Definition List

Pemberdayaan Perempuan: Kado di Hari Ibu, Racun Berbalut Madu

Oleh Sumiyah Umi Hanifah

Member AMK dan Pemerhati Kebijakan Publik



Wanita tiang negara

Wanita tiang negara

Bila wanita berakhlak mulia

Niscaya pula, baik negaranya

Wanita tiang negara

Alangkah indahnya suatu negara

Bila semua wanitanya

Berakhlak mulia dan berbudi mulia

Wahai Ayah Bunda, didiklah putrimu!

Tanamkan iman di dalam kalbu

Supaya menjadi wanita bermutu ...


Sepenggal lirik lagu nashyid yang dipopulerkan oleh "Ezzura" sepertinya layak menjadi pengingat bagi kita. Bahwasanya kaum wanita, yang notabene adalah para ibu dan calon ibu, sejatinya merupakan penentu kemajuan suatu bangsa dan negara. Namun, di era milenial seperti sekarang ini, benarkah negara telah memperlakukan kaum ibu sebagaimana seharusnya, sehingga memiliki derajat mulia?. Benarkah dengan banyaknya kegiatan yang digelar dalam rangka memperingati hari ibu, Kaum Ibu Indonesia telah merasakan kehidupan yang bahagia dan sejahtera?


Tanggal 22 Desember selalu diperingati sebagai Hari Ibu. Demikian pula dengan Indonesia. Pemerintah melalui jajarannya, Dinas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), menggelar pameran bertema "The Truth Inside You". Pameran yang dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 2022 s/d 15 Januari 2023 ini bertempat di Museum Nasional, Jakarta. Ada beberapa tema yang diangkat dalam pameran Peringatan Hari Ibu (PHI) ke-94 kali ini, salah satunya bertajuk "Alunan Kisah Tentang Perempuan". Yang mana tema ini berkisah tentang kondisi dan peran perempuan dalam keseharian. Sedangkan tema utamanya adalah "Perempuan Berdaya Indonesia Maju". (republika.co.id, Ahad, 18/12/2022).


Senada dengan apa yang dilakukan oleh Kemendikbudristek, Dinas Kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (KemenPPPA), juga menyiapkan tema untuk PHI. Pihaknya menjelaskan bahwa sejarah hari ibu merupakan tonggak perjuangan perempuan untuk terlibat dalam upaya kemerdekaan bangsa, dalam menyuarakan hak-haknya, demi mendapatkan perlindungan dan mencapai kesetaraan. Menurutnya, perempuan telah membuktikan bahwasanya kaum ibu dapat bekerja untuk menolong dan menyelamatkan ekonomi keluarga. (tirto.id, Selasa, 13/12/2022).


Beberapa kalangan menyoroti terkait tema utama pada PHI ke-64, yakni Perempuan Berdaya Indonesia Maju, yang mengarah pada pemberdayaan ekonomi perempuan (kaum ibu). Dengan kata lain, kaum perempuan selama ini senantiasa diarahkan pemerintah untuk terlibat dalam upaya peningkatan ekonomi keluarga dan negara. Seorang Pakar Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Gadjah Mada, Poppy Ismalina Ph. D. mengatakan, "Perempuan adalah "back bone" dari perekonomian Indonesia. Perempuan adalah "tulang punggung" ekonomi Indonesia, khususnya dalam usaha mikro. (voandonesia.com, Sabtu, 17/12/2022).


Namun, ternyata banyak pihak yang kurang sependapat dengan kebijakan pemerintah, terkait dengan makna pemberdayaan perempuan. Pasalnya, pemberdayaan perempuan (kaum ibu) seharusnya tidak hanya diarahkan untuk kebangkitan ekonomi keluarga atau negara. Sebab, kebijakan yang diambil pemerintah tersebut dapat dimaknai sebagai bentuk eksploitasi perempuan oleh negara. Pemberdayaan kaum ibu demi tujuan untuk menyelamatkan ekonomi keluarga dan negara, sejatinya telah menyalahi fitrah. 


Dalam Islam kaum ibu memiliki tugas utama sebagai agen "reproduksi" dan "edukasi". Kodrat kaum wanita adalah menjadi ibu bagi putra-putrinya dan menjadi istri yang baik bagi suaminya. Menjadi "ummun warabbatul bait" (ibu pengurus dan pengatur rumah tangga suaminya), dan sebagai "ummun madrasatul 'ula" (ibu adalah guru yang pertama bagi putra-putrinya). Jika kaum ibu banyak beraktivitas di luar rumah, otomatis peran utamanya akan tergerus. Akibatnya, akan lahir generasi muda yang bermental "illness". Alangkah baiknya apabila pemberdayaan kaum perempuan diarahkan untuk mengembalikan peran ibu sebagai pendidik generasi, madrasah pertama bagi putra-putrinya.


