya apalagi dalam masalah yang urgent ini. Negara harus bertindak dengan sebaik-baiknya untuk mengurus urusan rakyat. Kesehatan rakyat tidak boleh dikomersilkan.


Lalu dari mana negara harus membiayai urusan kesehatan jika kas negara tidak mencukupi? Ini semua terjadi karena kita berada di sistem kapitalisme yang membuat pengelolan sumber pendapatan negara hanya mengandalkan dari pajak dan hutang.


Kita tahu bahwa rakyat hidup di negeri yang kaya akan sumber daya alam. seharusnya, dengan keberlimpahan sumber daya yang ada sudah bisa mensejahterakan seluruh rakyat jika pengelolaannya benar dan tepat. Sistem kapitalisme lah yang membuat SDA yang ada diserahkan pengelolaannya kepada pihak swasta atau asing. Sehingga kekayaan yang seharusnya dikelola oleh negara dan menguntungkan rakyat malah masuk ke kantong-kantong para korporasi terutama asing.


Berbeda halnya ketika sistem Islam yang diterapkan. Negara tidak akan mengambil keuntungan dari kebutuhan dasar rakyat terutama di bidang kesehatan. Negara akan menjadi pelayan dan periayah urusan umat, bukan pemalak uang rakyat. Sumber pendapatan negara untuk bidang kesehatan akan diambil dari kas Baitul mal dari pos kepemilikan umum, dimana sumber dari pos ini adalah dari pengelola sumber daya alam yang dimiliki negeri-negeri kaum muslimin yang terkenal kaya akan hasil buminya. Negara tidak akan membebani rakyat dengan iuran semacam asuransi yang jelas haram hukumnya. Dengan demikian, wajar jika pada masa-masa berdirinya peradaban Islam, banyak rumah sakit gratis dan berkualitas di negeri daulah.


Sudah saatnya rakyat terutama umat Islam sadar akan pentingnya institusi yang akan membawa kemaslahatan seluruh manusia, bukan hanya umat Islam yang sejahtera, tapi seluruh umat bahkan tumbuhan dan hewan pun akan terjaga.


Allah berfirman dalam Qur'an Surat al-Anbiya' ayat 107: ”Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (rahmatan liralamin).”



Wallahu a'lam bhi ash-shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post