Widya Amidyas Senja
Pendidik Generasi
Goenawan Mohamad – Titik bahaya dari korupsi tak Cuma dilihat persentase kebocoran uang tapi menipisnya kepercayaan kepada bersihnya aparatur negara secara keseluruhan.
Indonesia benar-benar darurat kepercayaan, dimana bukan hanya banyaknya ‘tikus’ berdasi di parlemen, penegak hukum di negeri ini pun terjerat kilau harta haram bernama korupsi. Alih-alih mempertegas sistem peradilan kepada para pelaku tindak pidana korupsi, upaya penindakan korupsi lewat Operasi tangkap tangan (OTT) dinilai tidak perlu dan merusak citra bangsa.
Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menilai bahwa OTT tidak perlu dilakukan, “OTT itu tidak bagus sebenarnya, buat negeri jelek banget. Tapi kalau kita digital life siapa yang akan lawan kita?” ujarnya dalam acara aksi pencegahan korupsi 2023-2024 di Jakarta, secara daring pada Selasa (20/12/22). (Sumber : tirto.id). Ia tidak ingin komisi antirasuah sering melakukan OTT dan berupaya toleran. Sambungnya “Jadi KPK jangan pula sedikit-sedikit tangkap tangkap, ya lihat-lihatlah. Jadi kalau kita mau bekerja dengan hati, ya kalau hidup-hidup sedikit bolehlah, kita kalau mau bersih-bersih amat di surga lah kau,”.
Pernyataan semacam itu, tidak layak diucapkan oleh seorang yang memiliki amanah besar negara. Sebab, setiap aparatur negara disumpah sesuai dengan agama yang diyakininya. Sejatinya mereka melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan sungguh-sungguh. Jika tidak, berarti mereka telah menodai sumpah yang telah diikrarkan pada awal masa jabatannya. Ikrar sumpah hanya dijadikan momentum ceremonial sebagai syarat formalitas saja.
Upaya OTT yang dilakukan oleh KPK nyatanya belum cukup membuat efek jera terhadap para pelaku tipikor. Jika OTT dinilai tidak perlu dan merusak citra bangsa, ini akan membuat para pelaku tipikor leluasa melakukan aksinya. Indonesia akan menjadi ladang subur bagi mereka. Digital life pun belum tentu layak digunakan dalam rangka meminimalisasi atau bahkan memberantas korupsi. Sebab secanggih apapun teknologi tetap memiliki kelemahan. Selama teknologi atau sistem tersebut diciptakan oleh manusia berorientasi kapitalisme, tentu berbagai cara dan kebijakan pun manipulatif dan syarat kepentingan kapitalistik.
Tidak ada solusi lain, selain kembali kepada aturan hakiki yang bersumber pada aturan Allah SWT. Pemangku Amanah negeri dengan sistem Islam yang disebut sebagai khalifah akan melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai pelayan masyarakat akan bekerja sebaik-baiknya. Sebab ia akan menjalankan tugas dengan penuh rasa takut akan berbuat dosa. Pemimpin yang tidak Amanah, curang, mendzalimi rakyatnya adalah pemimpin yang lemah, pemimpin yang bodoh.
Pemimpin terbaik hanya akan berpegang teguh pada keadilan dan kebenaran yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah, tidak lemah, dan hanya berorientasi pada sikap melayani masyarakat. Dalam hadist, Rasulullah SAW juga mewanti-wanti agar muslim tidak memilih pemimpin yang lemah. Dari Abu Dzar yang mengutip sabda Rasulullah SAW :
يَا أَبَا ذَرٍّ إِنَّكَ ضَعِيفٌ وَإِنَّهَا أَمَانَةُ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ إِلَّا مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيهَا
“Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan Amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan. Kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan benar dan melaksanakan tugas dengan baik.” (HR. Muslim)
Lima sikap pemimpin tebaik adalah ia yang memiliki sikap ikhlas dalam menjalankan Amanah kepemimpinan (QS. An-Nisa: 125), memiliki sikap kesabaran dalam memimpin (As Sajdah: 24), istiqamah dengan perkataan, perbuatan keadaan dan niat seperti perkataan Uman bin Khatab “Istiqamah artinya engkau teguh hati pada perintah dan larangan serta tidak menyimpang seperti jalannya rubah”, selalu berikhtiar dalam memberikan palayanan dan pengabdian terbaik dengan cara-cara yang diridhai Allah SWT., dan senantiasa bertawakal kepada Allah SWT (QS. Ali Imran: 159).
Wallaahu a’lam bishshawaab
Post a Comment