Sebagaimana yang kita saksikan bahwasanya telah terjadi bencana kerusakan akhlak generasi muda Indonesia, yang disebabkan oleh dua faktor, internal dan eksternal. Faktor internal yaitu lemahnya pengawasan serta bimbingan dari orang tua, masyarakat dan negara. Banyak kaum ibu yang "lari" dari rumahnya, sibuk bergelut dengan dunia kerja. Meninggalkan rumah tangganya demi menutupi kebutuhan keluarganya. Sampai harus menyerahkan pengurusan, pendidikan, dan pengawasan anak-anaknya kepada pembantu rumah tangga, atau kepada pihak sekolah. Namun tidak turut terlibat dalam proses pembelajaran dan pembentukan karakter generasi. Adapun salah satu faktor eksternalnya disebabkan karena saat ini masyarakat (khususnya generasi muda) telah diserang habis-habisan oleh pemahaman sekuler barat, yang menjauhkan agama dari kehidupan. 


Inilah yang mengakibatkan jebolnya benteng pertahanan keluarga. Sehingga banyak generasi muda yang terjerumus dalam kubangan kemaksiatan. Konten-konten vulgar merajalela di mana-mana dan dengan mudah meracuni pemikiran masyarakat umum. Hal ini masih diperparah lagi dengan sistem pendidikan sekuler di negeri ini yang abai terhadap upaya pembentukan kepribadian generasi yang bertakwa kepada Allah SWT.  Sesungguhnya "PR" besar yang mengancam bangsa ini adalah rusaknya generasi. Bukan isu radikalisme-ekstrimisme seperti yang digembar-gemborkan oleh pemerintah selama ini.


Pemberdayaan perempuan untuk mewujudkan kaum ibu sebagai pendidik generasi membutuhkan sistem pendukung yang dibangun oleh negara, dalam semua aspek kehidupan. Sehingga kaum ibu dapat fokus dalam mengemban tugas-tugasnya dan tidak dibebani dengan kewajiban mencari nafkah. Sebab, kaum ibu harus menjadi pencetak generasi yang bermental kuat.


Namun, bagaimana mungkin akan terwujud generasi muda yang berkualitas dan bermental kuat, apabila kaum ibu justru diarahkan untuk meninggalkan peran utamanya?. Dalam hal ini pemerintah justru mendukung program pemberdayaan perempuan, yang mengacu pada kesetaraan gender. Padahal, isu kesetaraan gender ini sengaja dihembuskan oleh Barat untuk menyesatkan kaum perempuan. Agar kaum perempuan semakin jauh dari nilai-nilai agamanya.


Dalam Islam, seorang ibu tidak dibebani dengan kewajiban mencari nafkah bagi keluarganya. Sebab, tugas mencari nafkah adalah kewajiban walinya, yaitu: suami, ayah, dan kerabat laki-lakinya).


Firman Allah SWT, "Dan para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya... (T.Q.S. Al-Baqarah [2] : 233).


Sistem kapitalisme-liberalisme yang diterapkan saat ini, menjadikan kaum perempuan semakin jauh dari fungsi utamanya. Seharusnya negara mendorong kaum perempuan agar kembali menjadi sosok wanita mulia.  Sebab, rusaknya kaum ibu adalah rusaknya negara. Kaum hawa tercipta dari tulang rusuk (laki-laki), sehingga ia harus disayangi dan dilindungi. Tidak boleh ada pihak-pihak yang coba-coba mengubahnya menjadi "tulang punggung. Program pemerintah untuk pemberdayaan perempuan demi mewujudkan kesetaraan gender, sejatinya adalah racun berbalut madu. Ajaran Islam tidak melarang kaum wanita bekerja, namun apabila seorang wanita bekerja statusnya bukan sebagai pencari nafkah. Hanya sekadar mengamalkan ilmu yang dimilikinya untuk kemaslahatan umat. 


Dengan demikian, tidak ada cara lain untuk melindungi kaum ibu dari "eksploitasi terhadap perempuan" selain menerapkan syari'at Islam secara menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan. Sebab, ajaran Islam sangat memuliakan kaum perempuan. Syari'at Islam diturunkan oleh Allah SWT sebagai "Rahmatan Lil'aalamiin", yaitu mewujudkan kehidupan yang aman, damai, sejahtera, dan bermartabat. Sedangkan sistem kapitalisme telah terbukti gagal mewujudkan rasa keadilan bagi seluruh umat manusia. Saatnya kita membuang jauh-jauh sistem kufur buatan manusia ini dan menggantinya dengan Islam Kafah. Agar keberkahan turun di bumi ini.


Wallahu a'lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post